Dipercaya, kata "daya" sendiri serumpun dengan misalnya kata "raya" dalam nama "Toraya" yang berarti "orang (di) atas, orang hulu". Berdasarkan bukti-bukti arkeologis yang ditemukan di Gua Niah (Sarawak) dan Gua Babi (Kalimantan Selatan), penghuni pertama Kalimantan memiliki ciri-ciri Austro-Melanesia, dengan proporsi tulang kerangka yang lebih besar dibandingkan dengan penghuni Kalimantan masa kini. (id.wikipedia.org).
Dalam hal suku bangsa, Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokkan masyarakat yang ada di Kalimantan menjadi tiga, yaitu masyarakat suku Banjar, suku Dayak (terdiri dari 6 suku utama dari 258 suku bangsa) dan suku Kalimantan lainnya (non Dayak dan non Banjar).Â
Adapun enam rumpun suku Dayak adalah rumpun Iban, rumpun Apokayan atau Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau, Murut, Ot Fanum-Ngaju dan Rumpun Punan. Namun dari penelitian ahli bahasa, terdapat 5 kelompok bahasa yang dituturkan di pulai Kalimantan.
Sejarah mencatat bahwa budaya hulu, budaya masyarakat Dayak adalah Budaya maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya.
Dari obrolan dengan pak Marius Gunawan, dan dari tulisan yang saya baca dan wawancara nara sumber tentang adat Dayak, saya mencatat bahwa apa yang terkandung dalam nama yang diberikan kepada anak di kalangan masyarakat dan suku Dayak mengikuti kenangan yang ada pada lini waktu budaya dan sosial masyarakat. Namun demikian, apa yang terjadi di suku yang satu berbeda dengan praktik yang ada di suku yang lain.
Sebetulnya saya berharap munculnya tulisan tulisan tentang Dayak yang ditulis oleh Kompasianer dari Kalimantan. Ini mengurangi kemungkinan salah paham. Pada tahun 2013 terdapat tulisan 'Saya adalah Dayak' oleh seorang Kompasianer di tautan ini . Â
Juga terdapat tulisan di sini. Karena saya bukan orang Dayak, saya kuatir bila apa yang saya tulis salah dan akan menimbilkan masalah. Namun, bukanlah saya bila tidak nekad. :)Â
Pemberian nama seseorang diambil dari bahasa Dayak, juga nama-nama orang asing, dan dari kitab suci agama Katolik, serta nama orang lain yang membawa kenangan. Namun, pada dasarnya, nama bukan hanya dipakai untuk alat berkomunikasi.Â
Nama yang diberikan mengandung suatu makna dan maksud, harapan-harapan, dan citacita yang ingin dicapai oleh si anak, serta berdasarkan kejadian yang pernah dialami oleh orang tuanya ataupun yang lainnya.
Sejarah mencatat bahwa setiap komunitas di dunia ini memiliki masa lalu. Ini seperti yang disampaikan oleh Robert N. Bellah, bahwa suatu komunitas ditentukan oleh apa yang terjadi di masa lalu mereka, yang ada dalam ingat atau memori kolektif masyarakat.
Di kalangan suku Dayak tertentu, misalnya suku Tinying, penyebutan nama kepada orang yang lebih tua akan didahului dengan awalan Mang, Mah, atau Pak yang artinya bapak dari diikuti nama anak tertua. Ini untuk laki laki. Untuk perempuan, awalan Mak yang artinya ibu dan diikuti nama anak tertua, atau Nek yang diikuti biasanya dengan nama gelar karena perilakunya.