Mohon tunggu...
Laurency Debora Nadeak
Laurency Debora Nadeak Mohon Tunggu... Lainnya - #Planners

Urban and Regional Planning

Selanjutnya

Tutup

Nature

Pesona Pohon Cemara Udang Beserta Keindahan Pesisir Pantai Kuwaru Diintai Bahaya Kerusakan Lingkungan

22 Maret 2020   02:56 Diperbarui: 22 Maret 2020   03:08 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Wilayah pesisir merupakan bagian dari ekosistem perairan yang secara umum didefinisikan sebagai wilayah pertemuan antara daratan dengan lautan. Sedangkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 27 tahun 2007, ditambahkan pula bahwa wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.

Wilayah ini umumnya masih identik dengan sifat-sifat laut seperti intrusi air laut, angin laut, maupun pasang-surut air laut yang mempengaruhi wilayah pesisir ke arah darat. Pada wilayah pesisir yang mengarah ke lautan juga memiliki kaitan erat dengan sifat-sifat daratan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia seperti penggundulan hutan maupun pencemaran  (Carlos, 2011).

Wilayah pesisir dapat dikatakan tidak memiliki garis batas nyata untuk menunjukkannya sebagai kawasan peralihan antara wilayah daratan dan wilayah lautan. Batas yang mungkin dapat dijadikan pedoman hanyalah berupa garis khayal yang sangat dipengaruhi oleh faktor alam serta kondisi setempat (Dahuri, Rais, Ginting dan Sitepu, 1996).

Berdasarkan garis pantai, wilayah pesisir memiliki dua jenis batas yaitu batas yang sejajar dengan garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus dengan garis pantai (cross shore).

Berdasarkan kepentingan pengelolaan, batas wilayah pesissi dapat dikategorikan menjadi dua yaitu wilayah perencanaan dan wilayah pengaturan atau wilayah pengelolaan keseharian (Bengen, 2002).

Wilayah pesisir dapat dikatakan sebagai suatu ekosistem unik yang dinamis serta memiliki produktivitas tinggi.. Berbagai sumber daya alam dapat ditemukan di wilayah pesisir, baik itu sumber daya alam yang dapat terbaharukan maupun yang tidak dapat terbaharukan.

Ekosistem yang terdapat pada wilayah pesisir dapat dibedakan menjadi beberapa ekosistem utama yaitu ekosistem terumbu karang, padang lamun, terumbu karang, estuari, pantai (berpasir, berbatu, dan berlumpur), serta ekosistem pulau-pulau kecil (Bengen, 2002).

Untuk lebih membedakan wilayah pesisir dengan wilayah lainnya, terdapat karakteristik khusus yang mencerminkan wilayah pesisir yaitu, pada wilayah pesisir seringkali terjadi perubahan sifat biologis, kimiawi, dan geologis, merupakan ekosistem dengan keanekaragaman dan produktivitas hayati tinggi yang menjadi tempat bernaung bagi biota laut, terdiri dari terumbu karang, pantai, bukit pasir, dan hutan mangrove yang bekerja sebagai pelindung dari aktivitas alam seperti badai, banjir, abrasi serta erosi (Atmaja, 2010).

Salah satu provinsi yang memiliki potensi yang besar adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kawasan pesisir selatan DIY terbagi ke dalam 3 wilayah kabupaten, mulai dari wilayah Kabupaten Kulonprogo, melewati wilayah Kabupaten Bantul sampai dengan wilayah Kabupaten Gunungkidul.

Karakteristik yang dimiliki masing-masing kawasan pesisir wilayah kabupaten memiliki ciri khas dan potensi yang berbeda. Kabupaten Bantul merupakan satu dari beberapa kabupaten dengan banyak obyek wisata yang menjadi andalan dalam mengelola potensi Kabupaten Bantul sebagai upaya Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Karakteristik spasial wilayah pesisir Kabupaten Bantul memiliki ciri khas pantai berlereng landai, bermaterial pasir, dan terdapat keberadaan gumuk pasir. Adapun material yang menyuplai wilayah pesisir tersebut adalah alluvium yang berasal dari Gunung Merapi.

Terdapat beberapa pantai yang ada di kawasan pesisir selatan Kabupaten Bantul seperti Pantai Parangtritis, Pantai Kuwaru, Pantai Depok, Pantai Pandansimo, Pantai Samas, Pantai Goa Cemara, dan Pantai Baru. Pantai Kuwaru merupakan salah satu pantai termuda diantara pantai-pantai lainnya yang terdapat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Bantul.

Pantai Kuwaru terletak di Desa Poncosari tepatnya di Dusun Kuwaru dengan luas wilayah sebesar 95.000 km2. Adapun batas wilayah Dusun Kuwaru meliputi batas sebelah barat yaitu Ngentak, batas sebelah utara yaitu Dusun Karang, batas sebelah selatan yaitu Samudera Indonesia, dan batas sebelah timur yaitu Cangkring.

Pantai Kuwaru merupakan ekosistem pesisir pantai yang memiliki karakteristik spasial berupa wilayah pesisir yang luas dengan pantai berpasir hitam (Sandy Beach), garis pantai panjang, dan lereng pantai yang landai. Adapun karakteristik fisik yang dimiliki oleh pantai ini adalah, ditanami banyak pohon perindang yaitu cemara udang, terdapat fasilitas penunjang pariwisata, serta mengalami abrasi dan sedimentasi yang cukup besar.

Pantai Kuwaru tergolong sebagai pantai yang cukup rawan terhadap bencana terutama gempa, tsunami dan abrasi dibandingkan pantai-pantai lain di bagian selatan Yogyakarta, seperti Pantai Parangtritis dan Pantai Pandansimo karena terletak di bagian selatan Yogyakarta dan dikategorikan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari tokoh masyarakat Dusun Kuwaru, telah terjadi abrasi sekitar 120 meter selama sekitar 20 tahun atau sekitar 6 meter per tahunnya. Adapun indikator lapangan yang menunjukkan terjadinya abrasi adalah rumah sumur pompa yang tenggelam, dengan jarak awal dari garis pantai saat dibangun sekitar 100 meter.

Pantai Kuwaru mempunyai potensi pada keindahan alamnya. Pada tahun 2012, tercatat bahwa jumlah wisatawan yang ada di Pantai Kuwaru mencapai 140.160 orang. Pantai ini memiliki vegetasi unik yang menjadi ciri khasnya yaitu adanya pohon cemara udang yang ditanami oleh masyarakat, dengan kerjasama dengan PT.INDOCOR dan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 2000.

Dan pada tahun tersebut juga, masyarakat mulai menanam pohon cemara udang di Pantai Kuwaru yang diinisiasi oleh kepala Dusun Kuwaru. Sebelum identik dengan pohon cemara udang, Pantai Kuwaru hanya memiliki tumbuhan pandan liar di pesisir pantai sehingga merusak semua lahan pertanian masyarakat. Seperti ekosistem pesisir lainnya, Pantai Kuwaru juga dipengaruhi oleh aktivitas kegiatan manusia.

Masyarakat Pantai Kuwaru mempunyai mata pencaharian tetap dan alternatif mata pencharaian lain dengan jumlah pendapatan yang bervariasi. Mata pencaharian utama masyarakat Pantai Kuwaru bergerak di sektor pertanian, yang meliputi pertanian tanaman pangan, perikanan dan peternakan.

Pada tahun 2012, tercatat penduduk yang bekerja pada sektor pertanian sebesar 270 jiwa (61%), nelayan sebesar 110 jiwa (24%), jasa sebesar 110 jiwa (4%), sektor perdagangan sebesar 60 jiwa (8%) dan bangunan sebesar 7 jiwa (3%). Petani Dusun Kuwaru umumnya bertani tanaman padi dan palawija, namun kegiatan pertanian ini terganggu karena adanya tambak udang di sekitar Pantai Kuwaru.

Adanya tambak udang menyebabkan udara dan uap air di sekitarnya mengandung garam sehingga menyulitkan tanaman untuk tumbuh. Tambak udang tersebut merupakan usaha yang dilakukan oleh nelayan Pantai Kuwaru.

Dalam prosesnya pembuatannya, kolam tambak udang memicu permasalahan lingkungan baru karena nelayan cenderung menebang pohon untuk dijadikan sebagai bahan untuk membuat kolam tambak di sekitar pantai.

Di samping bekerja pada sektor pertanian dan perikanan, terdapat penduduk yang juga bekerja di sektor pariwisata melalui jasa dan usaha terkait pariwisata, seperti usaha kuliner (40%), usaha souvenir (16%), toko kelontong (14%), jasa penyewaan tikar (10%), dan berbagai usaha lainnya (20%).

Adapun jumlah pendapatan masyarakat Pantai Kuwaru tergolong bervariasi, yaitu kurang dari Rp750.000,00 hingga lebih dari Rp4.500.000,00. Persentase terbesar sebesar 30% pendapatan masyarakat berada pada level Rp751.000,00 hingga Rp1.500.000,00.

Berdasarkan tingkat pendidikan yang dimiliki, pada tahun 2012, mayoritas dari penduduk hanya menempuh jenjang pendidikan SD, yaitu sebanyak 142 jiwa (33%).

Sementara itu, penduduk yang menempuh pendidikan ke jenjang perguruan tinggi hanya sebesar 13 jiwa (3%). Sehingga tingkat pendidikan penduduk di Pantai Kuwaru dapat dikataka rendah. Tingkat pendidikan yang rendah memiliki keterkaitan dengan perilaku masyarakat untuk menjaga lingkunga.

Peran dan kesadaran masyarakat akan lingkungan sekitar menjadi kurang dan berdampak pada lingkungan sosial dan ekonomi. Lebih disayangkan lagi, masyarakat di sekitar Pantai Kuwaru bahkan beranggapan bahwa keberadaan pohon cemara udang menyebabkan kerusakan lingkungan karena menyebabkan tingkat abrasi meningkat. Faktanya, pohon cemara udang merupakan salah satu bentuk pelindung ekosistem pesisir dari abrasi dan sangat penting untuk wilayah pesisir.

Ekosistem pesisir Pantai Kuwaru sangat dipengaruhi oleh perilaku dan kegiatan masyarakat di sekitarnya. Kegiatan dan perilaku masyarakat sekitar telah menyebabkan kerusakan lingkungan pesisir Pantai Kuwaru. Sebelum adanya tambak udang di sekitar pantai, antai Kuwaru pada awalnya telah dikembangkan oleh pemerintah melalui Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul dengan program promosi Pantai Kuwaru.

Namun dalam prosesnya muncul permasalahan lain yaitu terdapat sebagian masyarakat yang membagi tanah di pesisir Pantai Kuwaru menjadi beberapa petak untuk digunakan sebagai lahan tambak udang. Pembuatan kolam tambak udang ini menyebabkan kerusakan lingkungan karena dilakukan dengan cara menebang pohon untuk dijadikan sebagai bahan baku.

Pohon-pohon seperti pohon akasia, cemara udang, dan pohon leresidi yang ada di sekitar Pantai Kuwaru terus berkurang jumlahnya karena habis ditebang oleh masyarakat. Kerusakan lingkungan pesisir yang terjadi tentunya memiliki dampak terhadap lingkungan sekitar.

Salah satu dampak yang diperoleh terletak pada aktivitas ekonomi yang terganggu. Hilangnya pohon cemara udang yang merupakan salah satu atraksi wisata di Pantai Kuwaru menyebabkan penurunan jumlah wisatawan yang berimbas pada penurunan pendapatan pada sektor pariwisata. 

Kerusakan lingkungan juga berdampak pada kondisi udara di sekitar pantai. Udara yang sebelumnya terasa sejuk dan asri karena adanya pohon cemara udang dan pohon lainnya, berubah menjadi panas dan gersang sehingga mengurangi minat wisatawan untuk berkunjung.

Selain itu, adanya tambak udang juga menjadi sumber kerusakan lingkungan karena dalam pembuatan kolam tambak masyarakat melakukan penebangan pohon cemara udang, akasia, dan leresidi. Sehingga pohon-pohon yang awalnya berfungsi sebagai pelindung ekosistem pesisir kini telah hilang dan meningkatkan kondisi abrasi di sekitar Pantai Kuwaru.

Meningkatnya potensi abrasi juga memberikan dampak lain pada sektor konomi dan sosial masyarakat. Beberapa jenis usaha yang ada disekitar pantai seperti usaha warung kuliner dan usaha kolam renang terpaksa harus tutup.

Biasanya pengusaha warung kuliner dapat berjualan setiap hari, namun setelah kondisi abrasi meningkat, mereka lebih memilih untuk menutup dagangannya atau lebih memilih untuk berjualan di hari tertentu seperti hanya pada hari libur saja.

Kerusakan lingkungan pesisir umumnya merupakan dampak dan konsekuensi dari aktivitas masyarakat di sekitarnya. Kerusakan lingkungan pesisir mengancam keberlanjutan kawasan dan masyarakat Pantai Kuwaru dalam sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan. 

Oleh karena itu, peran seluruh pihak masyarakat sangat diperlukan untuk menjaga keberlangsungan lingkungan pesisir. Masyarakat perlu diberdayakan guna memahami pentingnya pengelolaan lingkungan untuk menjaga keberlangsungan lingkungan pesisir.

Masyarakat yang memiliki pengetahuan dan kesadaran akan keberlangsungan lingkungan akan menciptakan pengelolaan lingkungan pesisir yang efektif. Selain itu, keterlibatan masyarakat dan pemerintah daerah juga merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelestarian lingkungan pesisir yang berkelanjutan.   

REFERENSI

Atmaja, E. 2010. Wilayah Pesisir (Coastal Zone). http://sastrakelabu. wordpress.com/   wilayahpesisircoastalzone. (Diakses 20 Maret 2020)

Bengen, D.G. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut Serta Pengelolaan Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.

Carlos, C. 2011. Konsep dan Definisi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Kelautan. http://carolinacarlos.mhs.upnyk.ac.id/pesisir/konsepdandefinisipengelolaan wilayahpesisirdankelautan. (Diakses 20 Maret 2020)

Dahuri, M., J.Rais., S.P. Ginting., dan M.J. Sitepu. 1996. Konsep Pembangunan   Berkelanjutan dalam Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir. Bogor:   PPLHLP, Institut Pertanian Bogor.

Pinto, Zulmiro. 2015. Kajian Perilaku Masyarakat Pesisir yang Mengakibatkan   Kerusakan Lingkungan (Studi Kasus di Pantai Kuwaru, Desa Poncosari,   Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, Provinsi DIY). Jurnal Wilayah dan   Lingkungan. 3(3): 163-174.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan  Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun