Pertemuan kami dengan warga Teluk Sumbang baru bisa kami lakukan jam 10.00 pagi. Artinya, kami dapat memanfaatkan waktu yang ada. Kami bersama tim mengikuti perahu tim Akuo yang mengembangkan eko wisata laut, sebagai bagian dari proyek mereka. Kami patungan untuk bisa menyewa perahu. Beberapa teman 'snorgling'. Saya cukup duduk di dalam perahu. Mata saya yang menggunakan 'soft lens' minus tujuh dan tidak membawa 'soft lense' pengganti tidak memungkinkan untuk seperti mereka. Â Hari hari kami masih panjang untuk berada di wilayah Berau. Bisa bisa, nantinya saya harus dituntun untuk berjalan. Â
Perahu kami melewati air yang jernih kebiruan. Pasir putih. Dan penyu penyu berkejaran berenang di bawah perahu. Pohon nyiur berjejer, sebagiannya melengkung. Satu lagi keindahan Teluk Sumbang yang saya kagumi. Kami antusias mendapat kabar seringnya ikan paus bermain dengan para penyelam.Tak apa kami tak bertemu dengannya, yang penting ikan paus tidak punah karena tergusur oleh banyaknya wisatawan yang mungkin akan terus hadir di masa masa datang.Â
Ternyata tidak jauh, hanya 500 meter, jarak dari rumah panggung tempat kami menginap ke wilayah rumah warga Dayak Basap. Udara di wilayah perumahan warga Dayak Basap masih sejuk pagi itu. Rumah rumah yang ada pada umumnya terbuat dari kayu 'Bale Sapoklit". Rumah yang sederhana. Â Memang nampak terdapat sembilan rumah berbahan material batako dan bersemen serta beratap seng. Orang menyebutnya rumah batu. Rumah itu adalah bantuan dari Dinas Sosial bagi warga. Ini merupakan program Kementrian Sosial yang telah ada sejak lama.Â
Masyarakat warga Dayak Basap sangatlah bergantung pada alam. Mereka hidup dari padi, sayur dan buah buahan yang tumbuh liar di hutan sekitar Teluk Sumbang. Hampir semua kebutuhan hidup berasal dari hutan. Sementara perempuan bekerja di hutan dan kebun, laki laki menjerat musang dan babi untuk lauk. Untuk kelompok Muslim, mereka menangkap rusa.Â
Di perkampungan ini, kami menemui Ibu Hartinah, satu dari lima perempuan Dayak Basap yang menganyam bahan rotan menjadi tas cantik. Rotan rotan itu dibuat tas tas dan keranjang cantik. Sangat halus. Sayang sekali, saat itu Ibu Hartinah tidak memiliki banyak persediaan tas dan keranjang yang sudah siap jadi. Namun kami beruntung menyaksikan Ibu Hartinah mendemonstrasikan cara pembuatan tas yang ada. Wah, karya seni yang luar biasa halus dan memerlukan ketelitian. Proses yang ditunjukkan Ibu Hartinah membuat saya sulit membayangkan. Bila tidak membuat anyaman, rotan dijual Rp 50 ribu seonggok yang dikumpulkan sehari penuh. Bila dibuat tas rotan memang memerlukan waktu lama, namun ibu ibu dapat menjualnya dengan Rp 500.000 sebuahnya. Itupun saya kira tidak memberi kecukupan nafkah bagi perempuan perempuan suku Dayak Basap karena satu tas dikerjakan hampir sekitar 4 sampai 5 hari kerja. Harga Rp 500.000 adalah harga yang seharusnya tidak boleh ditawar lagi. Itu kami pahami sebagai sesama pekerja. Walau sering beberapa kawan tega menitipkan uang untuk membeli tas dan keranjang itu dengan pesan 'tolong ditawar'. Sadis itu.Â
Di pasar yang lebih dewasa di Jakarta dan di kalangan pembeli yang memahami seni anyaman, misalnya, saya rasa tas dan keranjang seperti karya ibu ibu warga Dayak Basap dapat dihargai lebih baik, di atas Rp 1,5 juta. Khususnya bila tas dan keranjang telah diberi 'lining' pelapis kain di dalamnya dan peganggannya diganti kulit atau kain pelapis agar lebih nyaman di tangan dan lebih kuat pula. Saya jadi ingat apa yang dikerjakan 'Du Anyam', sekelompok perempuan muda yang bekerja dengan penganyam di Flores dan membantu ekspor anyaman untuk memberdayakan perempuan perempuan di Flores tersebut. Perempuan perempuan yang masih memiliki persoalan kesehatan reproduksi digerakkan dalam bentuk kelompok untuk bisa mandiri secara ekonomi, dan amemecahkan persoalan sosialnya.Â
Mbak Nita menerangkan bahwa ibu ibu menanam sayuran tanpa pupuk buatan. Selain jarak jauh dari kota membuat akses mereka pada pembagian pupuk terbatas, ibu ibu ini memang lebih terbiasa dengan tumbuhnya tanaman secara alami. Ibu ibu memanfaatkan semua vegetasi yang ada. Mulai dari akar sampai daun pohon. Pengetahuan mereka akan tanaman sekitarnya mengajarkan kita akan manfaat daun daun untuk kesehatan dan untuk pangan.