Semakin lemaslah tubuh saya. Membayangkan kulit perut yang digunting gitu tiba-tiba pening kepala saya. Mual. Tapi karena nggak berasa, saya cuma bisa mendengus cemas sambil pencet-pencet jemari tangan saya sebelah kanan.
Selama jalannya operasi, dokter sempat menjelaskan beberapa hal tentang kista yang diambilnya. Hanya saja saking paniknya, saya nyaris nggak menangkap apa-apa yang dibicarakannya (jajal nek kowe). Suster juga sempat menunjukkan kista yang baru diangkat, tapi saya malah bergidik ketakutan melihatnya.
"Sudah selesai, Bu. Ini sekarang dijahit ya," kata dokter.
Dan lamanya proses menjahit itu rasanya hampir sama dengan proses pembersihan kistanya, haduh. Saya yang semakin parno ketakutan hampir menangis dibuatnya. Takut efek biusnya hilang di tengah-tengah proses jahitan. Jian, deg-degan.
Beberapa menit kemudian.
"Sudah selesai, Bu."
Saya baru bisa bernapas lega saat mendengarnya. Suster segera membersihkan area luka dan memberikan betadine, kemudian menempelkan pembalut luka yang anti air, katanya. Proses operasi kecil itu makan waktu nggak sampai 30menitan.
"Jahitan ini tidak perlu dicabut ya. Nanti jadi daging. Kontrol kembali satu minggu lagi."
Setelah itu dijelaskan bahwa kista yang diangkat akan diperiksa kembali di laboratorium dan harus diambil hasilnya sebelum waktu kontrol. Setelah proses operasi itu saya baru bisa melihat bentuknya di ruang tunggu.
Baca Juga:Â Pengalamanku dengan Kista 2 Tahun Lalu
Ladalah, benda yang disebut kista itu berwarna putih berdiameter kira-kira setengah sampai satu sentimeter. Saya bayangkan jika hari itu tidak dioperasi, mungkin butuh waktu berhari-hari untuk bisa memencet semuanya keluar dari perut saya. Haduh, nggak sanggup bayangin gimana infeksinya (tarik napas).