"Apakah ini yang kamu cari?" sebuah tanya terlontar dari seorang laki-laki berseragam.
Perempuan semampai nan cantik bersepatu runcing mengatupkan sepuluh jarinya pada mukanya. Hanya sedikit saja resah yang dia nampakkan.
"Uruslah mereka. Bagiku mereka bukan siapa-siapa" jelasnya. Lalu dia pergi tanpa memberi tanda.
"Dia menangis semalaman di sini," bisik daun trembesi pada rantingnya.
"Ya, aku tahu. Dia menangisi kebodohan yang dia miliki," jawab daun yang lain.
"Dia buta. Buat apa mencintai laki-laki yang jelas memilih pergi. Sungguh bodoh," cecar daun-daun mulai berisik.
"Tapi dia pandai berperan. Lihatlah, dia tegar setelah semalaman menangis bersama hujan. Dia tidak hengkang sedikit pun sampai nafas mereka sengal satu-satu," sebatang dahan menjelaskan.
"Kita tahu apa yang dia lakukan. Tapi biarlah. Kita akan tetap membisu karena kita tidak segila dia," daun yang hampir jatuh berbicara.
"Ingat, jangan bicarakan apa yang kita lihat semalam atau kalian akan poranda mencium tanah," pesannya.
Lalu dia terbang. Sepi. Angin pagi menggoyangkan daun-daun. Butiran kristal ikut berjatuhan.
Di bawah  pohon yang lain, dua raga berdekapan lara.