Mohon tunggu...
Latin SE
Latin SE Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi Asuransi & KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi)
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hobby Menulis, Mendengarkan musik, Jogging, pekerja keras, Loyalitas, jujur, Amanah, Murah Senyum

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perusahaan Asuransi Gagal Bayar! Di Mana Peranan OJK, AAJI, dan Pemerintah?

13 Maret 2023   22:21 Diperbarui: 13 Maret 2023   23:33 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), diduga telah lalai tidak melakukan pemeriksaan mendalam atas proposal rencana penyehatan keuangan (RPK) dan Program Restrukturisasinya, dan secara langsung terhadap persetujuan pengalihan Portofolio pertanggungan asuransi jiwa milik Negara ke perusahaan asuransi swasta lain. Hal ini, secara terang-terangan OJK, telah melanggar aturan sendiri dalam pengalihan Portofolio pertanggungan polis asuransi ke asuransi lain yang tidak sesuai dengan  Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 69/POJK.06/2016, Pasal 60 ayat (2) huruf a, b, c, & d, berbunyi : Pengalihan portofolio pertanggungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan bahwa pengalihan dimaksud: (a).tidak mengurangi hak pemegang polis,tertanggung, peserta, atau Perusahaan Ceding; (b). dilakukan kepada Perusahaan atau Unit Syariah yang memiliki bidang usaha yang sama; (c). dilakukan kepada Perusahaan atau Unit Syariah yang telah memiliki produk sejenis atau jenis perjanjian reasuransi yang sejenis; dan (d). tidak menyebabkan Perusahaan atau Unit Syariah yang menerima pengalihan dimaksud
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.

Kemudian kelalaian selanjutnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga membiarkan praktek pemasaran polis baru (closing polis), ketika kondisi perusahaan asuransi jiwa milik Negara  itu, sedang mengalami tekanan likuiditas keuangannya tanpa diberikan bantuan akses permodalan Negara (PMN) oleh Pemerintah Republik Indonesia. Hanya sebagai alibi saja, Pada kenyataannya PMN sebesar Rp 20 triliun itu diberikan pada perusahaan non-asuransi pada BPUI yang sekaligus ditunjuk menjadi Holding Asuransi. Dimana, praktek closing polis baru itu, diklaim sepihak oleh Direktur Utama perseroan sebagai praktek dari restrukturisasi terhadap polis-polis yang diboyong ke asuransi lain. Hal itu, juga diklaim sepihak sebagai bentuk dari pada penyelamatan polis. Statement di Direktur Utama perseroan itu, atas restrukturisasi polis sebagai bentuk penyelamatan polis ,tidak benar,  menurut penulis klaim sepihak itu menyesatkan terhadap seluruh Nasabah Polis BUMN. Karena pada realisasinya tidak seperti itu, yang terjadi adalah sebuah bentuk pemasaran polis baru (closing polis) yang menjalankan praktek Churning Twissting polis asuransi diboyong ke asuransi lain. Dimana, yang diawali pembatalan polis secara sepihak pada tahun 2020, oleh karenanya, Nilai Uang Polis Nasabah hanya diakui sebatas Nilai Tunai saja, manfaat polis asuransi pada polis sebelumnya telah dihilangkan. Dimana, praktek Churning Twissting polis itu dilarang  oleh Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SE-OJK) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Pemasaran Produk Asuransi.

Dimana peranan AAJI, Ketika Perusahaan Asuransi Gagal Bayar ?

Dok.Pri
Dok.Pri
Berdasarkan Siaran PERS AAJI Tahun 2020, bahwa peranan dari AAJI (Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia) adalah AAJI memiliki kewenangan dalam penyusunan standar etika usaha dan tata perilaku (code of conduct), pembentukan profil risiko dan tabel mortalita serta pelaksanaan dan penetapan sertifikasi keagenan. Seluruh anggota AAJI terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mengacu kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Agen asuransi wajib terdaftar di AAJI setelah dinyatakan lulus dalam ujian sertifikasi keagenan yang diselenggarakan oleh AAJI sebagai lembaga sertifikasi profesi yang terdaftar dan diakui oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Tujuan ujian sertifikasi keagenan asuransi yaitu memastikan bahwa agen asuransi memiliki kompetensi, keahlian, perhatian dan kecermatan dalam melayani atau bertransaksi dengan nasabah polis. Asuransi jiwa tidak dapat dijual atau ditawarkan oleh agen yang tidak memiliki sertifikasi keagenan asuransibaik untuk produk yang ditawarkan oleh agen perusahaan secara langsung maupun melalui kerjasama dengan bank (bancassurance).


Penulis sebagai praktisi asuransi, melakukan penelitian dan analisisnya terhadap kebijakan AAJI, bahwa pengalihan tenaga pemasaran atau Agent Asuransi ke perusahaan asuransi lain harus memperhatikan kepentingan perusahaan asuransi yang ditinggalkan. Jika menyebabkan penurunan income Premi perusahaan menjadi kolaps itu tidak diperkenankan dilakukan bedol desa agent asuransi berpindah pada tempat yang baru. Perpindahan tenaga pemasaran agent asuransi hanya dapat dilakukan secara individual/personal, tentu memperhatikan dari pada tenggang waktu yang diberikan untuk bisa berpindah berkarir ditempat yang baru dan telah clear dengan perusahaan asuransi yang ditinggalkannya. Perpindahan tenaga pemasaran yang dilakukan secara kelompok (kolektif) yang dilakukan oleh sebuah korporasi itu disebut dengan tindakan bedol desa itu seharusnya tidak diberikan ijin oleh AAJI, apalagi diberikan persetujuan secara resmi, dan ada jejak bukti dokumen autentiknya. Biasanya, perpindahan tenaga pemasaran agent asuransi ke perusahaan asuransi lain, itu harus melalui proses tahapan, ada masa tunggunya selama 6 (enam) bulan dari non-aktif diperusahaan sebelumnya. Dan  telah menyelesaikan seluruh kewajiban diperusahaan yang ditinggalkannya, juga mendapatkan surat pengalaman kerja /surat referensi kerja dari perusahaan sebelumnya, menandatangi pakta integritas sebagai Agent asuransi, tidak akan melakukan kecurangan "pemasaran polis praktek Churning Twissting"  atau tindakan yang mengalihkan portofolio pertanggungan asuransi dari perusahaan sebelumnya untuk dibawa ke perusahaan asuransi yang baru. Jika melanggar dari ketentuan dan kode etik profesi Agent Asuransi maka ada sanksi yang sangat berat sudah menantinya, pertama akan diblacklist namanya di AAJI (Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia), tidak bisa memasarkan/ menjual produk asuransi kepada perusahaan yang diwakilinya.
Sebagai informasi, diketahui sebelumnya, bahwa diduga ada sejumlah tenaga pemasaran agent asuransi ber- plat merah yang bermigrasi sebanyak 882 Orang ke perusahaan asuransi lain. Hal ini, telah dilakukan bedol desa ke asuransi lain yang menyebabkan perusahaan asuransi yang ditinggalkannya itu, mengalami gagal bayar asuransi, kebangkrutan dan tidak memiliki pendapat dari income premi  lagi, bahkan terancam dilikuidasi pada tahun 2023 ini.

Pemerintah-RI Absent, Ketika Perusahaan Asuransi Banyak Mengalami Gagal Bayar ?

Dikutip dari halaman resmi website https://investor.id Berjudul Menkeu-RI : PMN Rp 20 Triliun BPUI, Bukan Untuk Selesaikan Jiwasraya. Bahwa Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan bahwa Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp 20 triliun kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) tahun 2021, bukan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Ia mengatakan kasus ini sudah ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) akan tetap diselesaikan melalui jalur hukum.

Penulis sebagai praktisi asuransi, berpandangan bahwa statement Mentri Negara itu sebagai wakil dari Pemerintah Republik Indonesia seperti cuci tangan terhadap persoalan yang mendera beberapa perusahaan asuransi jiwa di Indonesia, khususnya terhadap perusahaan asuransi jiwa milik Negara. Dimana, asuransi jiwa itu yang sedang mengalami tekanan likuiditas dan berlanjut menjadi gagal bayar polis asuransi. Penulis tidak bisa melihat apakah pernyataan Mentri Negara itu sedang mewakili suara pribadinya atau sedang mewakili kapasitasnya sebagai Pemerintah. Hal ini, yang belum terkonfirmasi secara langsung atas statement tersebut diruang publik. Salah satu faktor penyebab penurunan keuangan atau tekanan likuiditas adalah akibat dampak negatif pandemi Covid-19 yang melemahkan sistem perekonomian nasional dan sistem ekonomi internasional. Dimana, telah masuk kepada jurang resesi ekonomi dunia ditambah kondisi distrust publik adanya krisis kepercayaan berasuransi dimasyarakat. Padahal Undang-Undang No.2 Tahun 1992 tentang Usaha Asuransi Juncto UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Pasal (15) berbunyi; Pengendali wajib ikut bertanggung jawab atas kerugian Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang disebabkan oleh Pihak dalam pengendaliannya.

Lebih lanjutnya, Pemerintah telah lalai terhadap perlindungan konsumen polis asuransi. Khususnya pada seluruh Nasabah Polis Asuransi Negara dalam menghadapi dampak terburuk dari pandemi Covid-19 yang menyebabkan penurunan tingkat melemahnya ekonomi dunia. Dimana, yang berakibat fatal banyak perusahaan asuransi tumbang berguguran, dan ada yang disebabkan oleh kejahatan yang sengaja untuk ditumbangkan oleh oknum pejabat Negara. Sehingga perusahaan asuransi jiwa milik Negara itu menjadi terancam dilikuidasi sampai batas tahun 2023 ini. Padahal Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Pasal 53, Perlindungan Pemegang Polis, Tertanggung, Atau Peserta, Ayat (1) Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah wajib menjadi peserta program penjaminan polis.(2) Penyelenggaraan program penjaminan polis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan undang-undang. (3) Pada saat program penjaminan polis berlaku berdasarkan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2),ketentuan mengenai Dana Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf "d", dan Pasal 20 dinyatakan tidak berlaku untuk Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah. (4) Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan.


Menurut penulis, meskipun, kini akhirnya Pemerintah Republik Indonesia, telah secara resmi membentuk Lembaga Penjaminan Polis Asuransi (LPPA) satu atap dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Hal itu, sebagai wujud dari pada bentuk tanggungjawab Negara, itu sudah sangat terlambat selama 9 (sembilan) tahun lebih sejak tahun 2014 yang telah diamanatkan tanggung jawabnya oleh UU-Perasuransian. Dimana, melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan Penguatan Sektor Keuangan (RUU-P2SK), yang telah disahkan oleh DPR-RI sebelumnya. Akan tetapi, itu tidak akan menyelesaikan permasalah mendasar yang terjadi sekarang ini pada sektor jasa keuangan non-bank khususnya asuransi jiwa, karena akan diberlakukan mengatur kedepan, jadi percuma saja pada saat ini yang sudah menjadi isue besar Nasional, kasus gagal bayar asuransi tidak tercover oleh Lembaga Penjaminan Polis Asuransi. Seharusnya, Pemerintah Republik Indonesia lebih bijaksana dan mau jujur mengakui kelalaiannya, atas ketidak siapan dalam menghadapi badai resesi ekonomi dunia, yang membuat bangkrut beberapa perusahaan asuransi tumbang. Pada akhirnya, persoalan itu yang membelit industri perasuransian Nasional tidak terselesaikan dengan baik.

Pemerintah Terkesan Tidak Konsisten Dalam Menyelesaikan Persoalan Perasuransian Nasional ?

Penulis sebagai praktisi asuransi sangat menyayangkan, sikap Pemerintah Republik Indonesia yang terkesan tidak komitment dalam menjalankan sebuah perjanjian hukum perdata (Dokumen Polis Negara). Dimana, pada hari ini telah timbul wanprestasi Negara terhadap cidera janji polis manfaat masadepan, yang telah diubah secara sepihak oleh onkum pejabat Negara, yang mengatasnamakan sebagai bentuk dari penyehatan keuangan dan penyelamatan polis berbalut Restrukturisasi Liabilitas Terhadap Utang Negara. Hal itu secara sengaja, melalui proses penawaran intimidasinya, pengaburan fakta-fakta, melalui framing dimedia sedemikian rupa masifnya, dan sulit menerima masukan dari masyarakat. Dimana, praktek restrukturisasi liabilitas terhadap utang itu telah dikurangi Utang Negara kepada seluruh Nasabah Polis sebesar 40 persen, berkedok Restrukturisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun