Pagarnya masih dengan warna yang sama. Persis bertahun-tahun sebelumnya. Yang berbeda hanyalah pohon kamboja di depan rumah. Berlimpah bunganya. Hari ini, tepat lima tahun yang lalu. Di jam yang sama seperti biasa menjumpainya di depan pintu.
“Makan yang benar ya, Mas.” “Jangan sakit.”
Sesak mengatakannya. Basah pandanganku terhalang airmata. Dia, yang kuajak berbicara, tak sedikit pun mengangkat wajah. Tatapannya melayang entah kemana.
“Diantar, Bu?”
“Jalan Kenanga. Berapa?”
“Lima belas saja.”
Tak hanya tubuhku, dua keranjang penuh kubawa serta.
“Bisa, Pak?”
Bapak itu tertawa. Sudah biasa, katanya.
Bukan hanya aku yang menumpang becak dengan bawaan padat. Sejak pagi tadi beberapa kali berpapasan dengan banyak orang beserta isi tas yang hampir tertumpah keluar. Hari raya selalu mengenai banyak cerita. Tentang keluarga, cinta, hadiah. Seperti celoteh Bima yang kudengar pagi tadi di rumah.
“Pokoknya Bima mau mobil-mobilan,” ujarnya setengah cemberut.