Televisi menyiarkan berita tentang kemarahan warga di area dekat kampusnya.Â
Warga kota kecewa. Pohon pohon rindang di sepanjang jalan kampusnya ditebangi. Mural di atas trotoar juga dibongkar.Â
Rupanya pemerintah kotanya sedang membangun kembali trotoar di sepanjang jalan kampusnya.Â
Pohon tua dibongkar hendak dipindahkan. Bahkan sebahian lain ditebangi. Juga trotoar lama, berikut mural favoritnya dibongkar.Â
Pantas semalam ia tak bisa temukan pohon Trembesi besar tempat ia memarkir motornya. Juga, ia tak menemukan mural di atas trotoir di depan warung kopi tempat ia berjanji bertemu Sri.
Ini membuat Adimas marah dan penasaran.
Selain telah merusak pohon dan trotoar kenangannya, pemerintah kota telah membuat ia kehilangan motornya. Bukan itu saja. Pemerintah kota merusak mimpinya tentang kota yang rindang bersejarah. Dan, yang paling mengerikan, pemerintah kotapun telah menghancurkan kisah percintaannya dengan Sri.
Memang kesialan sering datangnya beruntun pada orang yang sama.Â
Menemukan dan menanam pohon rindang untuk parkir motornya akan perlu waktu. Mural di atas trotoar mungkin bisa dibuat lagi nanti, meski kenangan yang tersisa jadi berbeda. Namun, menemukan perempuan yang ia cintai sekelas jatuh cintanya pada Sri adalah tak gampang dan nyaris tak mungkin terjadi dua kali.Â
"Sial. Tuntas sudah", Adimas mengumpat.
Adimas terduduk di kursi kerja di ruang tamunya. Ia akhirnya kembali ke kebiasaan menulis puisi. Ini puisi pendek untuk Sri. Ia tak perduli Sri akan membacanya atau tidak. Ia kirim puisi itu via WA.Â