Aku tak bertanya apa apa. Aku berdiri mengambil minuman dingin di kulkas dan memberikan kepadanya.Â
"Mereka mengatakan dan memerintahkan saya untuk membunuhmu, dokter", Jimmy berkata cepat seperti takut keberaniannya hilang.Â
Aku terdiam. Aku bisa saja memencet bell di bawah meja. Bel yang disediakan rumah sakit sebagai prosedur standar pada kondisi darurat. Namun aku merasa tak memerlukannya saat ini. Jimmy tampak tenang.
"Apakah pak Jimmy akan mendengarkan dan mengikuti suara suara itu?", tanyaku.
Jimmy memandangku dalam dalam. Ia diam cukup lama. Seperti tak siap menjawab pertanyaanku. Ia berkata "Saya rasa tidak".
Aku melihat wajahnya lebih cerah dibandingkan ketika ia memasuki ruang.Â
Ini kesempatan baik untuk bertanya lebih banyak, tapi aku memilih diam.Â
Aku berdiri ke rak minum dan menyodorkan segelas air dingin. Â
Jimmy mengambil gelas yang kusodorkan dan meminum habis air itu.Â
"Mereka bersuara terus. Menguntit saya. Â Seperti melihat dan meneropong ke manapun saya pergi", akhirnya ia memulai.Â
" Suara itu banyak. Dari suara orang orang berbeda beda. Bising. Pesannya ada dua. Pertama, saya harus pecat orang orang baik itu. Kedua, saya harus bunuh dokter".