Mohon tunggu...
Laurentia Levita Pramestanti
Laurentia Levita Pramestanti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Halo! Saya Mahasiswa S1 Manajemen yang hobi menikmati alam dan musik

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Gen Z dan Segala Usaha Melawan Stigma Buruk di Masyarakat

22 Juni 2024   23:57 Diperbarui: 24 Juni 2024   09:00 1454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Generasi Z saat ini sedang hangat di perbincangkan di kalangan HRD dan masyarakat dengan konteks negatif, mulai dari malas dan tidak punya motivasi, FOMO (Fear of Missing Out), individualis dan meterialistis, cengeng dan mudah tersinggung, hingga kurang sopan dan tidak hormat yang akhirnya membuat mereka dicap sebagai generasi lembek atau stroberi. Sebelum membahas lebih dalam, apa sih pengertian dari Gen Z itu sendiri?

Gen Z atau generasi Z merupakan generasi yang lahir pada rentang tahun 1996 hingga 2012. Gen Z merupakan generasi yang lahir usai gemerasi Y atau setelah era generasi milenial, Gen Z sebagai simbol peralihan dari generasi milennial dengan teknologi-teknologi yang makin berkembang.

Pada 2024, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat 10 juta Generasi Z menganggur, jumlah yang signifikan di mana 13 persen dari total Generasi Z di Indonesia.

Lalu sebenarnya ada masalah apa antara Gen Z dan dunia kerja?

Ternyata banyak faktor yang menyelimuti permasalahan ini mulai dari keterampilan yang tidak memenuhi syarat, ekspetasi pekerjaan yang tidak sesuai kenyataan, faktor ekonomi atau gaji yang terlalu kecil, dan bonus demografi di Indonesia sekarang ini.

Mari kita kupas satu per satu.

Ketidakcocokan antara Keterampilan dan Kebutuhan di Dunia Kerja

Dunia kerja saat ini berubah dengan cepat dengan munculnya teknologi baru dan otomasi. Gen Z yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan ini akan tertinggal dan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan.

Selain itu, setiap perusahaan saat ini tidak hanya mencari pekerja dengan hard skills yang mumpuni, tetapi juga soft skills seperti komunikasi, teamwork, dan problem solving.

Gen Z yang kurang memiliki soft skills ini akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. dari permintaan yang berubah dan diperparah banyak Gen Z yang memilih jurusan tanpa mempertimbangkan kebutuhan pasar kerja dan salah jurusan, sehingga mereka memiliki keterampilan yang tidak dibutuhkan oleh perusahaan.

Beban Kerja yang Diberikan Melebihi Job Description

Di dunia kerja dengan beban kerja yang melebihi Job Description sebenarnya sudah menjadi rahasia umum. Gen Z yang terlahir dengan kemudahan mengakses berbagai hal menyadari bahwa kehidupan dalam pekerjaan yang seperti itu menjadi masalah serius, ditambah dengan kesadaran kesehatan mental yang dimiliki Gen Z tinggi sehingga bagi mereka akan mempengaruhi produktivitas, kualitas kerja dan kehidupan pribadi para--Gen Z. Dengan keinginan bekerja sesuai Job Description maka tercetuslah harapan Work Life Balance.

Work Life Balance menurut Gen Z mencakup pekerjaan yang sesuai dengan nilai dan tujuan hidup mereka, dan mereka ingin dapat bekerja dengan cara yang fleksibel dan sesuai dengan gaya hidup mereka.

Pekerja Mendapatkan Gaji Dibawah UMR

Dikutip dari Databoks.Katadata.co.id "Menurut survei Jajak Pendapat (JakPat), mayoritas atau 64,9% responden Gen Z akan resign jika gaji tidak sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya (job description)".

Bagi Gen Z gaji yang mereka dapatkan dan dengan beban kerja yang mereka terima tidak memungkinkan untuk mendapatkan kualitas hidup yang baik di kondisi perekonomian saat ini. Ditambah tuntutan memiliki hunian tempat tinggal dan kebutuhan primer lainnya semakin membuat Gen Z mengalami peningkatan stres dan kecemasan yang akhirnya menurunkan produktivitas karyawan itu sendiri.

Pengaruh Bonus Demografi dan Jumlah Lapangan Kerja yang Tidak Sebanding.

Bonus demografi memberikan potensi untuk meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi, namun perlu ada upaya untuk meningkatkan keterampilan dan investasi agar bonus demografi dapat dimanfaatkan dengan baik.

Adanya dampak negatif bonus demografi yang sering tidak disadari, seperti membuat kesenjangan antara kebutuhan tenaga kerja dengan jumlah calon pekerja dan keterampilan yang dimiliki oleh calon pekerja, sehingga perlu adanya program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan.

Dengan tantangan yang cukup berat ini Gen Z diharuskan memiliki banyak keahlian sehingga tidak terjatuh pada jurang pengangguran yang dapat meningkatkan angka kemiskinan.

Foto: Tangkapan Layar Tiktok Vina Muliana
Foto: Tangkapan Layar Tiktok Vina Muliana

Dari semua permasalahan yang dibahas di atas, gimana sih cara agar Gen Z dan perusahaan bisa bersama-sama menyesuaikan diri di dunia kerja tapi tetap dengan gaya kerja mereka masing-masing?

Mari kita kupas satu per satu solusi yang bisa dilakukan oleh para-Gen Z dan perusahaan:

Manajemen Talenta

Manajemen Talenta merupakan strategi pengelolaan sumber daya manusia yang dirancang untuk mencari, mengelola, mengembangkan, dan mempertahankan karyawan berbakat. Karyawan yang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin di masa depan harapannya bisa mendukung pencapaian visi, misi, dan strategi organisasi dalam jangka panjang.

Manajemen talenta yang diterapkan mulai dari proses perekrutan, harapannya para calon karyawan yang sedang maupun akan mengikuti proses perekrutan di perusahaan dapat memenuhi kriteria kebutuhan perusahaan. Generasi Z bisa mengunggulkan talenta mereka seperti:

Keahlian di bidang teknologi digital

Karena Gen Z terbiasa dengan teknologi dan platform digital, memungkinkan mereka beradaptasi dengan cepat dan memanfaatkan alat digital untuk meningkatkan efisiensi dan inovasi.

Hal ini bisa membantu perusahaan dan pemimpin tetap gesit dengan mengikuti transformasi digital, dan memanfaatkan teknologi baru secara efektif.

Contoh implementasinya dengan menghasilkan konten digital yang menarik, seperti aplikasi, video, gambar, dan desain, untuk komunikasi dan pemasaran.

Pola pikir dan keterampilan. Hal ini ditandai dengan semangat kuat untuk menciptakan dampak positif oleh Generasi Z. Mereka termotivasi oleh pekerjaan yang bermakna dan memberikan kontribusi pada tujuan yang lebih besar.

Di samping itu, Gen Z mampu berprestasi dalam kerja tim, menggunakan keterampilan komunikasi mereka yang efektif melalui berbagai platform digital, dengan julukan sebagai "generasi yang paling mampu dalam menyelesaikan masalah." Sikap kolaboratif dari Gen Z mendorong untuk berbagi pengetahuan, menyelesaikan masalah secara sinergis, dan bekerja secara efisien dalam tim.

Fleksibilitas. Generasi Z menjunjung keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional. Mereka mencari perusahaan yang menawarkan fleksibilitas waktu dan tempat kerja.

Untuk di era sekarang yang mayoritas pekerjaan bisa dikerjakan dimana saja dan kapan saja memang sewajarnya untuk perusahaan bisa menawarkan fleksibilitas ini.

Hal ini juga bisa menjadi pertimbangan perusahaan untuk menerapkan bekerja secara mobile sehingga menguntungkan perusahaan dengan bisa mengurangi pengeluaran perusahaan.

Job Description

Job Description yaitu informasi mengenai tanggung jawab, tugas, kualifikasi, dan persyaratan lainnya yang diperlukan untuk sebuah posisi di perusahaan.

Selain itu, Job description membantu calon karyawan untuk memahami apa yang diharapkan dari mereka jika mereka diterima untuk posisi tersebut.

Dari sisi calon karyawan terkhusus Gen Z pencari kerja, Job Description yang dibuat oleh perusahaan menjadi pertimbangan awal ketika mereka akan melamar menjadi karyawan di perusahaan tersebut.

Pertimbangan yang paling penting ketikan mereka ingin mendaftar, karena bagi Gen Z tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang harus menyesuaikan dengan kehidupannya dan bukan sebaliknya. Gen Z ingin memiliki waktu untuk hal-hal yang penting bagi mereka, seperti keluarga, teman, dan hobi.

Dari sisi perusahaan Job Description sebagai usaha mendapatkan calon karyawan yang berkualitas dan sesuai untuk posisi yang sedang kosong, menjelaskan tugas dan syarat kualifikasi secara terperinci sangatlah penting. Untuk itu perusahaan harus membuat job description yang memenuhi bagian-bagian dari Job Description:

Nama Pekerjaan

Nama pekerjaan yang dibuat secara spesifik dan telah disesuaikan dengan tugas dan tanggung jawab yang dijalanka oleh calon karyawan dan secara umum diketahui oleh banyak kandidat.

Hal ini dikarenakan nama pekerjaan dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap tingkat tanggung jawab dan tingkat gaji yang diterima.

Deskripsi Pekerjaan

Dibuat menggunakan bahasa yang mudah dipahami sehingga bisa dengan mudah dimengerti oleh pembacanya dan tidak membingungkan.

Memberikan uraian tentang pekerjaan apa yang dikategorikan sebagai keberhasilan pekerjaan dan bagaimana posisi ini sesuai dengan perusahaan. Ini juga termasuk tanggung jawab, persyaratan pekerjaan, dan aktivitas jabatan yang membedakan dengan jabatan lainnya.

Tanggung jawab dan Wewenang

Tugas n tanggung jawab yang harus dilakukan oleh karyawan dalam posisi tertentu di perusahaan. Tugas ini biasanya dituliskan dalam bentuk poin yang ringkas, jelas, terukur, dan terkait dengan tujuan bisnis perusahaan.

Syarat Jabatan atau Kualifikasi Pendidikan dan Pengalaman. Persyaratan pendidikan dan pengalaman yang jelas dan relevan terkait suatu posisi dapat membantu perusahaan menarik pelamar yang memenuhi syarat dan meminimalkan waktu dan biaya proses perekrutan.

Key Performance Indicator (KPI)

Key Performance Indicator (KPI) merupakan alat pengukuran yang menggambarkan efektivitas perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan.

Generasi Z yang sudah menjadi karyawan di sebuah perusahaan harus bisa memenuhi standar pengukuran tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lanier (2017) dan Chillakuri (2018), karyawan Gen Z ditemukan lebih terlibat dan lebih menyukai umpan balik langsung. Gen Z suka menerima masukan dan pengakuan langsung atas pekerjaan mereka. Umpan balik yang diberikan juga diharapkan diberikan secara berkala dan dalam jangka waktu yang lebih singkat.

Para karyawan Gen Z percaya bahwa umpan balik instan memungkinkan mereka belajar dan memperbaiki kesalahan dengan cepat, memungkinkan mereka fokus pada area yang perlu diperbaiki daripada menunggu laporan akhir tahun (Chillakuri, 2018).

Untuk Gen Z, ada beberapa cara dalam memberikan umpan balik secara lebih efektif sebagai bagian dari tinjauan kinerja. Salah satunya adalah sistem penilaian kinerja yang saling terkait dengan peningkatan keterlibatan dalam pembangunan tim melalui percakapan yang lebih sering antara manajer dan bawahan, seperti yang dilakukan Deloitte melalui fitur check-in.

Studi Inc (Jenkins, 2019) menemukan bahwa 66% Gen Z lebih suka menerima masukan secara teratur dan mengharapkan pengawasan yang ramah dan tidak otoriter. Umpan balik kepada Gen Z juga dapat dilakukan melalui pendekatan coaching, mendorong mereka untuk memikirkan apa yang mereka lakukan sebagai bentuk pengembangan diri.

Kesimpulan dari pembahasan kita di atas yaitu Gen Z harus mampu membuktikan kalau keahlian dan keterampilan yang kalian miliki memang kompeten untuk bisa mengikuti arus di dunia kerja, tapi tetap perlu diingat bahwa kalian memiliki PR dalam hal sopan santun.

Untuk perusahaan di luar sana, kalian tidak perlu kawatir dalam hal merekrut karyawan Gen Z karena dimasa depan mereka inilah yang nantinya menciptakan inovasi dan membawa keberhasilan besar di perusahaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun