-
“Pak, Pak.. Berhenti dulu sebentar.”
“Ya, bu?”
“Sebentar, Pak. Mampir dulu ke toko seberang. Bapak tunggu di sini saja biar nggak repot mondar-mandir.”
Dan becak berhenti tepat di depan toko mainan.
Aku tersenyum membayar sebuah mobil balap merah menyala. Bima pasti suka. Tak sabar melihat binar matanya sembari berkata, “Makasih, Tante Mirna.” Menggemaskan. Ah, seandainya saja Tuhan memberiku berkah buah cinta dalam pernikahan. Seorang anak yang entah kapan bisa kutimang.
“Ibu, awas!”
Tiba-tiba langit tak jadi membiru. Tubuhku terhempas menghantam sesuatu. Mobil balap merah yang terbungkus rapi terlepas dari genggamanku. Seketika berkerumun banyak orang. Beberapa diantaranya mengatupkan bibir dan menggumamkan sesuatu. Entah mengapa kepalaku terasa ringan. Semakin lama semakin bertambah ringan.
“Mirnaaa!!”
Aku berdiri di samping Damar yang tak sengaja melintas di depan toko mainan. Kucoba meredakan tangisnya, tapi tak bisa. Damar seperti tak mendengarku berbicara.
-