Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tidur di Bawah Bintang Teluk Sumbang dan Kegalauan pada Nasib Suku Dayak Basap

5 Februari 2019   12:30 Diperbarui: 5 Februari 2019   18:19 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu Haryati dan anyaman rotan (Dokpri)

Tak ada yang disia-siakan dari hasil alam Teluk Sumbang. Mulai dari akar sampai daun pohon, semua bermanfaat. Bahkan, untuk kesehatan, warga Dayak Basap juga mengandalkan hasil alam. Misalnya, akar akaran kuning dikenal sebagai obat aneka penyakit, seperti kolesterol, alat pencernaan hingga kanker.  Banyak pohon lain yang disebutkan dapat menjadi obat. Kulit pohon Kayu Jawa sering dimanfaatkan untuk obat luka luar. Obat obatan itu selain diberikan kepada manusia juga diberikan kepada ternak, baik kambing maupun sapi.

Setelah obrolan ke sana kemari tentang keindahan desa dan teluk, tibalah kegaulaun itu. Hiruk pikuk pembangunan jalan selebar 6 meter yang memotong hutan kami temui sepanjang perjalanan dari Biduk Biduk ke Teluk Sumbang. Masyarakat memberitakan akan berdirinya pabrik semen. Ibu ibu mengeluhkan makin sulitnya air karena air menjadi keruh setelah bercampur dengan kars gamping. Ini membuat turbin penyedot air tersumbat.  Rusaknya hulu sungai pada kawasan Sangkulirang-Mangkalihat ini tentu akan menyebabkan kerusakan di sisi hilir juga.

Jalanan Menerobos Hutan (dokpri)
Jalanan Menerobos Hutan (dokpri)
Di siang hari, setelah mengadakan pertemuan dengan warga dan ibu ibu dari Suku Basap, kami bertemu warga lain di gedung SD Teluk Sumbang. Gedung SD ini rupa rupanya adalah satu satunya gedung pertemuan yang bisa kami pakai. Isu pendidikan warga masih masalah. Warga harus ke Biduk Biduk, ibu kota kecamatan untuk bersekolah SMP atau SMA. Artinya, mereka harus mengendarai kendaraan sejauh sektiar 1,5 sampai 2 jam perjalanan. Saya menghitung berapa biaya anak untuk bersekolah ke SMP di Kecamatan Biduk Biduk. Biaya bahan bakar motor, uang jajan, dan biaya karena risiko kecelakaan di jalan ada di hitungan di kepala saya.

Hari beranjak sore dan kami harus kembali ke Tanjung Redeb, ibu kota Berau. Tujuh jam lamanya kami terguncang dalam kendaraan menuju Berau. Kami melihat kembali jalanan yang sedang dibangun untuk pabrik semen. Sempat kami berhenti dan balik ke lokasi yang jaraknya masih 2 jam dari Tangjung Redeb, ketika satu kendaraan dari tim kami mogok. Saat itu sudah jam 22.00 malam. Mobil akhirnya ditinggalkan di tengah jalan atau hutan tepatnya. 

Tibalah kami di hotel yang kami tuju di Tanjung Redeb. Jam menunjukkan jam 12.30. Sambil menunggu petugas hotel mempersiapkan kamar yang kami pesan. Waktu menanti itu membuat mata saya sempat tercengang mendengar seorang perempuan cantik berpakaian terbuka dan berdandan tidak biasa yang berdiri dengan seorang laki laki di sebelah saya. 

Saya tidak harus bercuriga. Namun beberapa rekan laki laki dalam satu tim (yang nampaknya ahli) melihat hal ini sebagai simptom pekerja di wilayah 'tua'. Mereka mendaftar dengan KTP si perempuan. Ini agak janggal. Sementara sang laki laki yang berpakain rapi berdiri agak berjarak tak acuh, tidak terlibat dalam percakapan dengan petugas hotel. Bahkan, seakan laki laki tersebut tidak mengenal perempuan yang sibuk mendaftar di meja resepsionis. 

Petugas hotel merekonfirmasi alamat si perempuan dengan suara yang dapat kami dengar. Dari Teluk Sumbang, katanya. Saya dan tim saling bertatap mata. Tujuh jam jauhnya dari desa itu ke Tanjung Redeb. Rasanya apa yang kami duga cukup dekat dengan analisis situasi yang ada. Pada situasi terdapat pembangunan konstruksi jalan jalan yang membuka hutan, persoalan sosial semacam ini sering mengemuka. Adanya kehilangan hutan karena dibeli untuk kebun kelapa sawit atau pabrik semen membuat akses mata pencaharian masyarakat hutan hilang atau berkurang. Solusi untuk bertahan sering dibuat, antara lain dengan mengakses pekerjaan di kota.

Malam makin tua. Saya masih membuat catatan perjalanan, karena takut terlupa. Pembukaan akses jalan dan pemasangan listrik akan membawa harapan masyarakat untuk dapat melakukan kegiatan ekonomi dengan lebih baik. Anyaman perempuan perempuan dari suku Basap dapat dilakukan juga kapan saja. Ikan ikan dapat diproses dengan bantuan listrik. Ada pula merica untuk dikembangkan dan mungkin dikemas dengan bantuan alat pres listrik. 

Tapi bagi saya, kegalauan lebih kuat pada dampak dampak sampingan dari dibukanya jalan. Hutan yang terpotong (tergunduli) untuk jalan. Konversi tanah hutan menjadi kebun sawit. Pembukaan pabrik semen. Semuanya ini membawa cerita panjang untuk kehidupan masyarakat asli. Pembangunan jalan yang besar besaran dan industri semen serta kebun sawit itu juga memicu munculnya warung remang remang dan warung karaoke. Saya kira tidak hanya itu saja. 

Uang kompensasi tanah hutan yang kemudian menjadi kebun sawit sering kali mendatangkan rejeki dadakan, uang banyak. Tanpa literasi keuangan yang memadai, penggunaan uang banyak ini seringkali untuk hal yang bukan bagi kebutuhan keluarga. Ada 'uang laki laki' yang penggunaannya antara lain untuk rokok, juga untuk keperluan hiburan lainnya. Minuman keras, dan bukan tidak mungkin untuk wanita.  Ini sering membawa keresahan dan penyakit sosial (dan penyakit menular lainnya, tentunya). 

Pembuat peraturan penggunaan hutan adalah di tingkat pemerintahan pusat di Kementrian Kehutanan dan Lingkungan. Namun, penguasa dan pengambil keputusan atas dibukanya pabrik semen, kebun sawit dan investasi lain ada di tangan Bupati dan Gubernur. Di sini, ada yang salah. Bagaimana mungkin anomali kebijakan terjaidi untuk urusan sepenting hutan, keperluan masyarakat  adat dan lomba investasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun