Marah aku padamu. Geramku sampai pangkal kepala.
"Jangan!"
"Kumohon, Jangan!"
Dan kau terus memaksa.Â
Dulu, kusirami kau dengan cinta bermatahari, penuh cahaya. Kuberikan celah di rimbun-rimbun rambutku untuk matamu bicara pada Jubata.
Tak sekalipun kau ragu akan kehidupan karena aku dan kau satu tubuh, satu jiwa di Banua Talino.
Aku pelindungmu, kau penjagaku
Aku melimpahimu, kau memujaku.Â
Kita berdua lekat bermesra di dalam asap dan cawan sesembahan.
Setiap tiba masa panen, orang-orang kampung berpesta Uelanuk dan Ulet Samban.Â
Mereka angkat Gulai Kati dan Pasta Pasa' dalam kuali-kuali besar.Â
Harum Paku Balai berbumbu Bekalain tercium naik ke bumbungan betang, terbang ke langit langit dan mengalir di arus sungai-sungai.
Kembung kenyang mereka dihantar Dian Kalang.
Tak pernah kudengar anak mati sia-sia. Kuberi mereka Lirang Tana, penawar maha sakit dan duka.
Kuberi cukup istanamu dengan  Belien, Kapun, dan Penjae
Dan kubiarkan perahu Saleng Tebulo berkayuh sepanjang sungai.
"Serakah!".
"Benar benar serakah!"
Kini kau rampok semua kupunya.
Kau hanya sisakan lubang menganga tepat di retakan nadi kehidupanmu saja.
Siang malam air mataku tumpah tanpa kuasa. Terjungkal tumpukan akar. Terbanting pepohonan.
Laki laki bebal itu datang lagi.
Bahunya menjunjung tinggi bakul-bakul pundi. Berkalang besi, dan hentak kuda sembrani
Ia bisikkan isyarat tak kukenal.
Senyum culas menggantang.Â
Tanpa perduli aku, Ibumu yang kau ucap sayang.
"Atap banua runtuh!".Â
"Atap banua rubuh".Â
Orang kampung berlarian keluar mencari sumbu angin.
Semua ambruk. Berdebam di ujung kakiku.
Mereka terus berlari. Berlari.Â
Terseok. Terayap-rayap di kubangan hitam ingatan. Membayang patok sejarah tercabut di ranggasan akar dan ranting sakral.
Sekarang, rasakan cekik amarah akar-akar. Melilit tubuh. Merajam kemaluan hingga kau kering, rapuh dan mati.
Masihkah kau katakan ini kota baru?
Itukah harga sebuah harapan?
"Indung, aku sayang kamu". Kau duduk bersimpun mengiba mencari cari mataku di kegelapan.
Suaramu makin tercekik. Tak lagi bisa kudengar.
"Ini demi kemajuan" katamu. Lirih.
"Pembohong!".
"Pembohong!"
Tahukah kau, segera kau bunuh ibumu sendiri?
---
Catatan :
Indung atau Indu -- panggilan untuk IbuÂ
Banua -- desa besar, wilayah, kawasan
Uelanuk -- Pelanduk Kalimantan
Ulet Samban -- Ulat Sagu
Pasa', Atuk Buleng, Padek, dan Kati -- Berbagai jenis ikan sungai
Paku Balai dan Baku Bai - jenis pakis yang lezat untuk dimakan
Dian Kalang -- Sejenis buah buahan hutan
Lirang Tana -- tanaman obat obatan
Belien, Kapun, dan Penjae -- kayu kayu untuk membangun rumah
Saleng Tebulo -- jenis kayu untuk membuat sampan