Nika mereguk romantisme perjalanan itu dengan hati berbunga. Mulanya Nika ingin berjalan kaki saja menyusuri sepanjang pantai. Tapi Riko menyarankan perlunya bawa kenderaan,agar pulangnya tak terlalu melelahkan. Pak Sima memahami artinya kasmaran. Dia tak ingin menjadi pengganggu keasyikan pasangan itu. Pak Sima paham betul apa dan bagaimana rasanya jatuh cinta. Dunia menjadi begitu kecil dan sempit.
"Sebaiknya kalian aja dulu yang pergi, aku istirahat di hotel," kata sopir mobil rental itu ketika diajak mengarah ke Pangururan,ibu kotanya Kabupaten Samosir.
"Baiklah kalau bapak mungkin masih lelah, biar aku yang nyetir," kata Riko.
Riko mengemudi dengan santai. Tapi di beberapa tempat di tepian pantai, mobil dihentikan atas permintaan Nika yang ingin menikmati suasana dengan jalan kaki. Mobil pun ditinggalkan, dan keduanya bergandengan menyusuri pantai.
"Indahnya pelangi itu, kemarin juga ada," cetus Nika menunjuk ke arah timur. Pelangi melengkung romantis di antara gumpalan awan senja berwarna abu-abu.
"Melengkapi indahnya cinta kita," sambung Riko seraya menggandeng Nika melintasi tepian danau yang berbatu-batu.
"Kita tak lama lagi di sini Riko, kita segera ke Jakarta. Papaku yang menugasku menjemputmu kemari," kata nika sambil melingkarkan kedua tangannya bergantung di bahu Riko.
"Itu mujizat, seorang anak desa diboyong ke istana putri," kata Riko,tersenyum lebar. Dikecupnya kening gadis itu,lembut.
Nika melepas rangkulannya. Tak senang dengan ucapan Riko.
"Jangan bicara seperti itu bang Riko sayang. Jangan selalu minder, sayang. Dulu aku sudah bilang prinsipku manusia itu sama, hanya kebetulan keberuntungan yang berbeda..."
Riko merasa serba salah. Gadis ini benar, gumamnya. Aku memang sering disusupi perasaan minder,bahkan perasaan mujizat bisa mendampingi bahkan sampai pacaran dengan anak gadis orang kaya. Riko selalu berupaya menyingkirkan perasaan demikian.Â
Riko tersenyum, dipegangnya bahu Nika."Kurasa itu sifatnya manusiawi saja, sama halnya kalau seseorang merasa malu,sombong,angkuh, atau yang lain."
Nika menampik pleidoi macam itu. Dia mencibirkan bibir manisnya, mengalihkan pandang ke perahu warga yang melintas di pinggiran danau.
"Kamu hebat Riko,bagiku kamu hebat, dan bisa jadi orang hebat. Tapi tak setiap orang punya pandangan seperti aku."
"Hebat? Apaku yang hebat Nika, kamu hanya menyemangatiku Nika."
Nika melebarkan kedua mata memandang Riko.
"Kamu hebat,Riko..." katanya dengan tekanan intonasi yang serius.
"Ah, hebat apanya Nika,"
"Riko bisa membuat seorang putri istana jatuh cinta padamu, kalau kamu masih anggap aku putri istana..." Senyum menghiasi bibirnya, lalu akhirnya tertawa berderai. Riko mengikuti tawa bernuansa manja itu dengan menutup mulut dengan kedua tangan.
Dialog itu kemudian berlangsung ceria sambil berjalan bergandengan tangan.
Riko : Jangan selalu bilang aku hebat!
Nika ;" Kalau bagiku hebat, apa salah?
Riko : Katakan dimananya aku hebat!
Nika : (Tersenyum mengerllng Riko) " Kamu hebat seni musiknya, kamu hebat membuatku jatuh cinta, tapi yang lebih hebat kamu juga bisa membuat papaku suka pada dirimu..."
Riko : Papamu?
Nika : Papa akan melamarmu!
Riko (wajah terperangah) ; Melamarku? Ha-ha-ha, kamu suka bercanda Nik. Melamar apaan...aku tak mengerti...
Nika : Ya, aku serius Riko, aku tak bercanda. Papa menugasi aku menjemputmu dan membawamu ke Jakarta dalam tempo sesingkat-singkatnya...karena papa akan melamarmu...
Riko (tawanya berderai lagi) : Kek proklamasi kemerdekaan saja dalam tempo sesingkat-singkatnya? Papamu melamarku jadi apaan...
Nika : Untuk menjagaku!
Riko : Hah? Menjagamu...? Memang Nika anak kecil yang harus dijaga, apa ada yang mengganggu?
Nika : Ya, ada. Mereka mau menculik Nika!
Riko : Mereka siapa? Apa semudah itu menculik Nika di depan hidungku...ha-ha-ha...
Nika : Naaah itu dia Rik, makanya papa melamarmu jadi bodyguard buatku, kamu mau kan? Pasti mau kan!
Riko (tertawa lebar) : Tunggu, maksudmu aku jadi seorang Kevin yang melindungi Whitney Houston penyanyi kesohor itu...
Nika : Tepaaaat sekali...
Riko mengaduh ketika Nika menonjok sisi kiri perutnya, lalu Riko menangkap tangan Nika dan mendekapnya di balik rumpun semak liar. Ketika Riko akan mencium bibirnya, Nika berbisik, nah kayak itu si bodyguard Kevin akhirnya melumat artis yang dijaganya...mmmh dasar Riko bodyguard ku.
Lalu Nika memejamkan matanya.
Keduanya melanjutkan perjalanan menyusuri pantai sambil ketawa tak hentinya. Makin menjauh dari Inova yang diparkir di pinggir jalan.
Sebuah Fortuner hitam berisi tiga pria itu sekitar sepuluh menit sejak Riko dan Nika memarkir Inova di situ, tampak merapat perlahan dan kemudian berhenti di belakang  Inova.Â
"Kita tunggu di sini bos, biarin mereka puaskan kasmaran untuk yang terakhirn" kata Ramli pada Tonny.
Dirgo sedang menatap ke ban belakang Inova ketika Tonny bertanya," Apa kamu punya ide dengan melihati ban mobil ini Dir?
Dirgo mengangguk,tertawa, seraya mencabut sebilah pisau jenis pisau Rambo dari pinggangnya yang tertutup jeket kulit.
"Dikempesi Bos."
Hanya dengan dua kali tusukan kuat, ban belakang Inova itu sudah melorot perlahan kehabisan nafas.
Ketiga pria itu duduk santai menatap lepas ke danau. Seorang diantaranya sedang melinting ganja.Â
Riko dan Nika makin menjauh sehingga nampak makin mengecil dan menghilang di balik batu-batu besar tepian pantai. Ombak Danau Toba makin lama makin kuat mengempas memperdengarkan suara gemuruh.
"Mereka makin jauh" tukas Ramli yang sedang menghirup asap ganja.
"Ya, kita tunggu di sini aja, tempat yang lumayan sepi untuk eksekusi," sahut Tonny.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H