Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mampukah Survei Litbang Kompas Memotret, Ketika Publik Buta Isi UU KPK?

17 September 2019   18:10 Diperbarui: 19 September 2019   16:00 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Petidi Change.org

Memang perlu detil. Kalau hanya bergantung pada jawaban setuju, tidak setuju dan tidak tahu saja, saya rasa itu berisiko. 

Banyak pihak tidak memahami substansi UU KPK yang lama, dan tidak paham pula 7 aspek yang direkomendasikan DPR untuk direvisi. Bahkan, Surpres yang disampaikan Presiden Jokowi saja ditemukan merespons hal yang tidak diusulkan oleh DPR. Ini dicatat oleh ICW dan MTI. 

Lha keluarga saya dan sahabat saya yang terpelajar dan sekolah S2 saja tidak paham apa itu UU KPK, isinya apa, dan mengapa kok diributkan.

Apa yang membuat Survei tak mampu potret situasi sebenarnya?

Tidak selamanya survei mampu menjelaskan situasi yang ada.

Survei tidak menjelaskan apa adanya ketika:

  • Responden ingin nampak seakan tahu masalah dan memberikan jawaban yang dikehendaki publik. Apalagi bila itu merupakan pandangan orang atau lembaga yang menjadi idolanya. Jokowi memenangkan Pilpres. Idolanya banyak. Kalau Jokowi sudah bertekad revisi UU KPK, idola mau bilang apa? 
  • Responden tak mau menjawab hal yang sensitif. Revisi UU KPK ini memang sangat sensitif. Kita melihat begitu banyak demo, juga ada isu radikalisme di dalam tubuh KPK, pimpinan KPK mundur. Ini isu sensitif
  • Responden ingin menjawab sesuatu yang mereka asumsikan lembaga peneliti ingin jawabannya
  • Responden tidak tahu subyek yang diteliti. Ini kental sekali nampak dalam banyak media. 

Mohon lihat pada pustaka untuk sumber acuan saya. 

Apa Lagi yang Mestinya Bisa Dilakukan Litbang Kompas?

Selain menerangkan kekuatan survei, yaitu bisa menjawab cepat serangkaian jajak pendapat, Litbang Kompas semestinya memberikan penjelasan apa kekurangannya. Bahwa ini gambaran umum.  Mungkin perlu studi lain untuk bisa menerangkan.  Dan lain lain. 

Selanjutnya, Litbang Kompas bisa membandingkan dengan temuan umum di antar warga. Bisa dilihat dari mereka yang demo pro revisi. Lha video menunjukkan bahwa mereka tak paham.

Kita bisa cek juga: 

  • Studi lain sebagai acuan konteks yang telah ada. Indeks Persepsi Korupsi atau CPI dipakai di banyak negara dan memotret persepsi masyarakat tentang adanya korupsi di negara masing masing. Indeks yang naik atau turun akan menggambarkan situasi dan pola umum. CPI sendiri disusun berdasar laporan laporan studi yang ada. Juga, adakah studi lain yang dibuat lembaga lembaga yang bergerak di isu anti korupsi? Baca laporan ICW. Juga Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI). Juga buka laporan PSHK. 
  • Lalu, sebetulnya Litbang Kompas bisa menggunakan informasi, deklarasi dari civitas academia dan guru besar dan dosen itu bukan informasi penting, yang secara kualitatif bisa diambil kesimpulannya. Lha itu informasinya panjang. Mereka juga tanda tangan. Jangan jangan kalau kita hidung secara kuantitatif, jumlah sampel yang deklarasi lebih banyak dari yang diikutsertakan dalam survei Litbang Kompas.
  • Nah, saya malah memiliki data yang bisa dipergunakan untuk melengkapi. Saya tidak bisa tampilkan semua, mengingat perlunya waktu. Namun, saya bisa membuat analisis dari tanggapan mereka yang membuat petisi dan menjawab alasan mengapa mereka membuat petisi. Kalau ada waktu saya akan buat tabulasi dari informasi itu. Jawaban jawaban itu ada yang cukup jelas dan mengelaborasi, dan ada pula yang hanya merupakan pengulangan. Namun, setidaknya, kita bisa memiliki beberapa argumentasi pembanding. Apalagi ini dilakukan sebagai pertanyaan terbuka, sehingga jawabannya lebih luas dan beragam pula. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun