Mohon tunggu...
Dom Asteria
Dom Asteria Mohon Tunggu... Jurnalis - Energy Journalist

Sapere Aude

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahaya Belajar Bahasa Inggris ke Teman dengan Mengikutsertakan Perasaan

14 Juli 2021   22:17 Diperbarui: 22 Maret 2022   19:44 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu aku kembali sangat serius untuk belajar bahasa Inggris. Di usia yang sudah tidak muda lagi. Tetapi karena tuntutan pekerjaan dan mimpi yang belum selesai, akhirnya aku harus melawan diri sendiri untuk mengejar ketertinggalan itu.

Kali ini, tingkat bahasa Inggris yang kupelajari lebih pada bagaimana menyajikan fakta dan data dalam sebuah tulisan. Ada banyak terminologi teknis, khususnya di dunia energi yang tidak aku ketahui sebelumnya.

Untuk "tenggelam" dalam dunia energi, terminologi yang hendaknya dikuasai bukan hanya pada sektor ilmu keteknikan, melainkan juga ilmu ekonomi, akuntansi, kimia, biologi, dlsb. Keribetan ini sangat menantang karena memang aku sendiri bukan berlatarbelakang salah satu di antaranya.

Syukur aku punya beberapa teman yang mau menolong. 

Setidaknya aku punya 3 teman dekat untuk belajar bahasa Inggris yang lebih dalam dan serius. Satu teman asal Azerbaijan yang sedang mengikuti pendidikan master degree di salah satu universitas. Satu teman sedang meniti pendidikan doktoral di luar negeri dan kebetulan jurusannya ekonomi. Satu teman lagi sedang menyelesaikan tesisnya dalam jurusan pendidikan bahasa Inggris.

Ada banyak cara untuk belajar bahasa Inggris secara otodidak, aku tahu ini. 

Tetapi yang utama untukku adalah adanya partner yang mampu memberi penilaian baik dari pronunciation, istilah teknis, juga punya waktu untuk itu. Belajar dengan ketiga teman tadi membuatku lebih bersemangat, mereka sangat membantu dan aku pikir profesional untuk mendidik.

Mereka bertiga punya kesamaan, yakni sedang tidak berada pada fase membina hubungan khusus dengan pria lain. Satu bonus yang aku dapatkan di luar ekspektasi sebelumnya. 

Tetapi makin ke sini ternyata akibatnya fatal.

Untuk membantu pembaca yang barangkali juga sedang belajar bahasa asing, berikut aku sampaikan 3 metode belajar yang kami pakai.

1. Menulis artikel-artikel baru

Artikel baru yang aku buat "dipaksa" setidaknya memasukkan 15 kata yang baru aku kenal. Jadi semisal kata admit (mengakui) bisa diganti dengan kata acknowlege, disclose, divulge, avow, declare, reveal, profess, dlsb. 

Sekurang-kurangnya cara ini sangat membantuku untuk mendapat kata baru, mengingat kembali kata yang pernah dikenal dan kemudian merangkainya dalam sebuah kalimat. Kalimat yang kemudian disusun menjadi artikel tersebut sejauh mungkin tidak menggunakan jasa "penerjemah" melainkan dikarang sendiri, datanya boleh diambil dari info-info terbaru dari hari ybs.

Artikel ini kemudian aku kirim ke mereka. Artikel tersebut diperbaiki susunannya, dibantu menempatkan kata yang lebih tepat untuk mengatakan sesuatu.

2. Merekam cara membaca dari artikel yang dibuat

Artikel-artikel yang aku buat tadi tidak panjang, biasanya terdiri dari 3 paragraf. Artikel tersebut aku rekam cara membacanya dan dikirim ke mereka. 

Biasanya teman-teman tadi membantu memperbaiki cara pengucapan yang benar. Aku sendiri sebenarnya cukup tertawa mendengar rekamanku ketika berbahasa Inggris. Cukup beda ketika aku belajar bahas Jerman atau Italia, rasanya cara pengucapanku cocok. Tetapi untuk bahasa Inggris, rasanya beda, seperti tidak ada manis-manisnya.

3. Komunikasi menggunakan bahasa Inggris

Aku "dipaksa" untuk berkomunikasi dengan bahasa Inggris baik berupa text message, voice note atau ketika mengadakan kegiatan video call. 

Hal ini memaksaku untuk lebih profesional ketika berkomunikasi karena memang memaksa diri untuk buka kamus, mengingat-ingat kembali kata-kata yang pernah dihapal. Ini bentuk pembelajaran yang baik karena semakin lama akan semakin terbisa.

Selang beberapa lama, karena hampir setiap hari berkomunikasi dengan mereka bertiga benih kekaguman berkecambah menjadi deep love. Kalau tidak dari aku, setidaknya kesan itu muncul dari mereka.

Benar kata beberapa orang, ketika kamu mengetik cukuplah membawa jari jangan mengikutsertakan perasaan. Apalagi di situasi proses pendidikan seperti yang aku alami, hal-hal ini memang harus diawasi dengan sangat ketat dan dengan protokol yang dirangkai sedemikian.

Aku tahu batas untuk bergaul dengan seseorang karena pada akhirnya makin ke sini, komitmen itu bisa dinaikkan ketika memang sudah benar menemukan orang yang cocok dengan kita. 

Berikut aku sampaikan beberapa "bahaya" belajar bahasa Inggris dengan mengikusertakan perasaan, sekurang-kurangnya seperti yang aku alami.

Sumber: https://www.gambar.pro/
Sumber: https://www.gambar.pro/

1. Salah menyebut nama

Kasuistik yang aku alami adalah belajar dengan tiga teman sekaligus. Ketiga teman yang memang menghadirkan inner beauty disempurnakan rupa yang memiliki keunggulan masing-masing. 

Beberapa kali aku salah menyebut nama mereka ketika mengirim pesan, kecuali ketika video call memang. Ini membuatku sering malu, tetapi aku jujur menceritakan siapa nama yang aku sebut.

2. Konsentrasi pecah

Awal belajar, aku sangat serius dan ketiga teman tadi pun serius membantu. Eh, karena lama-kelamaan ada perasaan ikutserta, terkadang komunikasi merambah ke hal yang lebih privacy. Ini kurang baik karena konteksnya aku sedang belajar. Keterpecahan konsentrasi ini kerap mengganggu karena aku tidak mau membedakan yang satu dengan yang lainnya. 

Tetapi di sana-sini ada tanda-tanda khusus untuk mengajak "yuk, lebih dalam lagi" dan seterusnya. Di sini sikap profesional memang harus tetap diutamakan, belajar ya belajar, bukan malah di mengikutsertakan perasaan. 

Misalnya, jika seseorang itu ada perasaan lebih terhadap seseorang, tengah malam pun dia tidak merasa enggan untuk menyapa pasangannya. Diskusi pun bisa dari hal receh hingga ke yang serius. Ini tidak lain demi memicu kehangatan.

Aku sering merasa terganggu dan pasti sebaliknya jika sering komunikasi di luar konteks belajar. Karena aku sendiri punya pekerjaan yang punya target, sama halnya mereka juga.

3. Tidak fokus

Aku mengalami tidak fokus berkomunikasi dengan seseorang dalam proses pembelajaran. Karena kepada tiga teman sekaligus, aku tidak mampu menghadirkan diriku yang utuh pada satu orang. Ini bukan selingkuh, ini lebih pada pentingnya menghadirkan diri secara utuh ketika kita berkomunikasi dengan orang lain. 

Aku mengalami adanya gangguan dari dalam diri dan menjadi lucu ketika satu permintaanku atau pihak lainnya tidak terpenuhi, muncul rasa kecewa. Rasa kecewa kerap sangat mengganggu karena besoknya komunikasi tidak plong lagi, seperti ada hambatan.

4. Ada yang pamit lebih awal

Belajar dengan beberapa orang itu memang sangat membantu, tetapi di sisi lain karena ada perasaan kerap muncul pembedaan langsung dari diri sendiri. Si A lebih hangat ya, si B lebih bebas ya, si C lebih manis ya, dan sebagainya yang ujung-ujungnya membeda-bedakan. Ini tidak baik!

Sejak awal aku jujur ke temanku bertiga tadi bahwa aku sedang belajar juga dengan beberapa temanku yang lain dan memang mereka tidak saling kenal. Baru-baru ini akhirnya aku harus mengakhiri proses pembelajaran dengan satu orang teman karena ada pihak yang perasaannya sangat kuat. Akhirnya harus ada yang mengatakan sudah cukup, meskipun masih berkomunikasi juga sejauh ini dengan baik.

Di tengah pekerjaan yang standarnya sangat tinggi, punya teman itu sangat membantu. Apalagi teman yang bisa membantu dalam proses belajar kita. Apalagi hidup ini selalu belajar, tidak ada yang lulus dalam belajar. Dia berlangsung terus menerus. Punya teman banyak jauh lebih baik daripada punya satu musuh.

Tetapi di dalam hal seperti cerita di atas, cobalah untuk profesional menempatkan pertemanan, proses pembelajaran dan tak mencampuradukkan perasaan. Agar tidak ada rasa kecewa, rasa diabaikan ketika pesan lama berbalas, rasa terganggu ketika ada permintaan yang berlebihan, dlsb.

Belajar bahasa Inggris itu baik, tetapi mengikutsertakan perasaan di dalamnya mungkin baik dikaji ulang.

Dom Asteria

Di balik tembok putih, 14 Juli 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun