Ide dasar panopticon adalah adanya pengamat di pusat kendali tersembunyi, sedangkan yang diamati tidak tahu kapan sedang diamati atau tidak. Bentham percaya bahwa pengawasan konstan ini akan memiliki efek psikologis, karena orang merasa bahwa mereka sedang diawasi dan karena itu cenderung berperilaku dengan cara yang dianggap patuh dan sejalan dengan standar yang ditetapkan oleh atasan.
Michel Foucault lebih lanjut mengembangkan pemikiran panoptik dalam konteks masyarakat modern. Foucault berpendapat bahwa panopticon adalah metafora yang menggambarkan kekuasaan dan kontrol umum dalam masyarakat. Dalam masyarakat modern, kekuasaan didistribusikan ke seluruh institusi dan struktur sosial, dan individu diharapkan untuk memantau dan mengontrol diri mereka sendiri, menyadari bahwa mereka selalu dapat diawasi oleh kekuatan yang lebih tinggi. Secara lebih luas, pemikiran panoptikon mengeksplorasi dinamika kekuasaan, kontrol, dan kontrol sosial dalam masyarakat. Ini juga menimbulkan pertanyaan tentang privasi, otonomi individu, dan batas kekuasaan yang wajar.
Pada perkembangannya kemudian, Panopticon bukan lagi sekadar desain arsitektur, namun ia menjadi suatu model pengawasan dan pendisiplinan masyarakat, yang juga diterapkan sampai zaman sekarang.
Filsuf yang mengulas masalah pendisiplinan masyarakat dengan model Panopticon ini adalah Michel Foucault. Desain Panopticon ini disebut oleh Michel Foucault dalam bukunya Surveiller et punir: Naissance de la Prison (1975) yang terbit di Perancis, dan lalu diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan judul Discipline and Punish: The Birth of the Prison (1977). Desain Panopticon ini menjadi metafora bagi masyarakat disiplin modern dan kecenderungannya yang menyebar, untuk mengawasi dan menormalisasi.
Praktik sosial sesuatu yang dimulai dari kebiasaan seseorang yang menyebar kepada banyak orang dan menjadi kebiasaan suatu kelompok atau masyarakat. Praktik ini bisa dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja. Sebagai contoh seseorang mulai memakan nasi dengan tangan karena teman-temannya juga melakukan hal yang sama, lalu keluarganya juga ikut melakukan hal yang sama, teman dari ayah dan ibunya juga melakukan hal yang sama. Perlahan-lahan praktik itu bukan hanya dilakukan oleh satu orang namun sekelompok besar orang dalam masyarakat.
Contoh lain dari praktek sosial adalah memanggil seseorang dengan gelar guru, dosen atau lurah, mengecek gigi ke dokter gigi setiap 3 bulan, berlari di pagi hari sebelum bekerja, menggunakan sabuk pengaman saat menyetir mobil, menyontek jawaban dari teman sebangku, dan juga melakukan tindakan suap kepada pihak berwenang. Itu semua merupakan pratik sosial. Menurut Giddens, praktik sosial seperti ini adalah bagaimana masyarakat mulai berfungsi. Strukturasi bukanlah individu atau struktur sosial yang ada di masyarakat berjalan namun praktik-praktik sosial.
- Dualisme
Dualisme adalah ajaran bahwa segala sesuatu, bersumber dari dua unsur atau substansi yang berdiri sendiri-sendiri. Dalam teori strukturasi ada 2 unsur yang mendasar, subyektivisme dan obyektivisme. Kedua unsur merupakan cara pandang yang dimiliki seorang individu. Subyektivisme merupakan kecenderungan cara pandang yang lebih berfokus pada pengalaman atau tindakan individu, sedangkan obyektivisme adalah kecenderungan cara pandang yang berfokus kepada pengalaman secara keseluruha. Menurut Giddens obyek utama dalam pembelajaran ilmu sosial bukanlah terletak pada pengalaman individual, maupun pada struktur keseluruhan. Obyek utamanya adalah praktik sosial, yaitu titik temu antara kedua unsur tadi.
- Pelaku dan Struktur
Dalam teori strukurasi "pelaku" dan "struktur", adalah dua hal yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Pelaku atau yang Giddens sebut sebagai agency adalah pribadi konkret dalam tindakan dan peristiwa di dunia. Struktur yang dimaksud disini bisa berfungsi sebagai 2 hal, struktur yang membentuk suatu praktik sosial dan struktur yang terbentuk dari praktik sosial. Pelaku dan struktur bisa disebut sebagai dualitas, yang berarti rangkap dua. Dualitas terbentuk dari praktik sosial yang terjadi secara berulang-ulang dalam ruang dan waktu.
- Ruang dan Waktu
Ruang dan waktu adalah area dimana suatu tindakan terjadi. Sebagai contoh, pada sebuah mall di jakarta (ruang) pada tahun 2020 (waktu), hampir semua orang yang berada disana melakukan praktik sosial yaitu menggunakan masker dan menjaga jarak. Dalam teori strukturasi, ruang dan waktu adalah unsur penting dalam praktik sosial. Perbedaan bentuk-bentuk masyarakat menurut Giddens, terletak pada bagaimana masing-masing masyarakat mengorganisir hubungan ruang dan waktu. Praktik sosial bisa berlangsung satu, dua atau sepuluh tahun yang lalu. Praktik sosial bisa terletak di kota Jakarta, Bandung, seluruh Indonesia atau luar negeri.
Dualisme (pelaku dan struktur) dalam praktik sosial berada pada adanya suatu konsep atau pola pikir yang menjadi prinsip untuk praktik sosial di berbagai tempat dan waktu. Aturan ini merupakan hasil dari praktik sosial dan juga penyebab atau sarana dari praktik sosial. Aturan atau skemata inilah yang disebut sebagai struktur. Struktur tidak dikekang oleh waku dan ruang. Maka dari itu, struktur bisa berada pada berbagai situasi, lokasi dan waktu. Hal ini membuat struktur menjadi penyebab dan sarana terjadinya praktik sosial. Struktur tidak berbentuk sebagai entitas atau benda melainkan suatu konsep atau pola pikir yang bisa terlihat dalam praktik praktik sosial.