Mohon tunggu...
LEXPress
LEXPress Mohon Tunggu... Mahasiswa - Biro Jurnalistik LK2 FHUI

LEXPress merupakan progam kerja yang dibawahi oleh Biro Jurnalistik LK2 FHUI. LEXPress mengulas berita-berita terkini yang kemudian diunggah ke internet melalui media sosial resmi milik LK2 FHUI.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hari Anak Nasional: Selayang Pandang Kekerasan Anak di Indonesia

23 Juli 2022   08:40 Diperbarui: 23 Juli 2022   08:44 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

    Setiap tahunnya, tanggal 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional di Indonesia. Penetapan tanggal tersebut didasarkan atas Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1984 tanggal 19 Juli 1984. Hari Anak Nasional merupakan momentum penting untuk meningkatkan kepedulian dan mengajak masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam rangka memenuhi hak-hak anak. Peringatan ini bertujuan sebagai bentuk penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak yang memiliki peran sebagai generasi penerus bangsa (KemenPPPA, 2022).

 

Sejarah Hari Anak Nasional

        Ditetapkannya tanggal 23 Juli sebagai Hari Anak Nasional tidak lepas dari perjalanan panjang di baliknya. Hari Anak Nasional sempat mengalami beberapa kali perubahan tanggal karena berbagai alasan, seperti alasan praktis, pemaknaan historis, hingga pergantian rezim (Danang, 2020). Peringatan Hari Anak Nasional bermula dari gagasan Kongres Wanita Indonesia (Kowani) untuk memperingati Hari Kanak-Kanak. Pada tahun 1951, dari gagasan tersebut disepakatilah Pekan Kanak-Kanak yang diperingati pada tanggal 18 Mei 1952 di depan Istana Merdeka. Namun pada tahun 1953 di Bandung, Kowani mengubah peringatan Pekan Kanak-Kanak menjadi tanggal 1 – 3 Juli agar dapat menyesuaikan libur sekolah anak. Perubahan tersebut kemudian disepakati oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

        Pada tahun 1959, pemerintah mengubah tanggal peringatan Pekan Kanak-Kanak menjadi tanggal 1 – 3 Juni agar bertepatan dengan Hari Anak Internasional. Perubahan ini berdasarkan saran Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) yang memperingati Hari Anak Internasional pada tanggal 1 Juni sesuai dengan kesepakatan Woman's International Democratic Federation (WIDF). Pada Kongres ke-13 Kowani tanggal 24 – 28 Juni 1964 di Jakarta, peringatan Pekan Kanak-Kanak diperpanjang menjadi tanggal 1 – 6 Juni sebagai bentuk penghormatan terhadap hari lahir presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno yang jatuh pada tanggal 6 Juni. Pada perayaan tanggal 1 – 6 Juni 1965 ini, nama Pekan Kanak-Kanak juga diubah menjadi Hari Kanak-Kanak Nasional.

        Tahun 1967, memasuki awal masa pemerintahan Presiden Soeharto, beberapa kebijakan di era Orde Lama dihapuskan dan diganti yang baru, termasuk tanggal peringatan Hari Kanak-Kanak Nasional. Pada tanggal 30 Mei 1967, dewan pimpinan Kowani mencabut tanggal 6 Juni sebagai peringatan Hari Kanak-Kanak Nasional dan mengubah kembali namanya menjadi Pekan Kanak-Kanak. Di tahun yang sama, tepatnya tanggal 3 Juni 1967, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Sarino Mangunpranoto menetapkan Hari Kanak-Kanak pada tanggal 18 Agustus bertepatan dengan pengesahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Oleh karena terdapat beberapa pihak yang tidak setuju, maka Kowani dan Gabungan Taman Kanak-Kanak Indonesia mengusulkan dan menetapkan Hari Kanak-Kanak Nasional pada tanggal 17 Juni. Melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tertanggal 17 Juni 1971 Nomor 0115/1971, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan tanggal 17 Juni sebagai Hari Kanak-Kanak Indonesia menggantikan perayaan sebelumnya di tanggal 18 Agustus (Danang, 2020).

        Pada tahun 1980-an, pemerintahan Orde Baru mengubah istilah Hari Kanak-Kanak Nasional menjadi Hari Anak Nasional. Hal tersebut juga turut diperlihatkan dengan rencana pembangunan Istana Anak-Anak Taman Mini Indonesia Indah (TMII) sebagai tempat penyelenggaraan Hari Anak Nasional. Dalam perkembangannya, penetapan tanggal 17 Juni sebagai Hari Anak Nasional memunculkan pertanyaan bagi beberapa pihak karena dinilai tidak memiliki makna historis dibaliknya. Akhirnya, pada tahun 1984, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Prof. Dr. Nugroho Notosutanto mengubah dan menetapkan Hari Anak Nasional jatuh pada tanggal 23 Juli. Tanggal tersebut dianggap penting karena bertepatan dengan ditetapkannya Undang-undang Kesejahteraan RI Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Selain itu, penetapan tanggal 23 Juli sebagai Hari Anak Nasional juga diperkuat dengan ditandatanganinya Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1984 tentang Hari Anak Nasional oleh Presiden Soeharto pada 19 Juli 1984 di Jakarta.

 

Peringatan Hari Anak Nasional 2022

        Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA RI) mengadakan berbagai macam kegiatan dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional yang jatuh pada tanggal 23 Juli setiap tahunnya. Pada peringatan Hari Anak Nasional 2022 ini, KemenPPPA mengangkat tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” dengan tagline #PeduliPascaPandemiCOVID19, #AnakTangguhPascaPandemiCOVID19, dan #AnakTangguhIndonesiaLestari. Tema tersebut diambil berdasarkan keadaan pasca pandemi saat ini, di mana terdapat berbagai tantangan dalam penyesuaian kembali anak dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan diangkatnya tema tersebut, diharapkan dapat menjadi motivasi bagi berbagai pihak untuk tetap memberikan kepedulian kepada anak-anak Indonesia, serta memastikan hak anak dan perlindungan khusus anak tetap terpenuhi pada pasca pandemi COVID-19 ini.

        Melansir dari Buku Pedoman Hari Anak Nasional 2022 yang dikeluarkan oleh KemenPPPA, telah terdapat susunan rangkaian kegiatan yang akan diselenggarakan pada peringatan tersebut. Berbagai kegiatan tersebut diantaranya adalah acara webinar dengan beberapa tema, challenge video pendek, lomba penulisan artikel, bakti sosial, dan acara puncak yang akan diselenggarakan secara hybrid di Taman Teijsmann Kebun Raya Bogor.

        Selain bertujuan sebagai bentuk penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak, peringatan Hari Anak Nasional 2022 ini juga memiliki beberapa tujuan khusus. Dengan diperingatinya Hari Anak Nasional, diharapkan dapat memberikan pemahaman bahwa anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus diberi pembekalan dan pembinaan agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang sadar akan hak, kewajiban, serta tanggung jawab mereka. Hari Anak Nasional ini juga bertujuan mendorong berbagai pihak untuk berperan secara aktif dalam pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak dan mendorong terwujudnya Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030. Selain itu, tujuan lain dari acara ini yakni untuk meningkatkan peran keluarga dalam pengasuhan positif dan memastikan anak tetap mendapatkan hak-haknya di masa pasca pandemi COVID-19 agar dapat mencegah dan menurunkan angka kekerasan terhadap anak, pekerja anak, serta perkawinan di usia anak.

 

Apa Saja Hak-Hak Anak?

        Sebagaimana disebutkan bahwa tujuan dari peringatan Hari Anak Nasional adalah untuk pemenuhan hak anak, perlu rasanya untuk mengetahui apa saja hak-hak yang dimiliki oleh anak. Melansir dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenko PMK RI), hak-hak anak terdiri dari hak atas lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya, serta perlindungan khusus anak.

        Lebih lanjut, hak-hak anak juga tercantum dalam Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang disahkan pada tahun 1989 dan telah ditandatangani oleh Indonesia pada tanggal 26 Januari 1990 (Anjani, 2021). Indonesia juga telah meratifikasi konvensi tersebut melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak). Pada konvensi tersebut, terdapat 10 hak anak yang terdiri dari;

1.  Hak memiliki nama atau identitas;

2.  Hak atas status kebangsaan;

3.  Hak atas persamaan dan non diskriminasi;

4.  Hak atas perlindungan;

5.  Hak memperoleh makanan;

6.  Hak pendidikan;

7.  Hak bermain;

8.  Hak rekreasi;

9.  Hak atas kesehatan; dan

10.  Hak untuk berperan dalam pembangunan.

 

Hak Anak Dilanggar: Kekerasan Terhadap Anak Masih Marak Terjadi

        Telah 32 tahun sejak Indonesia meratifikasi Konvensi Hak Anak, tetapi nyatanya, pelanggaran hak anak masih kerap terjadi, salah satunya kekerasan terhadap anak. Berdasarkan data pemerintah, tercatat sebanyak 54.366 anak korban kekerasan dari tahun 2016 – 2020, dengan rincian sebanyak 37.435 korban merupakan anak perempuan dan 16.931 merupakan anak laki-laki (CNN Indonesia, 2022). Melansir dari data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), per tanggal 19 Juli 2022, tercatat sebanyak 12.704 kasus kekerasan dengan korban anak mendominasi sebanyak 56.6%.

        Kasus kekerasan terhadap anak tidak terbatas pada kekerasan fisik, tetapi juga mencakup kekerasan psikis (emosional), kekerasan seksual, kekerasan dalam bentuk penelantaran, dan eksploitasi (Kompas.com, 2022). Pertengahan Mei 2021 lalu, terdapat kasus kekerasan seksual terhadap anak di Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) (Kompas.com, 2022). Ironisnya, pelaku dari kasus tersebut merupakan pendiri dari sekolah itu sendiri yang berinisial JE. Korban dari kasus tersebut tidak hanya satu, melainkan 21 korban yang melapor, di mana para korban mendapat perlakuan seksual tersebut saat masih berada di bangku sekolah.

        Selain kasus kekerasan terhadap anak yang pelakunya merupakan orang dewasa, tidak jarang terdapat kasus kekerasan terhadap anak di mana pelakunya juga merupakan anak. Akhir-akhir ini, terdapat salah satu kasus kekerasan anak di Serpong, Tangerang Selatan yang pelakunya juga masih di bawah umur (Siregar, 2022). Korban yang berumur 16 tahun tersebut tidak hanya mengalami luka fisik, tetapi juga psikis. Pasalnya, perbuatan yang dialami korban dapat meninggalkan trauma yang akan berdampak pada psikis korban. Diketahui bahwa korban menerima berbagai tindak kekerasan dari para pelaku, seperti lidah korban disundut dengan rokok yang masih menyala, tangan kiri korban ditempeli obeng panas sebanyak dua kali, serta korban juga diancam akan ditusuk menggunakan pisau dan diusir oleh pelaku dengan ditendang.

        Kasus-kasus tersebut hanyalah dua dari banyaknya kasus kekerasan yang menimpa anak. Kasus kekerasan terhadap anak layaknya fenomena gunung es, banyaknya kasus yang terdata saat ini hanyalah sebagian kecil dari apa yang nyatanya terjadi.

 

Peraturan Mengenai Kekerasan Terhadap Anak

        Sejatinya, telah terdapat beberapa regulasi yang mengatur perlindungan anak. Seperti yang telah disebutkan di atas, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child. Selain itu, terdapat pula Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perubahan tersebut berusaha mempertegas pemberatan sanksi pidana dan denda terhadap pelaku kejahatan anak, terutama kejahatan seksual (Yoniarto, 2020).

`       Pemerintah juga menetapkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. Secara khusus, aturan mengenai tindak kekerasan terhadap anak terdapat pada Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, pada angka (1) dinyatakan bahwa  setiap orang yang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap anak dikenakan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda maksimal Rp72.000.000,00.

        Selain itu, dalam rangka melindungi anak dari kekerasan dan diskriminasi, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (Stranas PKTA) yang ditandatangani pada Jumat, 15 Juli 2022 (Erwanti, 2022). Peraturan ini diterbitkan karena kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia masih tinggi sehingga diperlukan peraturan yang dapat berlaku secara optimal. Diharapkan dengan diterbitkannya peraturan ini dapat menjamin adanya ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang dapat menghapus, mencegah, dan menangani segala bentuk kekerasan terhadap anak.

Upaya Pemerintah Cegah Kekerasan Terhadap Anak

Selain membuat peringatan Hari Anak Nasional dan membentuk berbagai regulasi tentang kekerasan terhadap anak, pemerintah juga telah mencanangkan beberapa program dalam rangka mengoptimalkan pencegahan kekerasan terhadap anak. Berdasarkan data daftar program unuggulan KemenPPA tahun 2016, terdapat beberapa program yang secara spesifik dibentuk untuk perlindungan anak, seperti Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) dan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM).

KLA merupakan program yang secara khusus bertujuan membangun inisiatif pemerintah kabupaten/kota untuk mentransformasikan Konvensi Hak Anak dari kerangka hukum ke dalam bentuk kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang berbasis hak anak untuk menjamin terpenuhinya hak dan perlindungan anak pada suatu wilayah kabupaten/kota (KemenPPPA, 2016). Sedangkan PATBM merupakan sebuah gerakan dari kelompok warga yang berinisiatif melakukan upaya pencegahan dengan membangun kesadaran masyarakat untuk mengubah pemahaman, sikap, dan perilaku agar tujuan perlindungan anak dapat tercapai (KemenPPPA, 2016).

Lebih lanjut, pemerintah juga telah menginisiasi Sekolah Ramah Anak (SRA) dalam rangka pemenuhan hak-hak anak. SRA sendiri merupakan program yang bertujuan untuk mewujudkan satuan pendidikan yang aman, bersih, sehat, peduli, dan berbudaya lingkungan hidup yang mampu menjamin, memenuhi, serta menghargai hak-hak anak dan perlindungan anak, salah satunya perlindungan anak dari kekerasan (KemenPPPA, 2015). SRA juga diharapkan dapat mendukung anak untuk berpartisipasi dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran, dan pengawasan satuan pendidikan.

Peringatan Hari Anak Nasional 2022 ini bukanlah sekadar perayaan belaka, melainkan terdapat makna dalam dibaliknya. Hari Anak Nasional yang diperingati setiap tahunnya pada tanggal 23 Juli ini merupakan bentuk penyadaran kepada masyarakat mengenai pentingnya hak-hak yang dimiliki oleh anak. Sebagaimana anak merupakan generasi penerus bangsa, maka sudah seharusnya hak-hak anak dapat terjamin dan terpenuhi, serta anak juga memperoleh perlindungan. Tingginya angka kekerasan terhadap anak di Indonesia masih menunjukkan bahwa pelanggaran hak anak masih kerap terjadi. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama dari pemerintah dan masyarakat untuk dapat mewujudkan pemenuhan hak-hak anak dan perlindungan anak secara optimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun