Mohon tunggu...
Abdul Azis
Abdul Azis Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Abdul Azis, adalah seorang penikmat seni, dari seni sastra, teater, hingga tarian daerah terkhusus kuda lumping. Berasal dari kota Kediri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Teorema Cinta

14 Oktober 2020   21:45 Diperbarui: 14 Oktober 2020   21:47 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam kian larut, gulita semakin melekatkan kehitampekatannya pada dunia. Saat semua orang terlelap, Syaheela malah sibuk mengutak-ngatik ponselnya. Ia menuliskan sebilah diari pada aplikasi notesnya. Menuangkan segala gundah, merogoh sukma, meluapkan seluruh masalah yang dirasa.

"Aku belum pernah mengenal cinta. Aku janji, akan terus berada di posisi ini, males pacaran, males cinta-cintaan, nanti mau langsung nikah, dan bla bla bla ...." Syaheela mengetik sambil sesekali memicing-micingkan ponselnya.

Tak lama kemudian, ia memejamkan mata untuk merehatkan badan.

*** **
Fajar sudah bertengger di pelatarannya sejak tadi, sekarang sudah pukul delapan lewat lima menit.
"Syaheela, tolong belikan bumbu dan bahan masakan ke pasar yah, Nak," teriak bunda dari dapur.

"Iya, tunggu sebentar, Bun."

"Ini, belikan tomat, cabe, bawang, ikan, sama buah-buahan seger. Jangan lupa beli sayuran juga."

"Iya, Bun. Nanti Sya beliin semua."

Naik Bajaj menjadi alternatifnya ke pasar.

~Setelah mencapai pasar ~

"Bu, beli ini."
"Beli itu."
"Beli ...." bla bla bla ....

Ia menjinjing banyak kantong keresek penuh. Dengan tangan penuh belanjaan, ia mencoba merogoh kantongnya.

Brugh!
"Astaghfirullah ... yah, berantakan deh."

"Eeehh, maap, Neng. Aku gak sengaja nabrak. Keburu-buru soalnya,"
ucap lelaki tampan dengan hidung mancung dan semampai.

"Iya, gapapa."
Sya memunguti barang belanjaannya yang bercecer di lantai pasar.

"Sini, biar aku bantu."
Mereka punguti satu-satu barang belanjaan milik Syaheela.
Tiba-tiba ....

"Eh, maapin lagi yah, gak sengaja kepegang," ucapnya sambil melepaskan tangan Sya, gugup.

Mereka saling tatap.
Netra lentik berpadu retina biru milik Sya beradu dengan retina coklat milik Darru.
Lalu ....

"Astaghfirullah, maaf."

Syaheela pergi meninggalkan pria itu. Ia langsung merebut kresek belanjaan yang ada di tangan Darru.

"Masya Allah, cantik sekali," serunya dalam hati.
"Eehh, tunggu! Kita belom ... yah, udah keburu jauh."

Ia pandangi Syaheela dari kejauhan, tapi ... ada yang aneh, darahnya serasa berdesir tak beraturan, debaran jantungnya makin kencang saat ia membayangi tatapan Syaheela.

"Tatapannya ... apa aku ...."
"Ah, gak mungkin. Gak! mana mungkin aku ...."

Dengan perasaan tak karuan, Darru beranjak pergi dari situ.

*****
"Innamaa amruhu idzaa aroda syai'an ayyaquulalahuu kun fayakuun." Sya mengaji dengan suara merdu menggunakan lagu Sika Turki di kamarnya.

"Sya, ada tamu di depan, katanya temen kamu," panggil bunda dari ambang pintu kamar.

"Bentar, Bun. Sya lanjutin dulu ngajinya."

"Fasubhaanalladzii biyadihii malakuutukulli syaiiwwailaihi turja'uun."

Sya mencopot mukena, tanpa pakai cadar, ia keluar dari balik pintu kamar.

"Mana, Bun. Tamunya?"

"Tuh, udah duduk di sofa." Bunda menunjuk dengan jempolnya.

"Hah, Pria itu? Kok bisa ada di sini?" Sya menggerutu pelan.

Ia duduk di sofa yang berjarak satu meter jauhnya dari Darru.
"Ada apa ke sini, Mas?"
"Ini, aku kembalikan dompetmu." Darru menyodorkan tangan ke arah Sya.

"Taruh aja di meja."
"Oh, iya deh. Aku taro di meja, yah."

"Makasih, ya," ujar Sya sambil memasang senyum.

Sungguh, senyum Sya menawan sekali, hingga membuat mata Darru tak berkedip.
"O, iya, kita belum kenalan. Kenalin, nama aku Mohamed Darru Kristian. Panggil aja, Darru." Lagi-lagi Darru menyodorkan tangannya, mendekati tangan Sya.

"Oh, salam kenal, Darru. Aku Syaheela Assyifa. Panggil aja, Sya," ucap Sya sambil menyatukan tangan mengerucut di depan dada, lambang tak mau bersentuhan dengan Darru.

"Oke, baiklah. Salam kenal yah, Sya."

"Dar, kamu nemuin dompetku di mana?"

"Di pasar. Jadi, gini ceritanya ... tempo hari, setelah kamu ninggalin tempat itu, aku bergegas pergi. Lalu, ada anak SMA manggil dari belakang. Dia bilang 'Mas, dompetnya jatoh.' aku noleh, pas diliat, di dalemnya ada KTP kamu."

"Makasih banyak, yah. Udah mau balikin." Lagi-lagi, Sya melelehkan gurat senyum memesona.

"Aku susah nemuin rumah kamu, Sya. Katanya pada gak tau. Akhirnya, aku tanya pak RT, deh."

Jantung Darru makin berdegup kencang. Seperti hampir mau pecah rasanya. Tak kuat ia berlama-lama di dekat Sya.

Tiba-tiba hening.
"Suara ngaji kamu bagus banget, Sya. Masya Allah," ujarnya memecah hening.

"Iya, Alhamdulillah ... aku bisa murottal."

"O, iya, kamu orang Islam kan, Ru? Tapi, kenapa nama kamu ada kata Kristiannya?"

"Bukan, Sya. Aku orang Kristen. Aku ikut agama ayah. Maaf, detailnya gak bisa diceritain, ini privasi keluarga." Darru menatap Sya sambil tersenyum miris dengan mata berkaca-kaca.

Inilah teorema cinta, susah ditebak dan ambigu kebenarannya. Banyak cinta tercipta dengan pertentangan dunia. Entahlah, merumitkan ....

"Aku pamit dulu yah, Sya. Bye. See you."

Sya merasa iba, matanya membinar penuh cahaya. Seperti ....

"Apa aku ... ah, gak mungkin! Darru dan aku baru kenal tempo hari. Gak! Gak mungkin terjadi."

Kediri, 14 Oktober 2020
Buah karya: Abdul Azis Le Putra Marsyah

#Part 1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun