Mohon tunggu...
Latin SE
Latin SE Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi Asuransi & KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi)
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hobby Menulis, Mendengarkan musik, Jogging, pekerja keras, Loyalitas, jujur, Amanah, Murah Senyum

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perusahaan Asuransi Gagal Bayar! Di Mana Peranan OJK, AAJI, dan Pemerintah?

13 Maret 2023   22:21 Diperbarui: 13 Maret 2023   23:33 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis sebagai praktisi asuransi, dari informasi tersebut berpendapat bahwa pengumuman gagal bayar asuransi diruang publik itu merupakan persoalan moralitas pribadi lebih pada "faktor market conduct" dilevel Top Manajemen. Bertujuan politis praktis yang sengaja untuk mengacaukan keadaan dan merusak reputasi industri perasuransian. Diketahui sebelumnya, pengumuman gagal bayar polis pada saluran bancassurance hanya sebesar Rp 802 Miliar, oleh Direktur Utama perseroan pada ruang publik. Hal ini, menjadi pintu masuk untuk pemicu bom bunuh diri peledakan itu untuk merusak perasuransian milik Negara. Dimana, telah berdampak sistemik disektor perasuransian Nasional dan terjadi RUS (penarikan dana asuransi rakyat secara besar-besaran di seluruh Indonesia). Padahal, kondisi saat itu perseroan keuangannya dalam keadaan baik, masih memiliki aset-aset yang sangat cukup untuk membayar seluruh delay-payment sebesar itu. Dan untuk bisa dilunasi segera, tetapi pada kenyataannya itu tidak dilakukan.

Diketahui, Sebelumnya persoalan itu muncul ke ruang publik, telah dahului mengirimkan surat yang ditujukan kepada seluruh Bank Mitra sebagai Agent penjual produk JS Saving Plan, bernomor surat: 00642/Jiwasraya/K/1018. Kemudian, disisi lain terdapat surat Klarifikasi oleh
Direktur Keuangan perseroan yang ditujukan kepada salah satu BUMN  PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT), adapun isi suratnya perihal Klarifikasi Kondisi Keuangan PT Asuransi
Jiwasraya (Persero), tertanggal 15 Oktober 2018. Bahwa didalam surat tersebut disampaikan posisi investasi per 30
September 2018 total Investasi Sebesar Rp 32,7 triliun, dimana didalam Investasi tersebut terdapat Deposito sebesar Rp
725 miliar, dan Obligasi sebesar Rp 4,5 triliun. Bila dilihat fakta yang ada, kondisi keuangan itu masih baik, yang sangat likuid dan dapat dicairkan saat itu untuk melunasi Kewajiban jatuhtempo polis bancassurance sebesar Rp 802 miliar.

Penyelesaian pembayaran klaim polis asuransi yang terlalu lama berdampak negatif terhadap tingkat kepercayaan berasuransi dimasyarakat, semakin meluas. Dimana penyelesaiannya tidak jelas, sudah mencapai 5 tahun berjalan sejak diumumkan gagal bayar asuransi dari tahun 2018 s.d 2023 sekarang ini. Bahkan oknum pejabat Negara itu, telah dianggap berprestasi merusak legenda asuransi diruang publik, sehingga dipromosikan menjadi wakil Dirut Holding, dan Direktur penggantinya kini justru sedang merencanakan dalam menargetkan untuk mengubur hidup-hidup legenda asuransi milik Negara itu. Hal ini, sangat jelas letak, persoalannya terletak pada "faktor market conduct" dilevel Top Manajemen yang tidak mempunyai itikad baik, untuk membenahi keuangan perseroan dan menyelesaikan pembayaran uang klaim asuransi kepada seluruh nasabah polisnya. Diketahui, dilatarbelakangi oleh adanya surat penawaran proposal pemasaran produk asuransi baru, yang diklaim sepihak sebagai bentuk dari Restrukturisasi Polis.

Penulis melakukan analisis kajian secara menyeluruh atas Program Restrukturisasi Liabilitas Terhadap Utang Negara yang di realisasikan sebagai bentuk restrukturisasi polis yang menyasar kepada seluruh nasabah. Bahwa, selama penawaran proposal restrukturisasi berlangsung, belum ada penyelesaian solusi pembayaran klaim yang berarti bagi seluruh Nasabah Polis yang dapat dirasakan langsung manfaatnya. Pada khususnya bagi mereka yang menolak proposal restrukturisasi polis. Dimana itu bukanlah program restrukturisasi polis melainkan hanya sebuah praktek pemasaran polis baru (Closing Polis), yang dikenal dengan istilah pemasaran praktek Churning, Twissting polis yang diklaim sepihak sebagai bentuk dari restrukturisasi polis asuransi terhadap pertanggungannya yang pada akhirnya akan diboyong ke asuransi lain. 

Disamping itu juga, bagi nasabah polis yang memperkarakan persoalan penipuan berkedok Restrukturisasi Polis secara hukum, telah di menangkan putusannya di pengadilan. Terdapat sebanyak 8 (delapan) nasabah polis menang putusan inkrah, dari 38 (tiga puluh delapan) Gugatan hukum yang teregistrasi di pengadilan selama tahun 2021. Dan untuk sisanya masih berproses perkara dipengadilan. Akan tetapi diketahui, juga belum diselesaikan tuntutan pembayaran klaim asuransi hingga sekarang ini, masih tidak jelas, kepada nasabah polis yang menang inkrah tersebut oleh perseroan, Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan RI. 

Tindakan itu dikategorikan sebagai perbuatan penghinaan terhadap lembaga pengadilan ( contempt of court), yang dilakukan oleh oknum pejabat Mentri Negara berinisial ET, dan Mentri Negara berinisial SMI yang tidak menepati janjinya, dan sekaligus tidak menjawab rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) untuk tetap mengaktifkan perseroan dan menyelesaikan pembayaran klaim asuransinya. Begitupun rekomendasi pansus DPD-RI atas permasalahan yang sama untuk tetap mengaktifkan perseroan, dan menyelesaikan secepatnya pembayaran klaim asuransinya tanpa ada haircut dan tanpa dicicil sangat lama.


Buruknya moralitas perilaku oknum pejabat Negara itu, patut dipertanyakan dari "faktor market conduct" dilevel Top Manajemen, yang harus direhabilitasi ahlaknya, dalam memberikan pelayanan publik dan mengelola portofolio pertanggungan asuransi jiwa milik Negara. Sudah sangat memprihatinkan, tidak memiliki moralitas yang baik, terlebih pengalihan portofolio pertanggungan polis asuransi jiwa milik Negara itu ke perusahaan asuransi Swasta lain, yang mengambil porsi keuntungan yang sangat besar. Dimana, yang menyebabkan kerugian bagi seluruh nasabah polis sebesar 40 persen dari total kewajiban Hutang Klaim Negaran diketahui sebesar Rp 59,7 triliun. Dampak selanjutnya, telah menyebabkan perusahaan asuransi Negara, terancam dilikuidasi, dan ditargetkan untuk dikembalikan ijin-lisensi operasional asuransi jiwa kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dimana Peranan, Fungsi, dan Tanggung jawab OJK Atas Mandat UU-OJK, UU-PPSK, Ketika Perusahaan Asuransi Gagal Bayar ?

Dok.Pri 
Dok.Pri 
Dikutip dari halam  website https://kumparan.com Berjudul OJK Minta Jiwasraya Alihkan Seluruh Polis, Ternyata Masih Perlu Tambahan Modal: Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK, Ogi Prastomiyono mengatakan OJK telah memberikan pernyataan tidak keberatan atas Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) Jiwasraya melalui surat S-449/NB.2/2020 22 Oktober 2020. Berdasarkan hasil pemantauan OJK beberapa kegiatan pokok dalam RPK telah dilaksanakan."Dalam mendukung proses penyelesaian pengalihan portofolio polis, masih diperlukan adanya tambahan modal dari pemegang saham sehingga semua polis yang telah setuju restrukturisasi dapat dialihkan seluruhnya ke IFG Life," imbuh Ogi dalam konferensi pers virtual, Kamis (2/2).

Penulis sebagai praktisi asuransi sangat menyayangkan ada statement OJK seperti itu, bahwa surat pernyataan tidak keberatannya OJK tersebut atas Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan Jiwasraya (RPKPJ), telah terjadi penyimpangan-penyimpangan yang sangat merugikan kepentingan perseroan sebagai entitas bisnis Negara dan merugikan kepentingan seluruh pemegang polis asuransi, juga yang terhubung bekerja didalamnya. Apakah hanya dengan mengeluarkan surat pernyataan tidak keberatannya OJK, persoalan di industri perasuransian Nasional akan selesai, tentu tidak. Justru OJK telah membuat ketidakpastian hukum di sektor jasa keuangan non-bank khususnya asuransi jiwa dan menimbulkan kegaduhan publik. 

Dimana, Implementasi dari Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) dengan program restrukturisasinya itu, telah terjadi Kecurangan (Fraud), yang semestinya OJK mampu melihat lebih jernih dan lebih mendalami persoalan mendasarnya. Jadi, keputusan OJK tidak bisa dibenarkan secara hukum dan Kepentingan Nasional. Karena menimbulkan polemik berkepanjangan, dimana letak perlindungan terhadap konsumen polis asuransi jiwa milik Negara itu tidak terjadi. Jika dengan program restrukturisasi polis asuransi itu, pada kenyataannya telah merugikan kepentingan konsumen polis sebesar Rp 23,8 triliun dan sekaligus mengubur hidup-hidup legenda perasuransian Milik Negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun