Saya yang niatnya dari rumah hanya berobat saja tiba-tiba jadi ternganga mendengar kata-kata dokter.
"Lah, Dok, saya..." Trus nggak tahu harus bicara apa.
Setelah pemeriksaan singkat, dokter memberi gambaran tentang apa yang dilihatnya. Dengan sabar beliau menjelaskan dan menenteramkan hati saya yang dari wajah saja sudah keliatan kacau balau irama detak jantungnya.
Baca Juga:Â Pengalaman Operasi Miom dan Kista Coklat, Surgery is the First Time in My Life
"Tidak ganas kok." Meski itu pun dugaan sementara, tapi kata-katanya seperti air yang menyejukkan di telinga saya.
Puji tuhan. "Tapi operasinya tetap harus, Dok?" tanya saya pelan-pelan. Nggak tahu kenapa tiap dengar kata 'operasi,' jantung saya rasanya udah nggak ada di tempatnya lagi. Asli wedi, juuummm. Hamok pikir.
"Kalau tidak mau operasi boleh juga. Nanti kita rawat aja ya. Tapi sebaiknya memang diambil biar bersih dan tidak infeksi," kata dokter. "Gimana?"
Berpikir sejenak, mengingat kondisi benjolan yang memang sudah pecah dan kebayang malah jadi nggak karuan gara-gara infeksi, saya iyakan saja agenda untuk operasi kecil yang dilaksanakan esok pagi.
Hari H
Pagi hari, beberapa menit sebelum jadwal operasi, saya sudah bersiap di depan loket pendaftaran. Di lembar surat rujukan saya baca diagnosa sementara keluhan saya adalah Kista Dermoid. Menurut dokter itu sejenis kelainan yang posisinya berada di bawah kulit. Oleh karenanya dibutuhkan tindakan operasi kecil saja.
Beberapa saat kemudian setelah menandatangani beberapa lembar berkas administrasi, saya memasuki ruang operasi. Sempat gemetaran karena harus berjalan sendiri (memang pengantarnya harus menunggu di luar), suster memberi selembar baju operasi berwarna putih. Dan saya bingung harus gimana cara memakainya.