Dengan kajian yang mendalam terhadap al-qur’an dan as-sunnah, dapat dikatakan bahwa seorang muslim yang melakukan suatu perbuatan dosa, namun ia sadar perbuatannya itu adalah sebentuk kemaksiatan yang akan mendapatkan murka dan siksa Allah, tetapi perbuatan dosanya itu tidak mengeluarkanya dari keimanan. Ia tetap seorang muslim yang berhak mendapatkan hak-hak sebagai seorang muslim.
Dengan kata lain, selama seorang muslim masih meyakini prinsip-prinsip keimanan, maka perbuatan-perbuatan dosa apa pun-besar atau kecil, tidak mengeluarkannya dari Islam atau golongan orang-orang mukmin. Mereka yang masih memiliki keimanan dan tidak mengingkari kewajiban-kewajiban agama, tetapi terjerumus ke dalam perbuatan dosa dan kemaksiatan, tidak di sebut sebagai kafir yang kekal di neraka, melainkan pelaku maksiat (‘ashi) atau fasiq yang masih tergolong mukmin dan muslim. Ini berbeda dengan penganut Khawarij, yang mengafirkan pelaku dosa besar.
Jadi, HT tidak pernah mengkafirkan umat Islam, apalagi shahabat Nabi, sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok Muktazilah. Tentang hal ini bisa dibaca pada tulisan yang lain yang berjudul: “BENARKAH HT SUKA MENGKAFIRKAN UMAT ISLAM?”
Ketiga, apakah Khilafah harus quraisy?
Dalam hal ini HT melakukan kajian yang sangat mendalam terhadap semua nash syariah yang membahas hal itu, baik dari al-qur’an atau as-sunnah. HT melakukan kajian terhadap masasalah ini, sama sekali tidak ada hubungannya dengan like atau dislike terhadap quraisy, tetapi murni kajian terhadap dalil. HT menyimpulkan dari berbagai dalil, bahwa Khalifah memang tidak harus quraisy, meskipun lebih utama (afdhal) jika Khalifah itu berasal dari suku Quraisy. Silahkan dilihat istidlal-nya di dalam kitab Nidzomul hukmi fil Islam, atau kitab Asy-Syakhsiyyah Al-Islamiyyah jilid 2 pada bab: syurutul khilafah, keduanya karya Syeikh Taqiyuddin An-Nabhany, atau kitab Ajhizatu Daulatil Khilafah Fil Hukmi Wal Idarah. Untuk pembahasan ringkas dapat melihat tulisan saya yang lain, yang berjudul: “APAKAH KHALIFAH HARUS QURAISY?”
Demikianlah sekelumit pandangan HT terkait masalah seputar kelompok Khowarij. Untuk pandangan yang lain tidak dibahas karena sudah terlalu jelas.
Dengan memahami fakta Khowarij dan HT di atas, secara obyektif, siapapun orangnya, secara obyektif pasti akan mengatakan bahwa HT bukan Khowarij. Memang ada beberapa persamaan dalam hal-hal tertentu, tetapi ada perbedaan mendasar yang membuat keduanya tidak bisa disamakan. Hal yang serupa juga terjadi antara Khowarij dengan kelompok-kelompok yang lain.
Terkait dengan pernyataan seorang ustadz, tentang ciri-ciri Khowarij dan anggapan mereka bahwa HT adalah Khowarij berdasarkan ciri-ciri tersebut, tidak akan kita bahas panjang lebar di sini. Sebab, hal itu sesuatu yang mengada-ada, bahkan anak kecil saja tahu jika itu hal hanya lelucon yang sangat tidak lucu.
Pernyataan bahwa HT adalah Khowarij karena HT itu majlisnya rahasia, merupakan pernyataan dari orang yang kurang piknik. Seorang yang paling awam pun tahu bahwa HT telah mengadakan acara-acara dan forum-forum terbuka, baik yang sifatnya rutin seperti Halaqoh Islam dan Peradaban (HIP) atau yang sifatnya insidental. Bahkan beberapa forum HT dihadiri oleh puluhan, hingga ratusan ribu orang.
Jika ustadz ini merupakan orang yang biasa buka internet, hanya cukup satu click saja untuk membuktikan hal ini.
Pernyataan bahwa HT menyembunyikan agenda, operasi jaringan dan pemikirannya serta bersembunyi di balik slogan amar ma’ruf nahi mungkar, merupakan pernyataan orang yang gagap dengan realitas. HT tak pernah menyembunyikan agenda dan pemikirannya. Siapa saja dapat mengakses kitab-kitab HT secara gratis di website HT atau di semua aktivis HT yang tersebar di seluruh dunia. HT tidak pernah menyembunyikan gagasan dan pemikirannya hanya ingin cari selamat.