"Oya? Emang bantu kenapa?"
"Adalah something gitu, trus dia tolongin."
"Jangan-jangan dugaan Uda beneran, Ri. Dia suka sama kamu," goda Uda David terdengar jelas dari nada bicaranya.
Gue mencubit pinggangnya keras-keras hingga membuat Uda meringis.
"Kebiasaan kamu kayak gini dihilangin dong, Ri. Kasihan nanti kalau punya pacar atau suami dicubitin terus."
"Bodoh amat ya. Siapa yang mau pacaran?" cibir gue walau nggak kelihatan sama Uda.
"Emang mau jomlo sampai kapan? Nggak iri lihat teman-teman kamu pulang sama pacarnya?"
Gue hanya manyun di belakang mendengar perkataan Uda David.
"Udah ah, ganti topik. Masih kelas satu SMA, ngapain pacaran? Sendirinya juga masih jomlo. Weks!" ledek gue.
"Eh, beda dong ya. Uda sekarang fokus kuliah dulu, biar bisa dapat kerja yang benar. Cowok itu harus matang sebelum menikah, jadi pacaran nomor ke sekianlah. Nggak penting-penting banget sekarang."
Benar juga ya. Uda David bakalan jadi kepala rumah tangga, tentu butuh bekal yang banyak untuk menuju ke sana. Gue dukung 100% deh, biar dia settle dulu baru cari istri.