Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Mengenal Dayak Borneo

2 Maret 2016   14:16 Diperbarui: 2 Maret 2016   14:34 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dayak_Sumber_Koleksi Museum Belanda"][/caption]

(By. Dasa Novi Gultom)

Sungguh tergelitik, melihat teman di media sosial alias Medsos membagikan link tulisan mengenai budaya, sejarah, terkadang asal-usul dari masyarakat Dayak Kalimantan. Yup, demikianlah kenyataannya, bahkan kebanyakan teman-teman Dayak tak mengetahui historis latar belakang darah yang mengalir di nadinya.

Hanya saja, sering diantara link-link tulisan yang dibagikan di medsos tersebut malah mengaburkan, sarat kepentingan, tak sedikit tulisan mengenai Dayak, ironisnya memiliki esensi 'kontra' Dayak.

Sayang sekali, bahwasanya orang Dayak sekalipun minim pengetahuan akan keDayakan. Diakui atau tidak, itu merupakan peninggalan sistem pendidikan rezim sebelumnya dan masih bertahan sampai saat ini.

Mengingat kembali saat mengenyam pendidikan dasar di Kalimantan, tak satu bait pun potongan pendidikan sejarah ada menceritakan tentang historis Dayak. Aneh memang, dikenalkan dengan Nusantara, keagungan Sriwijaya, hebatnya Majapahit, kemunculan Samudra Pasai, namun 'menghilangkan jejak' peradaban lokal, dalam hal ini Dayak.

Seakan sisi kehidupan masyarakat Borneo akan diubah menjadi 'Opera Van Java'. Satu kampung Dayak di Kalimantan Barat, tak perlu disebutkan nama aslinya, namun kemudian oleh para penguasa yang berkiblat seberang lautan menjadi desa yang bernama 'Tirta Kencana'.

Sebagian masyarakat Dayak sendiri tentu merasa panggilan Tirta Kencana janggal di lidah, namun kesederhanaan hati, nilai menghormati, menghargai dari masyarakat Dayak kemudian tidak mempermasalahkan hal-hal yang dianggap 'sepele' seperti itu.

Kembali kepada rekan Medsos yang membagikan link tentang historis Dayak. Kebetulan sekali rekan tersebut sangat dikenal dekat, seorang praktisi dan pemangku adat di satu Kabupaten Kalbar yang berbatasan dengan tetangga Malaysia.

Di sini kemudian menarik, untuk seorang yang disibukkan dengan permasalahan adat istiadat Dayak, teman ini masih mencari, dan terus mencari akan literatur historis Dayak, bahkan link apa saja mengenai Dayak tak akan disia-siakannya.

Bayangkan saja, bagaimana dengan anak muda Dayak? Yakin sekali pengetahuan latar belakang, jati diri, sangat minim. Semakin parah, generasi muda Dayak ini merasa tidak perlu tahu, tak keren, lebih disibukkan dengan pengetahuan akan gadget teknologi terkini.

Tak bisa disalahkan, karena untuk orangtua mereka sekalipun, akan kebingungan untuk memulai sejarah Dayak berawal dari mana. Luar biasa, agenda eliminasi satu budaya peradaban, melalui sistem pendidikan, nyaris sempurna menghapus jejak Dayak.

- Dayak -
I. Teminologi Dayak

Peradaban adalah pengetahuan, satu konsep yang dimiliki oleh para pendahulu, peneliti, melalui jurnal dan riset. Lucunya, kekayaan peradaban ini lebih diakui oleh bangsa asing dibanding para simpatisan yang mengaku satu Nusantara. Pengetahuan apapun, sangatlah bijak bila mengacu pada sistem keilmuan, ilmiah, fakta, dan data.

Terminologi Djak/ Dayak digunakan oleh koloni Belanda bagi menyebutkan suku asli di pedalaman Borneo/ Kalimantan, seperti Ngadju Dayak, Selako Dayak, dan Ma'anyan Dayak. Deteksi awal panggilan Dayak diyakini lebih jauh dan lama dibanding dengan yang terdokumentasi.

Sir James Brooke, petualang dan Gubernur Inggris untuk koloni wilayah Sarawak, yang sering disebut Raja Putih Sarawak dari 1842 - 1868, menggunakan sebutan ini bagi Suku Iban/ Sea Dayak (Dundon, 1989: 407), dan Bedayuh/ Land Dayak (Chang, 2002: 18).

Pada perkembangannya, panggilan Dayak, dengan kebanggaan sebagai pemersatu, diakui dan digunakan hampir seluruh sub etnis Dayak di Kalimantan. Dayak sebagai pemersatu dibutuhkan setelah sebagian Borneo menjadi Indonesia (1945), dan Sarawak bergabung dengan Malaysia (1963).

Eksistensi sub suku Dayak melalui Dayak itu sendiri merupakan kekuatan politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Namun tetap saja pengaruh Dayak dimarginalkan melalui berbagai kebijakan dalam sistem kehidupan.

Sedikitnya terdapat 200 sub suku Dayak, dengan sangat banyak bahasa dan dialek yang digunakan, sekitar 170 bahasa yang baru terdokumentasi.

Sub suku Dayak sendiri diantaranya, bekatik, benyaduk, Ahe, Banjar, Barito, Benuaq, Berawan, Bidayuh, Bukitan, Dumpas, Dusun, Iban, Iban Mualang, Iban Embaloh, Ida'an, Illanun, Kadazan, Kayan, Kedayan, Kelabit, Kendayan, Kenyah, Kejaman, Kwijau, Lun Bawang, Lun Dayeh, Lotud, Maloh, Mangka'ak, Maragang, Melanau, Minokok, Murut, Ngaju, Penan, Punan Ba, Rajang, Rumanau, Rungus, Selakau, Sepan, Taman, Tambanuo, Tanjung, Tidong, Ukit, dan banyak lagi.

II. Asal dan Peradaban

Satu kisah mistikal dari Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah, Tetek Tahtum, menceritakan bahwa leluhur semua Dayak merupakan keturunan langit/surga yang kemudian menempati dataran rendah dan tinggi di Kalimantan. Demikianlah bentuk memuliakan manusia sebagai bentuk ciptaan Ilahi.

[caption caption="dayak_sumber_history-of-culture.blogspot.co.id_"]

[/caption]Dalam ilmu Antropologi modern menjelaskan bahwa semua penduduk asli Asia Tenggara, termasuk Dayak, merupakan migrasi dari daratan Yunnan China yang membentuk peradaban Austronesia di wilayah Asia Tenggara, Hainan, Filipina, dan Taiwan, sekitar 3.000 tahun sebelum masehi.

Menurut peneliti HTH Fisher, migrasi pertama dimulai lebih jauh lahi yakni sejak era Tersier, saat Borneo/ Kalimantan masih menyatu dengan benua Asia. Ini memudahkan pergerakan dari ras monggoloid melalui pegunungan 'Muller-Schwaner'. ia menjelaskan Dayak merupakan penduduk asli Kalimantan, namun setelah ras Melayu dari Sumatera dan Semenanjung Malaka masuk, Dayak semakin masuk wilayah pedalaman.

Dalam syair tutur Dayak Manya'an, tersebutlah kisah 'Java Nansarunai Usak'/ Nansarunai Usak Jawa, mengenai kehancuran kerajaan Dayak Nansarunai yang dihancurkan oleh ekspansi Jawa, yakni kerajaan Majapahit.

Kejadian tersebut diperkirakan terjadi pada 1309-1389, mengakibatkan berpencarnya Dayak semakin jauh di pedalaman. Gelombang pengaruh selanjutnya adalah pengaruh religius yang mengubah entitas sebagian Dayak.

Pengaruh Kerajaan Demak (1608), mengubah sendi kehidupan Dayak. Entitas adat dan budaya diubah menjadi entitas religius. Setelah memeluk satu bentuk kepercayaan baru, banyak yang tak menyebut dirinya Dayak lagi.

Bagi yang mempertahankan adat dan budaya, mundur, menempatkan diri di wilayah Hutan Tangi, Amuntai, Margasari, Watang amanda, Labuan Amas dan Watang Balangan. Sebenarnya Kesultanan Banjar sendiri merupakan keturunan yang memiliki darah Dayak Manyan atau Ot Danum.

III. Pergerakan Tinggal

Tentu akan rumit untuk menjelaskan pergerakan tinggal suku Dayak karena banyaknya sub etnis Dayak itu sendiri. Namun penelitian dan pengamatan tentang satu sub etnis dapat menggambarkan keadaan Dayak saat itu.

Sebelum bertaburan di wilayah Sarawak, Dayak Bedayuh diperkirakan memiliki pusat peradaban di sekitar Sungai Kapuas, Hulu Sungai Sanggau, dan Sungai Sekayam wilayah Kalimantan Barat (Lee, 1970; Grijpstra 1976; Brooke, 1866; Minos, 2000).

[caption caption="australia dan Dayak_sumber_awm.gov.au_"]

[/caption]Bedayuh mulai berpindah ke wilayah Sarawak dengan banyak sebab, diantaranya, untuk menghindari perbudakan, menjadi sasaran para bajak laut, menghindari persekusi dari kekuasaan Sultan Brunei, menghindari perburuan kepala (peneget), dan sistem perdagangan yang tidak adil.

Wilayah tinggal Dayak Bidayuh di Sarawak disebut Sabuk Bedayuh/ Bedayuh Belt (Dundon, 1989: 407), meliputi Lundu, Bau, Kuching, Serian, Samarahan. Sekitar 90 persen Bedayuh masih menempati wilayah ini (Minos, 2000: 4).

Mungkin ini dapat menjelaskan sedikit, bahwa banyak komunitas Dayak lainnya berada jauh dari perkampungan asal beberapa dekade bahkan ratusan tahun silam. Menghindari persekusi rejim berkuasa, ketidakadilan, tersudutkan, dan mencari kedamaian.

Tidak lagi dalam wilayah yang dahulu tempat beradanya Rumah Betang/ Rumah Panjang. Itupun jika peninggalan rumah adat tersebut masih wujud, karena beberapa kesaksian para tetua Dayak, tempat mereka tinggal dihancurkan atau dibakar.

IV. Bahasa

Dengan sekitar 200 sub suku Dayak, terdapat sangat banyak bahasa dan dialek yang digunakan, sekitar 170 bahasa yang terdokumentasi. Pergerakan tinggal Dayak juga dapat menjelaskan kesamaan dialek meski terbentang jarak yang agak jauh.

Seperti bahasa yang digunakan Dayak Bedayuh, meski menggunakan bahasa daerah yang hampir sama, namun terdapat empat dialek berbeda yang tersebar di Kalimantan. Yakni dialek Bukar-Sadong, Biatah, Bau-Jagoi, dan Selakau-Lara (Asmah, 1987; Nais, 1989; Dundon, 1989).

Namun sayangnya, beberapa bahasa sub suku Dayak lain sangatlah endemik, hanya digunakan wilayah kecil, bahkan hanya diketahui oleh beberapa ratus kepala keluarga saja. Bahasa asli seperti ini yang terancam punah.

V. Self Protect

Akhirnya, tentu semua kembali kepada orang Dayak sendiri, melindungi budaya, adat, dan sejarahnya sendiri. Dibutuhkan suatu sistem untuk menghidupkan kembali sejarah dan eksistensi budaya Dayak, melalui edukasi, dokumentasi, studi literasi, dan riset.

Hanya saja, tak bisa dipungkiri, keinginan akan kekuasaan, politik, serta ekspansi korporasi di Borneo/ Kalimantan, dianggap jauh lebih penting daripada jati diri. Setidaknya para intelek Dayak dapat merefleksi diri dari perjalanan sejarah bangsa Dayak, ingin seperti apakah Dayak dilihat dalam beberapa dekade mendatang.

Bila para koloni penjajah bisa menyimpan mendokumentasi sejarah , budaya, adat lokal, sebagai harta yang tak ternilai, mengapa kita yang merdeka saat ini berpikiran sebaliknya. Sejarah dan segala perbadaan kultur merupakan kekayaan yang membentuk peradaban manusia menjadi lebih bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun