Seperti bahasa yang digunakan Dayak Bedayuh, meski menggunakan bahasa daerah yang hampir sama, namun terdapat empat dialek berbeda yang tersebar di Kalimantan. Yakni dialek Bukar-Sadong, Biatah, Bau-Jagoi, dan Selakau-Lara (Asmah, 1987; Nais, 1989; Dundon, 1989).
Namun sayangnya, beberapa bahasa sub suku Dayak lain sangatlah endemik, hanya digunakan wilayah kecil, bahkan hanya diketahui oleh beberapa ratus kepala keluarga saja. Bahasa asli seperti ini yang terancam punah.
V. Self Protect
Akhirnya, tentu semua kembali kepada orang Dayak sendiri, melindungi budaya, adat, dan sejarahnya sendiri. Dibutuhkan suatu sistem untuk menghidupkan kembali sejarah dan eksistensi budaya Dayak, melalui edukasi, dokumentasi, studi literasi, dan riset.
Hanya saja, tak bisa dipungkiri, keinginan akan kekuasaan, politik, serta ekspansi korporasi di Borneo/ Kalimantan, dianggap jauh lebih penting daripada jati diri. Setidaknya para intelek Dayak dapat merefleksi diri dari perjalanan sejarah bangsa Dayak, ingin seperti apakah Dayak dilihat dalam beberapa dekade mendatang.
Bila para koloni penjajah bisa menyimpan mendokumentasi sejarah , budaya, adat lokal, sebagai harta yang tak ternilai, mengapa kita yang merdeka saat ini berpikiran sebaliknya. Sejarah dan segala perbadaan kultur merupakan kekayaan yang membentuk peradaban manusia menjadi lebih bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H