Bukan bermaksud nggak sopan, tapi kalau Mama ngomel ceritanya bisa panjang dan melebar ke mana-mana. Bisa telat juga nanti.
"Hati-hati di jalan ya, Nak," sahut Mama.
"Pastikan Ari masuk ke sekolah, Vid," cetus Papa takut gue bolos.
Ya Tuhan, seumur-umur mana pernah gue bolos sekolah? Papa ada-ada saja. Mungkin dampak dari mendengarkan percakapan kemarin lusa, jadinya rada over protective deh sekarang.
"Iya tenang, Pa. Kalau main-main di luar pagar biar David jewer kupingnya," tanggap Uda cekikikan.
"Dah Donny," ucap gue melambaikan tangan ke arah si Bontot yang tersungut sekarang.
Kami bertiga lahir dalam jarak yang tidak terlalu jauh. Gue dan Uda David hanya selisih tiga tahun, sementara si Bungsu lahir satu tahun tiga bulan setelah gue lahir. Yup, Mama kecolongan, langsung hamil lima bulan setelah melahirkan.
Sebenarnya kami bertiga cukup kompak, hanya saja Donny sering berpikir kalau Uda David pilih kasih dan lebih sayang sama gue. Wajar sih ya, karena bagaimanapun juga diri ini satu-satunya anak perempuan di keluarga. Jadi jangan heran jika penampilan gue jauh dari kesan feminin.
Setelah menaiki motor, kami langsung meninggalkan pekarangan rumah yang tidak besar ini.
"Jadi gimana? Masih digangguin nggak?" teriak Uda David agar bisa mengalahkan suara deru kendaraan.
"Udah nggak sih. Malah kemarin dia sempat bantuin Ari."