Mohon tunggu...
Lesterina Purba
Lesterina Purba Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Hidup hanya sebentar perbanyaklah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Entah di Mana Yuki Berada

12 Maret 2020   08:41 Diperbarui: 12 Maret 2020   11:08 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar Dokri

Yuki Naira seorang mama muda yang ditinggal pergi oleh suaminya. Yuki seorang janda beranak satu, memiliki tubuh sintal, memiliki suara merdu, wajah cantik nan rupawan, rambutnya panjang bergelombang. Yuki tambah cantik setelah kepergian suaminya.

Karena kecantikannya banyak suami orang yang meliriknya. Tak hanya itu para bronis alias brondong manis meliriknya bahkan ada yang mau mengajaknya menikah.

Yuki belum mau menikah lagi, pernikahannya yang pertama masih membekas di hati. Sakit hati masih bersarang di dadanya. Setiap lelaki sama saja, habis manis sepah di buang. Lihat yang bening dikit langsung kecantol. Huh aku benci, rutuk Yuki bila mengingat masa lalu yang kelam.

Sekarang Yuki tinggal di desa bersama kedua orang tuanya dan putri semata wayangnya. Mama muda ini juga suka menulis selain dia bekerja di kota tidak seberapa jauh dari desanya. Kantornya sekitar satu jam dari desanya. Putrinya yang bernama Lani Princessa cantik mewarisi kecantikan mamanya. Padahal masih berumur sembilan tahun lho, tapi sudah terlihat kecantikannya.
Lani suka berenang bahkan dia ikut kegiatan ekstrakurikuler renang di sekolah. Selain di sekolah Lani mengikuti private berenang. Sehingga Lani menjadi seorang atlit, sudah banyak medali di rumahnya. Yuki biarpun sibuk tetap menyempatkan bercengkrama dengan anak semata wayangnya.

"Ma, minggu depan ada lomba antar provinsi lho. Aku ikut salah satu dari kontingen sekolah. Mama datang ya," kata Lani penuh harap.
"Ok, putriku nanti Mama atur jadwal dulu di kantor. Mama usahakan pasti datang demi putriku seorang. "Ujar Yuki sambil memeluk anak semata wayangnya.

"Terima kasih mama cantik ummah, "Lani melonjak kegirangan sambil mencium pipi Mama Yuki.
"Jangan lupa jaga kesehatan dan banyak istirahat, serta vitaminnya minum ya!" Kata Mama Yuki.
"Ok, Mama siap. " Kata Lani.

Kadang ada rasa sedih melihat putrinya besar tanpa bapak. Pernah sekali-sekalinya Lani menanyakan bapaknya ketika dia berumur delapan tahun.

Lani bertanya kok bapak tidak pernah pulang? Yuki bingung harus jawab apa. Yuki hanya bilang bapaknya ada di dunia luar atau luar negeri nun jauh di sana.

Sekarang Lani sudah tidak pernah lagi bertanya-tanya tentang bapaknya. Sosok bapak diganti oleh kakeknya yang sayang padanya. Kakek dan nenek memanjakannya. Mereka senang ada cucu menemani di hari tua.

Yuki juga penyayang binatang lho. Banyak tuh kucing yang dirawat. Kadang kucing itu ketemu di jalan tidak tahu jalan pulang. Yuki dengan telaten merawatnya
Tak tega melihat mereka kelaparan di luar sana.

***
Suatu hari di kantornya, seperti biasa jika istirahat mereka satu ruangan itu mengobrol di kantin perusahaan.

"Yuki bagaimana belum ada pengganti suamimu! Sepertinya sang manajer naksir kamu." Kata Intan antusias.

"Huss dia sudah punya bini lho." Ujar Yuki mengingatkan Intan.

"Tapi benar Yuki, kemarin dia menanyakan nomor handphonemu ke aku, tapi aku bilang saja langsung ke orangnya." Kata Intan.

Ah, aku tidak mau menyakiti hati perempuan kecuali jika memang itu permintaan dari istrinya," kata Yuki.

"Ih kau ini, mana ada kali seorang istri menyuruh suaminya menikah lagi. " Kata Intan seraya tersenyum simpul.

"Nah, tuh dia benarkan, tidak mungkin ada yang mau, makanya biarkan sajalah seperti ini dulu." Kata Yuki penuh percaya diri.

"Ok deh Yuki, semoga suatu saat kau mendapatkan suami yang setia dan sayang padamu," ujar Intan mendoakan sahabatnya.

"Terima kasih Intan atas doanya, yuk kita masuk lagi, jam istirahat sudah habis. Kata Yuki mengajak Intan ke kantor lagi.

******

Yuki tak mau gegabah memilih calon suami, takut seperti dulu lagi. Lebih baik sabar dan berdoa, semoga Tuhan segera memberikan jodoh sekaligus bapak yang terbaik buat putrinya.

Yuki masih berduka setelah kepergian ibu yang tercinta. Matanya masih bengkak karena kebanyakan menangis.

Ibu sanggupkah aku bertahan hidup tanpa tempat pengaduan
Ibu duka ini kapan berlalu
Tak terasa bening ini mengalir lagi tanpa kuminta

Aku menikah hanya bertahan seumur jagung
Semua karena aku tak bisa meninggalkan Ayah yang sekarat
Suamiku egois ingin memiliki seutuhnya tanpa peduli Ayah yang sekarat
Biarlah dia pergi jika karena Ayah pilihanku

Yuki memohon suaminya agar mempertimbangkan keputusannya. Suaminya yang bernama Hermawan mengajak Yuki untuk pindah dari rumah ayahnya. Yuki menolak.

"Istriku aku sudah punya rumah tidak jauh dari tempatku bekerja. Bagaimana jika bulan depan kita pindah?" Kata Hermawan sambil memandang istrinya.

"Maaf Mas aku tidak setuju kita pergi dari rumah ini apalagi ayah kurang sehat semenjak kepergian ibu." Yuki keberatan atas permintaan suaminya mengajak pindah rumah.

"Istriku kita lebih nyaman tinggal di rumah sendiri, biarpun kecil tapi kan hasil keringatku. Aku merasa tidak mampu kalau kita terus-menerus tinggal di rumah ayah." Hermawan masih memberikan penjelasan kepada Yuki agar mau pindah rumah dari rumah ayahnya.

"Tidak Mas, aku tidak bisa pindah dari rumah ini ayah lagi sakit tidak tega meninggalkannya sendirian." Yuki tetap bersikeras.
"Bagaimana jika ayah kita ajak sekalian ke rumah baru kita?" Kata Hermawan.

" Nanti aku coba dulu bertanya kepada Ayah apakah dia setuju." Kata Yuki.

Aku tidak bisa meninggalkan Ayah tanpa siapapun di sampingnya
Aku tidak mau kehilangan yang kedua kalinya

Ayah yang mengerti aku
Biarlah aku hidup single parent
Aku tetap berjuang menerjang badai
Tetap bersekutu dengan Dia
Aku bahagia hidup sendirian

***

Suatu hari di senja bergelut dengan rintik rinai hujan. Seperti biasa ayah duduk di teras rumah sambil membaca koran. Ayah Yuki baru pulang dari Rumah Sakit beberapa hari yang lalu. Ayah Yuki terkena diabetes. Penyakitnya tambah parah setelah ditinggal pergi oleh ibu.
Kini Ayah Yuki mulai sehat kembali. Apa yang harus aku lakukan jika aku mengutarakan keinginan suamiku dalam hati Yuki. Apakah ayah nanti drop lagi. Ah aku harus tetap bicara pada Ayah. Pikiran Yuki berkecamuk bagaimana caranya agar ayah mau ikut pindah ke rumah baru.

"Ayah ada yang ingin aku katakan," Yuki sambil duduk di kursi dekat ayah duduk.

"Ada apa Nduk," kata ayah sambil menurunkan koran yang dibacanya kemudian menatap Yuki.

"Cucuku sudah pulang dari les panahnya?"

" Belum Ayah, sebentar lagi dia pulang." Ujar Yuki.

"Suamimu kok dari kemarin belum Ayah lihat, kemana dia?"

"Ini yang mau Yuki ceritakan ayah." Kata Yuki.

Mas Hermawan ingin mengajak Ayah pindah ke rumah kami yang dekat dengan tempat pekerjaannya. Apakah Ayah mau ikutan pindah?" Kata Yuki sambil memandang ayah dengan wajah penuh harap.

"Rumah ini adalah kenangan terindah dengan ibumu. Rumah ini adalah ibumu, rumah ini hangat sehangat cinta kasih ibumu. Ayah memilih tetap setia bersama ibumu di sini.

"Tapi Ayah ibu sudah pergi, tidak apa-apa kan kita pindah rumah, dan rumah ini kita kontrakan," kata Yuki masih berharap Ayah berubah pikiran.

"Ayah tidak bisa anakku, berpisah dengan rumah ini. Sudah Ayah bilang rumah ini adalah ibumu, semua kenangan ada di sini. Biarpun ibumu tiada Ayah tetap merasa dia ada di dalam rumah ini.

*******

Malam itu seperti biasa Yuki menunggu suaminya pulang. Tak terasa sudah jam sepuluh malam. Suaminya belum pulang.

Malam semakin larut, Yuki sampai ketiduran di kursi tamu ditemani nyamuk nakal. Tak terasa hari sudah pagi Yuki terbangun sambil melihat jam dinding.
Ternyata sudah subuh suaminya belum pulang. Yuki membuka handphonenya siapa tahu suaminya mengirimkan pesan lewat chat WhatsApp. Ternyata tidak ada.

Akhirnya Yuki memutuskan untuk menelepon tak ada jawaban, handphonenya mati. Ada rasa khawatir.

Sayup-sayup suara kamar ayah terdengar pintu dibuka. Yuki melamun sambil matanya menatap lewat jendela yang terbuka.

"Nduk kenapa berdiri di situ? Kamu tidur di sofa semalaman. "Hermawan tidak pulang lagi?" Kata Ayah Yuki sambil memegang pundaknya.

"Iya Ayah sudah dua malam ini dia tidak pulang.
"Sudah kamu hubungi kantornya?"

"Hari ini rencana mau Yuki ke kantornya mau menanyakan langsung kenapa dia tidak pulang."

"Yang sabar ya Nduk Ayah tetap mendukungmu walaupun apa yang terjadi nanti, tapi alangkah baiknya bicarakan baik-baik."

"Iya Ayah, terima kasih," kata Yuki masih larut dalam kesedihan.
"Ayah sholat dulu, yuk sekalian kita berjamaah."

"Ayuk Ayah."

Setelah sarapan pagi dan mengantarkan anaknya ke Sekolah Yuki bersiap-siap mau ke kantor suaminya.
Kantor suaminya terletak di kota lumayan jauh sih dari rumah. Sampai di kantor Hermawan langsung menuju resepsionis.

"Halo mba selamat pagi," kata Yuki menyapa resepsionis.
"Pagi juga mbak ada yang bisa saya bantu?" kata resepsionis.

"Boleh saya ketemu dengan Tuan Hermawan?"
"Mbak sudah buat janji?"
"Saya Yuki istrinya mbak, mau bertemu ada urusan penting."

"Ok, Mbak Yuki tunggu ya , saya hubungi dulu."

"Terima kasih mbak."

Ternyata suamiku kerja tapi kenapa tidak pulang ya, pikir Yuki dalam hati.

"Maaf Mbak Yuki dipersilahkan naik ke lantai 3 ya, ruang tamu." Kata Resepsionis menjelaskan arah mau ke lantai 3.

"Ok Mbak, terima kasih ya." Kata Yuki sambil berjalan ke lantai 3 melalui lift.

Begitu sampai di ruang tamu lantai 3 suaminya sudah menunggunya.

"Ada apa mencariku," kata suaminya merasa tidak senang dikunjunginya.

"Mas kenapa tidak pulang, sudah dua hari?" Kata Yuki sudah mulai menangis karena sikap Hermawan acuh tak acuh padanya.

"Kemarin kan aku sudah bilang kita pindah dari situ, aku kejauhan berangkat kerja, capek di jalan." Kata Hermawan merasa tidak bersalah.

"Oh Mas tega meninggalkan Ayah yang sekarat, aku tidak bisa." Kata Yuki bening itu berjatuhan sampai menetes mengenai bajunya.

"Pokoknya aku capek dan capek terserah kamu, mau pindah apa tidak." Kata Hermawan ketus.

"Ok Mas, sekarang sudah jelas. Aku pamit pulang dulu. Yuki pulang sambil menyeka air matanya.

Erina Purba

Bekasi, 12032020

*catatan, cerpen ini telah tayang lebih dulu di laman kaskus penulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun