Mohon tunggu...
Lestari Zulkarnain
Lestari Zulkarnain Mohon Tunggu... Guru - Berusaha menjadi lebih baik di setiap moment dalam hidup.

Menulis itu menyenangkan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Wanita Bucin Pilihan Abah

13 November 2022   10:22 Diperbarui: 13 November 2022   14:27 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Assalaamu'alaikum ..." ucapku ketika masuk rumah. Kulihat Abah sama Emak sedang duduk di ruang tamu. Mereka serempak menjawab salamku. Keduanya terlihat serius, sepertinya ada sesuatu yang sedang mereka bahas. 

Setelah menyalami keduanya, aku pamit ke kamar untuk bersih-bersih. 

"Tunggu!" ucap Abah. Seketika aku berhenti dan menoleh ke arah mereka. 

"Iya, Bah, ada apa?" jawabku penasaran. 

"Setelah bersih-bersih, Abah mau bicara padamu, penting!"

Akupun mengangguk kemudian menuju kamar. 'Ada apa gerangan yang ingin disampaikan Abah. Huft, paling seputar jodoh, ah sudahlah, lebih baik aku segera mandi,' batinku. 

Setelah bersih dan rapi, aku segera menemui mereka yang tengah asyik berdiskusi kemudian duduk di samping Emak. 

"Ari, Abah sama Emak sudah tua."

Nah, benar, kan? pasti soal jodoh. 

"Abah ingin kamu segera menikah. Kalau Abah perhatikan, kamu itu belum punya pacar."

Aku terdiam, kuakui memang saat ini belum ada wanita yang dekat denganku. Bukan aku tidak laku, secara aku pria mapan, tampan (haha, memuji diri sendiri) juga tajir, tetapi memang belum ingin menikah dan belum mau menikah. Bagiku menikah itu ribet dan capek apalagi banyak wanita yang menginginkanku karena ketampanan dan kemapananku. Bahkan Si Elsya, sekretarisku, sampai mengejar-ngejarku sampai merendahkan diri.

"Iya, Bah," jawabku singkat. 

"Nah, oleh sebab itu Abah ingin menjodohkanmu dengan wanita pilihan Abah."

Ini yang aku takutkan, main jodoh-jodohin. 

"Tapi, Bah. Aku tidak suka dijodoh-jodohin," jawabku. 

"Kalau dijodohin, takut nggak cocok dan ujung-ujungnya cerai," lanjutku. 

"Kamu jangan melihat buruknya saja, yang langgeng juga banyak. Contohnya Abah sama Emak. Lihatlah, sampai sekarang masih harmonis."

Memang iya, Abah sama Emak sampai sekarang sangat harmonis dan juga kompak. Apapun masalah yang menimpa, mereka selalu membicarakannya baik-baik. 

"Bah, tapi aku ingin jangan hanya satu perempuan saja supaya bisa memilih mana yang terbaik," balasku. Mereka bengong mendengar jawabanku. 

"Maksudmu apa, Le," tanya Emak. "Kamu mau poligami? Satu aja belum dapet mintanya lebih."

"Bukan begitu, Mak. Aku pinginnya ada 3 atau 4 calon yang ingin kupilih dan nanti akan aku test. Aku ingin memberikan beberapa pertanyaan. Nah jawaban merekalah yang akan menjadi pertimbanganku. Aku tak butuh cantik dan kaya, yang penting ketulusan mereka menerimaku, bukan karena ketampanan dan kemapananku," ucapku. 

Abah sama Emak tertawa bersamaan. 

"Pede banget kamu, Ri, Ri," ucap Abah sambil tersenyum lebar. "Baiklah, hari Minggu besok Abah akan bawakan empat calon istri untukmu. Mereka nanti Abah suruh untuk memakai cadar agar kamu juga tidak melihat dari wajah. Sekarang, siapkan pertanyaan untuk mereka."

"Oke, aku setuju." 

Hari Minggupun tiba. Abah dan emak telah mempersiapkan semua, begitu juga denganku. Sesuai janji Abah, empat orang gadis pilihan itu didatangkan ke rumah. Mereka datang hampir bersamaan dan semuanya tepat waktu sesuai yang telah ditentukan, jam delapan pagi. 

Mereka datang ditemani ayah dan ibunya, jadi lumayan ramai. Para gadis itu memakai pakaian yang sama dan bercadar. Pasti Emak sama Abah yang mengatur. 

Para gadis itu duduk di depanku dan orang tua mereka duduk agak jauh. Mereka tampak kebingungan, mungkin mereka tidak diberitahu oleh orang tua masing-masing. Hanya orang tua mereka yang tahu proses ini. 

"Anak-anakku, maafkaan atas keadaan ini yang membuat kalian bingung. Ini adalah putraku. Namanya Ari Rayyan Mahardika. Usianya 27 tahun, usia yang cukup matang untuk menikah. Dia bekerja di PT NAGASAKTI dan mejabat sebagai direksi. Kali ini saya bukan ingin melakukan kontes jodoh, tetapi karena susahnya mencarikan jodoh untuk anak saya, dia maunya seperti ini, tes secara langsung," ucap Abah membuka pembicaraan. Para gadis saling pandang. Sepertinya mereka baru tahu, bahkan ada salah satu dari mereka yang ingin protes, tetapi dicegah oleh orang tuanya. 

"Anak-anakku, Ari ini anak yang cuek. Dari dulu nggak pernah pacaran, semoga salah satu dari kalian adalah yang beruntung manjadi pilihannya," lanjut Abah. 

Para gadis saling pandang dan mengangkat bahu. Aku sendiri penasaran, kayak apa mereka, ah, kenapa harus bercadar, sih. Abah sama Emak itu aneh-aneh saja. 

"Baiklah, sekarang acara akan saya serahkan ke putra saya, Ari. Dia yang akan mewawancarai kalian. Oh iya, pasang name tag kalian, yah."

Setelah itu, ayah bergeser tempat duduk. Para gadis memasang name tag, gadis pertama bernama Nita, kedua Arin, ketiga Nisa dan keempat Lisa. Huh, deg-degan.

Kuberanikan bicara ke mereka. Pandangan mereka tertuju kearahku semua hingga menembus jantung hati. 

"Ehm, maaf atas tindakan konyol ini, ya, teman-teman. Mencari jodoh rupanya sangat sulit bagiku, tetapi ada juga sebagian orang yang mudah. Maksud kegiatan ini, tadi sudah dijelaskan oleh Abah. And than, saya mulai saja, yah." Diantara keempat gadis itu ada yang berdiri dan sepertinya ingin protes, tetapi dicegah oleh Abah.

"Pertanyaan pertama adalah bagaimana menurut kalian tindakan yang saya lakukan ini?" tanyaku.

"Saya mulai dengan Nita, apa jawaban kamu?"

"Konyol!" jawab Nita. Aku terperangah. Namun biarlah, mungkin itu jawaban dari hati untuk mengungkapkan perasaan. 

"Kamu, Arin."

"Saya mah asyik-asyik aja, anggap aja kuis." Asem, batinku. Kulihat Abah sama Emak menahan tawa.

"Lanjut, Nisa."

"Ehm, saya ikuti saja alurnya."

"Ok, lanjut Lisa."

"Bagiku ini sangat konyol dan unik."

"Baik, terimakasih jawabannya. Pertanyaan kedua, apakah saya tampan?"

Jiahaaa, pasti mereka menjawab, iya. 

Kutunjuk pertama Nita, "Iya," jawabnya. 

Lalu kutunjuk Arin, "Iya," jawabnya. 

Lalu ke Nisa dan ke Lisa, semua menjawab, iya. Pastilah aku ini tampan, ha ha ha. 

"Pentingkah kalian memiliki pasangan tampan? Alasannya apa?"

"Bagi saya tidak penting karena setelah menikah  adalah tanggung jawabnya," jawab Nita. 'Ehm, benarkah? Bohong itu, mah,' batinku.

"Bagi saya sangat penting karena untuk memperbaiki keturunan. Fisik anak menurun dari bapaknya. Secantik apapun saya jika suami jelek wajahnya, ehm, anak bisa nurun dari bapaknya, dong, jadi jelek," jawab Arin.

Wah, ini, mah maksa harus punya suami tampan. 

"Bagi saya biasa aja, cantik dan ganteng itu relatif," jawab Nisa. Bener juga jawabnya. Bisa jadi ada yang bilang kalau aku jelek meski rata-rata pada bilang kalau aku tampan.  

"Penting banget, lah. Kalau pergi-pergi, misal: kondangan, ke mall, reuni, lalu bawa pasangan dan ternyata pasangan kita jelek, kan malu-maluin," jawab Lisa. 

Gubrakk, wah, pilih-pilih, ni orang. 

"Ok, makasih jawabannya. 

Pertanyaan selanjutnya adalah, apa tujuan kalian menikah?"

"Memperbanyak keturunan," jawab Nita.

"Daripada maksiat," jawab Arin.

"Ibadah," jawab Nisa.

"Takut berbuat zina," jawab Lisa. 

Jawaban mereka bagus-bagus semua.

"Ok, saya lanjut, yah. Setelah ini, ada test praktek. 

Apa yang akan kalian lakukan setelah menikah? Saya yakin kalian ada yang sudah bekerja ada juga yang belum adapula yang masih kuliah. Nah, jika kalian menikah dalam waktu dekat, apa yang akan kalian lakukan, silakan jawab."

"Jika saya belum memiliki keturunan, saya akan kerja dulu," jawab Nita.

"Saya mau jadi istri full," jawab Arin.

"Saya mau di rumah aja, bisnis online atau apalah. Kan suami yang wajib cari nafkah," jawab Nisa. 

"Ehm, saya mau kerja saja, mau bantu-bantu suami," jawab Lisa. 

Duuh, makin bingung aja, pendapat mereka bagus-bagus semua. Huft. 

"Baik, sekarang praktek___"

"Tunggu," ucap Arin yang tiba-tiba menghentikan ucapanku. 

"Kak, rasanya tidak adil jika hanya kakak yang mendengar jawaban kami. Kami juga ingin mendengar jawaban kakak atas pertanyaan yang kakak tanyakan ke kami."

Gubrakk, asem tenan. Mereka membalasku. 

"Iya, Kak," ucap mereka berempat. 

Duh, mau tak mau aku harus ngasih jawaban. 

"Baik, akan  kujawab semua pertanyaanku tadi. Di awal sudah saya bilang, tindakan saya konyol, tapi ini caraku. Cantik dan tampan iya memang relatif, tetapi kata orang saya tampan." Pede banget aku, hahaha. 

"Tujuan menikah? Sebenarnya aku nggak tahu, aku dipaksa sama orang tua, maaf. Nah, jikalau memang salah satu kalian jadi istriku, saya ingin memenuhi tanggung jawabku sebagai suami.

 Sudah, mungkin itu jawabku. 

Yang terakhir, aku ingin melihat kalian memasak nasi goreng kesukaanku. Silakan ke dapur."

Mendengar jawabanku, mereka melotot dan saling memandang. Sepertinya belum puas.

"Tunggu," cegah Nisa. "Jika ketika cadar kami dibuka lalu wajah kami jelek, bagaimana, Kak."

Mereka saling pandang dan mengiyakan pertanyaan Nisa. 

Kugaruk kepalaku  yang tidak gatal. Memang, aku bagai membeli kucing dalam karung. Jika wajah mereka tidak cantik, gigi maju ke depan, lalu bagaimana? Namun aku yakin pilihan ayah pasti cantik-cantik. 

"Tadi ada yang jawab bahwa cantik dan ganteng relatif."

"O, gitu ya, Kak. Makasih," jawab Nisa.

Kami menuju dapur. Emak sudah mempersiapkan alat dan bahan nasi goreng. Setelah kuberi aba-aba, mereka memulai memasak. 

Lima belas menit kemudian, nasi gorengpun jadi. Mereka menghidangkan di meja makan. Aku mencicipi semua, dan rasanya enak semua. Duuh, makin bingung. 

"Hemm, masakan kalian enak semua, terima kasih," ucapku. Setelah ini, kami ke ruang tamu dan berkumpul bersama Abah dan Emak serta orang tua mereka.  

"Bah, silakan Abah yang bicara."

"Alhamdulillah, bagaiamana anak-anakku? Seru bukan? Hehe. Baiklah, sesion terakhir, silakan buka cadar kalian."

Setelah Abah berucap, rasa deg-degan itu muncul. Seperti apa mereka? Duh. 

Secara bersamaan mereka membuka cadarnya dan, Gubaraakkk hampir pingsan, aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Mereka semua cantik tiada cela, Masya Allah. 

Nita wajahnya ke Arab-araban. Arin seperti wanita Korea, putih bersih dengan bibir merah merona. Nisa berwajah hitam manis dengan hidung mancung, khas wanita India, sedangkan Lisa seperti wanita Mesir. Ya Allah, aku bingung sekali. 

"Ari, kamu sudah melihat wajah keempat gadis itu, sholatlah!" kata Abah. "Jangan bingung, sholat istikharoh dan segeralah tentukaan pilihanmu. Kalian anak-anakku, jodoh itu sudah Allah tentukan. Entahlah nanti siapa yang akan menjadi jodoh Ari, yang jelas kalian jangan kecewa."

"Enggak, Abah," jawab mereka serempak. 

"Kami sudah mempelajari ini semua dan tidak akan kecewa," jawab Nisa. 

Setelah itu mereka berpamitan. Aku yang masih tertegun, tak bisa berkata apa-apa. 

"Hai," seru Abah sambil menepuk pundakku sehingga  membuatku kaget. 

"Bagaimana, Ri," tanya Abah. 

"Ehm, Bah, bolehkah saya nikahi semua?"

Gubrakk, Abah dan Emak pingsan.

.

.

.

Fiksi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun