Mohon tunggu...
Latin SE
Latin SE Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi Asuransi & KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi)
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hobby Menulis, Mendengarkan musik, Jogging, pekerja keras, Loyalitas, jujur, Amanah, Murah Senyum

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perusahaan Asuransi Gagal Bayar! Di Mana Peranan OJK, AAJI, dan Pemerintah?

13 Maret 2023   22:21 Diperbarui: 13 Maret 2023   23:33 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Latin, SE
Praktisi Asuransi & KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi)

"Pengumuman gagal bayar polis asuransi diruang publik telah mengancam reputasi Negara, merusak reputasi BUMN menjadi tercoreng, dan merusak bisnis asuransi menjadi hancur seketika itu. Sangat sulit dibayangkan untuk mengembalikan kepercayaan itu kembali seperti posisi semula. Dimana, kepercayaan itu menjadi modal utama bisnis industri asuransi pada perusahaan asuransi jiwa, yang telah di bangun sangat lama dengan pengorbanan darah dan air mata. Sebagai bentuk perjuangan pengabdian anak bangsa selama ratusan tahun, demi membangun Indonesia dalam memupuk pondasi kepercayaan berasuransi, seharusnya dapat dijaga dengan baik , terus dipupuk, bukan dihancurkan seketika dalam sekejap mata oleh oknum pejabat Negara yang tidak bertanggung jawab."

Jakarta -Tindakan destruksi itu terhadap legenda asuransi Negara, patut dipertanyakan motivasinya, dasar hasil kajian analisis hipotesanya, dan dasar pijakan hukumnya apa ? Sehingga tega berbuat zholim menciderai bisnis asuransi jiwa milik Negara. Menjadi luntur nilai-nilai sebuah kepercayaan berasuransi itu menjadi rusak bahkan menimbulkan bencana alam bagi sektor industri perasuransian Nasional. Pemerintah Republik Indonesia melalui Bapak Presiden Joko Widodo seharusnya, bisa memberikan sanksi tegas terhadap kecerobohan Direksi BUMN. 

Dimana, yang melibatkan Mentri Negara itu berkolaborasi menghancurkan atas sikap arogansi, rendahnya kesadaran rasa Nasionalisme terhadap bangsa dan Negara, tidak memiliki Integritas, dan tidak punya profesionalisme. Apa motivasi dibalik pengumuman gagal bayar polis asuransi itu ? yang telah menghancurkan reputasi lokomotif bisnis asuransi jiwa, berdampak sistemik terhadap perasuransian secara kepentingan Nasional menjadi tercoreng di dunia Internasional.


Sejarah Asuransi di Indonesia

Perjalanan sejarah Industri perasuransian Indonesia, dimulai pada tahun 1859, dikenal istilah dalam bahasa Belanda Nillmij Van 1859. Dimana, saat itu menjadi peletakan batu pertama lahirnya perusahaan asuransi jiwa, dan jaminan hari tua (JHT). Di ketahui telah berusia 163 tahun milik peninggalan dari pada Negara Hindia-Belanda yang sebelumnya telah menjajah Indonesia. 

Perusahaan asuransi jiwa itu, kini telah diambil alih kepemilikannya oleh Pemerintah Republik Indonesia. Sebagai hasil dari kemerdekaan bangsa Indonesia, dalam melawan dan merebut kemerdekaan dari tangan para penjajah. Diketahui, Pemerintah Republik Indonesia, telah mengeluarkan dana kepemilikannya sebesar Rp 235 miliar yang kini dikenal sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Asuransi Jiwasraya (PERSERO). Didalam tubuh, perseroan itu juga mendirikan DPPK (Dana Pensiun Pemberi Kerja) dan DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan), sebagai bentuk tanggungjawab mengelola jaminan hari tua (JHT) dan jaminan pensiun yang diperuntukkan bagi Pegawai Jiwasraya, mitra kerja Perseroan, dan sekaligus bentuk pengabdian kepada masyarakat atas terselenggaranya program dana pensiun Iuran Pasti yang dikelola oleh DPLK Jiwasraya, disamping core bisnis utamanya adalah sebagai asuransi jiwa.

Kemudian sejarah perasuransian berkembang perjalanannya pada tahun 1900 Masehi. Sejarah Perusahaan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 awalnya bernama Onderlinge Lavenzekering Maatschappij Persatoean Goeroe-Goeroe Hindia Belanda (OL.Mij.PGHB). Pada saat didirikan di kota Magelang, 12 Februari 1912 dalam Kongres Persatoean Goeroe-Goeroe Hindia Belanda (PGHB). Diketahui dalam sejarahnya, perusahaan asuransi jiwa di Indonesia, ada bentuk badan hukum lain, selain dari bentuk badan hukum perseroan terbatas (PT). Ada yang berbadan hukum mutualisme atau disebut badan usaha bersama yang diakui dalam UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Asuransi Juncto UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Dimana, yang dilahirkan dari sebuah organisasi pergerakan perjuangan Budi Utomo pada tahun 1908. Kemudian, memprakarsai lahirnya Perhimpunan Guru-Guru Pribumi, juga Perhimpunan Guru-Guru dari Hindia Belanda dikenal sebagai PG-HBI, yang awalnya sebuah perkumpulan. 

PG-HBI Latar belakang kemiskinan dan keterpurukan ekonomi pada saat itu pasca penjajahan yang sangat panjang, ketika menghadapi suatu musibah, sehingga membuat kesepakatan bersama untuk membentuk wadah perkumpulan anggota asuransi jiwa dari kaum pribumi dinamakan perkumpulan Boemipoetera. Dari sana, golongan tentara rakyat, yang saat itu masih memperjuangkan Indonesia untuk merdeka dari tangan penjajahan. Kemudian, direalisasikan pada 12 Februari 1912, lahirlah sebuah perusahaan asuransi jiwa yang dikenal sebagai AJB Bumiputera 1912. 

Perusahaan Asuransi Jiwa Bersama atau disingkat  AJB Bumiputera 1912 sebagai satu-satunya legenda asuransi jiwa berbentuk badan usaha mutualisme/usaha bersama. Dimana, perusahaan asuransi jiwa berbentuk mutualisme itu sesuai anggaran dasar menempatkan Pemegang Polis sebagai pemilik perusahaan /anggota didalam perusahaan asuransi jiwa. Pemegang Polis atau disebut sebagai anggota mewakilkan kepada anggota-anggotanya dalam rapat-rapat tertentu di perusahaan yang disebut BPA ( Badan Perwakilan Anggota). BPA itu, dalam tubuh AJB Bumiputera 1912 merupakan, bagian penting badan tertinggi di perusahaan berbadan hukum mutualisme. Dimana, memiliki peranan besar untuk menentukan arah dari kebijakan strategis perusahaan mutualisme dan sekaligus mengawasi jalannya Operasional perusahaan melalui Dewan komisaris dan Dewan Direksi pada AJB Bumiputera 1912.

Penulis yang juga sebagai praktisi asuransi jiwa berkiprah lebih dari 20 tahun diindustri perasuransian nasional, memiliki pandangan terhadap 2 (dua) legenda asuransi jiwa tersebut. Dimana, 2 (dua) legenda perasuransian tertua itu memiliki rekam jejak sejarah yang panjang, yang merupakan satu-satunya warisan kekayaan aset bangsa Indonesia. Bagian dari cagar budaya Indonesia, menjadi aset bangsa yang seharusnya Pemerintah Republik Indonesia mampu melestarikan keberadaannya, ditengah gempuran perusahaan asuransi Asing didalam Negeri. 

Untuk merefleksikan Sejarah bangsa Indonesia, bagaimana bisa bangkit dari keterpurukan kondisi keuangan rakyat saat itu, sehingga mampu bisa bangkit kembali dari keterpurukannya seperti sekarang ini. Dan sekaligus mampu mewariskan yang terbaik buat bangsa dan Negara, anak cucu dimasadepan. Untuk sama-sama menjaga aset bangsa Indonesia dengan baik, dari kepunahan oleh tangan-tangan jahat yang tidak bertuan. Ada oknum pejabat Negara yang merusak harus diungkap kepublik dan dimintai pertanggungjawabannya baik secara politik juga secara hukum. Terlebih pada khususnya, Direksi BUMN yang telah dengan sengaja merongrong dari dalam atas kepentingan pribadi politiknya, maupun kepentingan golongannya, telah membuat porak-poranda legenda asuransi jiwa milik Negara tersebut. 

Patut diduga ada kepentingan lain dalam penempatan Direksi BUMN yang berasal dari Profesional Bank untuk memimpin perasuransian, yang tidak memiliki rekam jejak pengalaman di bidangnya. Justru diambil dari luar perseroan dan melakukan tindakan destruksi terhadap Legenda Perasuransian atas rusaknya reputasi Negara, reputasi bisnis asuransi jiwa terhadap kepercayaan berasuransi dimasyarakat (distrust publik).

Legenda perasuransian Nasional baik itu milik Negara ataupun milik Swasta Nasional menjadi referensi bagi perusahaan asuransi jiwa lainnya. Sekaligus menjadi tanggung jawab Pemerintah Republik Indonesia untuk bangkit kembali atau dikubur buat selamanya. Tetapi sebelum itu terjadi, alangkah bijaksananya, bila dilakukan penyelesaian dulu pembayaran klaim asuransi nasabah polis yang sudah menunggu sangat lama, diselesaikan secara benar sesuai dengan aturan Undang-Undang yang ada, bukan melawan hukum seperti yang telah terjadi dilakukan sekarang ini. 

Legenda asuransi itu, dalam setiap menjalankan operasional bisnis asuransi jiwa dan jaminan hari tua, telah menjadi referensi bagi perusahaan asuransi lain, yang baru berdiri di Indonesia. Hal ini, dikawatirkan akan menjadi presedent buruk dimasa yang akan datang, bila tidak diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dapat menjadi percontohan perusahaan yang lain. 

Dimana, diketahui seperti; perusahaan asuransi hasil joint venture dengan pihak Asing, perusahaan asuransi Swasta, atau swasta Nasional bahkan tidak menutup kemungkinan merambah ke sektor perbankan, bila mengalami masalah tekanan likuiditasnya. Pengambilan keputusan itu, sebaiknya tidak bertentangan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), SE-OJK, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Hal ini, dimaksudkan untuk menjadi  barometer Negara dalam mengukur keberhasilan mengelola sektor jasa keuangan non-bank khususnya pada asuransi jiwa. Disamping itu, Juga dalam setiap pelayanan yang diberikan kepada nasabah polis asuransi, sebagai produk percontohan dalam setiap tahapan produk baru asuransi jiwa, layanan jasa keuangan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kepatuhan terhadap setiap munculnya regulasi baru, standar pelayanan kepada para konsumen polis, remunerasi bagi para pekerjanya, dan kebijakan strategis lainnya yang bisa memberikan keuntungan/ profitabilitas bagi perusahaan asuransi jiwa di Indonesia.

Apa yang melatarbelakangi persoalan gagal bayar perusahaan asuransi itu ?

Ujar Direktur Hubungan Masyarakat OJK, Darmansyah, di Jakarta, pada 9 September 2022. Dalam keterangannya berjudul; Maraknya Gagal Bayar Asuransi, OJK Fokus Dorong Perlindungan Konsumen, Dikutip dari website https://infobanknews.com. Bahwa aspek tata kelola perusahaan yang tidak benar, lanjut Darmansyah, menjadi pemicu utama masalah gagal bayar perusahaan asuransi. 

Di samping itu, jika sebuah perusahaan asuransi benar-benar mengalami gagal bayar, ada dua faktor penyebabnya yaitu "faktor prudensial" dan "faktor market conduct. "Lebih lanjut, untuk "faktor prudensial", biasanya memang kesehatan keuangan perusahaan asuransi jiwa sedang bermasalah jadi benar-benar tidak mampu untuk membayarkan uang klaim asuransinya pada nasabah polis. Ada juga faktor lain, misalnya kesehatan keuangan sebuah perusahaan asuransi sebenarnya memadai/baik-baik saja, tapi mereka tidak mau untuk membayar klaim. Artinya, ini bermasalah dengan "faktor market conduct" atau perilakunya level top manajemen kepada kepentingan konsumen polis/Pemegang Polis.

Penulis menganalisis terhadap persoalan itu, bahwa gagal bayar polis (delay-payment), pada salah satu perusahaan asuransi jiwa milik Negara tersebut lebih tepatnya hanya persoalan dari "faktor market conduct" /perilaku buruknya moralitas dilevel top manajemen yang menyimpang dari aturan. Atas penundaan pembayaran tuntutan klaim asuransi yang terlalu lama bagi nasabah polis, tanpa kepastian yang jelas hingga sekarang ini, tidak terbayarkan pada saat sedang dibutuhkan uang polisnya. Dimana perusahaan asuransi sebagai penanggung tidak membayarkan kewajiban kepada Nasabah Polis dalam kurun waktu yang ditentukan dan penyelesaian Klaim telah melebihi 30 hari kerja. Hal ini, telah diatur lebih lanjut dalam  Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 69/POJK.05/2016, Pasal 40 ayat (1) bahwa perusahaan asuransi wajib membayar klaim sebagai bentuk manfaat dari polis asuransi, dalam jangka waktu paling lama 30 hari, sejak adanya kesepakatan antara nasabah polis dengan perusahaan asuransi mengenai kepastian jumlah klaim yang harus dibayarkan. Lebih lanjut, dalam ayat (2) Penyelesaian Klaim asuransi melalui LAPS (Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa), juga batas waktunya maksimal 30 hari kalender, dan pada ayat (3) Penyelesaian Klaim asuransi melalui jalur pengadilan juga harus mendapatkan putusan dari pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkcraht), penyelesaian pembayaran klaimnya juga maksimal 30 hari kalender dari putusan pengadilan.

Pengumuman Gagal Bayar Asuransi, Diduga Telah Dipolitisasi Oleh Oknum Pejabat Negara Hancurkan Reputasi ?

Dikutip dari halaman resmi website https://www.jurnas.com berjudul ; Saat Hexana Umumkan Gagal Bayar, Jiwasraya Punya Deposito dan Obligasi sebesar Rp 5,25 triliun. Bahwa asuransi Jiwasraya, disebut memiliki deposito sebesar Rp 725 Miliar dan obligasi sebesar Rp 4,5 Triliun pada tahun 2018. Selain deposito, terungkap fakta adanya suntikan dana nasabah lebih dari Rp 5 triliun. Belum lagi adanya informasi jika reksadana Jiwasraya pada PT Millenium Capital yang kurang dari Rp 800 Miliar ada yang ingin mengambil alih dengan besarannya hampir dua kali lipat yaitu sebesar Rp 1,45 triliun. Hal itu terungkap dalam fakta persidangan yang disampaikan tim kuasa hukum Heru Hidayat, Kresna Hutauruk pada sidang lanjutan kasus Jiwasraya, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (6/7).

Penulis sebagai praktisi asuransi, dari informasi tersebut berpendapat bahwa pengumuman gagal bayar asuransi diruang publik itu merupakan persoalan moralitas pribadi lebih pada "faktor market conduct" dilevel Top Manajemen. Bertujuan politis praktis yang sengaja untuk mengacaukan keadaan dan merusak reputasi industri perasuransian. Diketahui sebelumnya, pengumuman gagal bayar polis pada saluran bancassurance hanya sebesar Rp 802 Miliar, oleh Direktur Utama perseroan pada ruang publik. Hal ini, menjadi pintu masuk untuk pemicu bom bunuh diri peledakan itu untuk merusak perasuransian milik Negara. Dimana, telah berdampak sistemik disektor perasuransian Nasional dan terjadi RUS (penarikan dana asuransi rakyat secara besar-besaran di seluruh Indonesia). Padahal, kondisi saat itu perseroan keuangannya dalam keadaan baik, masih memiliki aset-aset yang sangat cukup untuk membayar seluruh delay-payment sebesar itu. Dan untuk bisa dilunasi segera, tetapi pada kenyataannya itu tidak dilakukan.

Diketahui, Sebelumnya persoalan itu muncul ke ruang publik, telah dahului mengirimkan surat yang ditujukan kepada seluruh Bank Mitra sebagai Agent penjual produk JS Saving Plan, bernomor surat: 00642/Jiwasraya/K/1018. Kemudian, disisi lain terdapat surat Klarifikasi oleh
Direktur Keuangan perseroan yang ditujukan kepada salah satu BUMN  PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT), adapun isi suratnya perihal Klarifikasi Kondisi Keuangan PT Asuransi
Jiwasraya (Persero), tertanggal 15 Oktober 2018. Bahwa didalam surat tersebut disampaikan posisi investasi per 30
September 2018 total Investasi Sebesar Rp 32,7 triliun, dimana didalam Investasi tersebut terdapat Deposito sebesar Rp
725 miliar, dan Obligasi sebesar Rp 4,5 triliun. Bila dilihat fakta yang ada, kondisi keuangan itu masih baik, yang sangat likuid dan dapat dicairkan saat itu untuk melunasi Kewajiban jatuhtempo polis bancassurance sebesar Rp 802 miliar.

Penyelesaian pembayaran klaim polis asuransi yang terlalu lama berdampak negatif terhadap tingkat kepercayaan berasuransi dimasyarakat, semakin meluas. Dimana penyelesaiannya tidak jelas, sudah mencapai 5 tahun berjalan sejak diumumkan gagal bayar asuransi dari tahun 2018 s.d 2023 sekarang ini. Bahkan oknum pejabat Negara itu, telah dianggap berprestasi merusak legenda asuransi diruang publik, sehingga dipromosikan menjadi wakil Dirut Holding, dan Direktur penggantinya kini justru sedang merencanakan dalam menargetkan untuk mengubur hidup-hidup legenda asuransi milik Negara itu. Hal ini, sangat jelas letak, persoalannya terletak pada "faktor market conduct" dilevel Top Manajemen yang tidak mempunyai itikad baik, untuk membenahi keuangan perseroan dan menyelesaikan pembayaran uang klaim asuransi kepada seluruh nasabah polisnya. Diketahui, dilatarbelakangi oleh adanya surat penawaran proposal pemasaran produk asuransi baru, yang diklaim sepihak sebagai bentuk dari Restrukturisasi Polis.

Penulis melakukan analisis kajian secara menyeluruh atas Program Restrukturisasi Liabilitas Terhadap Utang Negara yang di realisasikan sebagai bentuk restrukturisasi polis yang menyasar kepada seluruh nasabah. Bahwa, selama penawaran proposal restrukturisasi berlangsung, belum ada penyelesaian solusi pembayaran klaim yang berarti bagi seluruh Nasabah Polis yang dapat dirasakan langsung manfaatnya. Pada khususnya bagi mereka yang menolak proposal restrukturisasi polis. Dimana itu bukanlah program restrukturisasi polis melainkan hanya sebuah praktek pemasaran polis baru (Closing Polis), yang dikenal dengan istilah pemasaran praktek Churning, Twissting polis yang diklaim sepihak sebagai bentuk dari restrukturisasi polis asuransi terhadap pertanggungannya yang pada akhirnya akan diboyong ke asuransi lain. 

Disamping itu juga, bagi nasabah polis yang memperkarakan persoalan penipuan berkedok Restrukturisasi Polis secara hukum, telah di menangkan putusannya di pengadilan. Terdapat sebanyak 8 (delapan) nasabah polis menang putusan inkrah, dari 38 (tiga puluh delapan) Gugatan hukum yang teregistrasi di pengadilan selama tahun 2021. Dan untuk sisanya masih berproses perkara dipengadilan. Akan tetapi diketahui, juga belum diselesaikan tuntutan pembayaran klaim asuransi hingga sekarang ini, masih tidak jelas, kepada nasabah polis yang menang inkrah tersebut oleh perseroan, Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan RI. 

Tindakan itu dikategorikan sebagai perbuatan penghinaan terhadap lembaga pengadilan ( contempt of court), yang dilakukan oleh oknum pejabat Mentri Negara berinisial ET, dan Mentri Negara berinisial SMI yang tidak menepati janjinya, dan sekaligus tidak menjawab rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) untuk tetap mengaktifkan perseroan dan menyelesaikan pembayaran klaim asuransinya. Begitupun rekomendasi pansus DPD-RI atas permasalahan yang sama untuk tetap mengaktifkan perseroan, dan menyelesaikan secepatnya pembayaran klaim asuransinya tanpa ada haircut dan tanpa dicicil sangat lama.


Buruknya moralitas perilaku oknum pejabat Negara itu, patut dipertanyakan dari "faktor market conduct" dilevel Top Manajemen, yang harus direhabilitasi ahlaknya, dalam memberikan pelayanan publik dan mengelola portofolio pertanggungan asuransi jiwa milik Negara. Sudah sangat memprihatinkan, tidak memiliki moralitas yang baik, terlebih pengalihan portofolio pertanggungan polis asuransi jiwa milik Negara itu ke perusahaan asuransi Swasta lain, yang mengambil porsi keuntungan yang sangat besar. Dimana, yang menyebabkan kerugian bagi seluruh nasabah polis sebesar 40 persen dari total kewajiban Hutang Klaim Negaran diketahui sebesar Rp 59,7 triliun. Dampak selanjutnya, telah menyebabkan perusahaan asuransi Negara, terancam dilikuidasi, dan ditargetkan untuk dikembalikan ijin-lisensi operasional asuransi jiwa kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dimana Peranan, Fungsi, dan Tanggung jawab OJK Atas Mandat UU-OJK, UU-PPSK, Ketika Perusahaan Asuransi Gagal Bayar ?

Dok.Pri 
Dok.Pri 
Dikutip dari halam  website https://kumparan.com Berjudul OJK Minta Jiwasraya Alihkan Seluruh Polis, Ternyata Masih Perlu Tambahan Modal: Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK, Ogi Prastomiyono mengatakan OJK telah memberikan pernyataan tidak keberatan atas Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) Jiwasraya melalui surat S-449/NB.2/2020 22 Oktober 2020. Berdasarkan hasil pemantauan OJK beberapa kegiatan pokok dalam RPK telah dilaksanakan."Dalam mendukung proses penyelesaian pengalihan portofolio polis, masih diperlukan adanya tambahan modal dari pemegang saham sehingga semua polis yang telah setuju restrukturisasi dapat dialihkan seluruhnya ke IFG Life," imbuh Ogi dalam konferensi pers virtual, Kamis (2/2).

Penulis sebagai praktisi asuransi sangat menyayangkan ada statement OJK seperti itu, bahwa surat pernyataan tidak keberatannya OJK tersebut atas Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan Jiwasraya (RPKPJ), telah terjadi penyimpangan-penyimpangan yang sangat merugikan kepentingan perseroan sebagai entitas bisnis Negara dan merugikan kepentingan seluruh pemegang polis asuransi, juga yang terhubung bekerja didalamnya. Apakah hanya dengan mengeluarkan surat pernyataan tidak keberatannya OJK, persoalan di industri perasuransian Nasional akan selesai, tentu tidak. Justru OJK telah membuat ketidakpastian hukum di sektor jasa keuangan non-bank khususnya asuransi jiwa dan menimbulkan kegaduhan publik. 

Dimana, Implementasi dari Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) dengan program restrukturisasinya itu, telah terjadi Kecurangan (Fraud), yang semestinya OJK mampu melihat lebih jernih dan lebih mendalami persoalan mendasarnya. Jadi, keputusan OJK tidak bisa dibenarkan secara hukum dan Kepentingan Nasional. Karena menimbulkan polemik berkepanjangan, dimana letak perlindungan terhadap konsumen polis asuransi jiwa milik Negara itu tidak terjadi. Jika dengan program restrukturisasi polis asuransi itu, pada kenyataannya telah merugikan kepentingan konsumen polis sebesar Rp 23,8 triliun dan sekaligus mengubur hidup-hidup legenda perasuransian Milik Negara.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), diduga telah lalai tidak melakukan pemeriksaan mendalam atas proposal rencana penyehatan keuangan (RPK) dan Program Restrukturisasinya, dan secara langsung terhadap persetujuan pengalihan Portofolio pertanggungan asuransi jiwa milik Negara ke perusahaan asuransi swasta lain. Hal ini, secara terang-terangan OJK, telah melanggar aturan sendiri dalam pengalihan Portofolio pertanggungan polis asuransi ke asuransi lain yang tidak sesuai dengan  Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 69/POJK.06/2016, Pasal 60 ayat (2) huruf a, b, c, & d, berbunyi : Pengalihan portofolio pertanggungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan bahwa pengalihan dimaksud: (a).tidak mengurangi hak pemegang polis,tertanggung, peserta, atau Perusahaan Ceding; (b). dilakukan kepada Perusahaan atau Unit Syariah yang memiliki bidang usaha yang sama; (c). dilakukan kepada Perusahaan atau Unit Syariah yang telah memiliki produk sejenis atau jenis perjanjian reasuransi yang sejenis; dan (d). tidak menyebabkan Perusahaan atau Unit Syariah yang menerima pengalihan dimaksud
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.

Kemudian kelalaian selanjutnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga membiarkan praktek pemasaran polis baru (closing polis), ketika kondisi perusahaan asuransi jiwa milik Negara  itu, sedang mengalami tekanan likuiditas keuangannya tanpa diberikan bantuan akses permodalan Negara (PMN) oleh Pemerintah Republik Indonesia. Hanya sebagai alibi saja, Pada kenyataannya PMN sebesar Rp 20 triliun itu diberikan pada perusahaan non-asuransi pada BPUI yang sekaligus ditunjuk menjadi Holding Asuransi. Dimana, praktek closing polis baru itu, diklaim sepihak oleh Direktur Utama perseroan sebagai praktek dari restrukturisasi terhadap polis-polis yang diboyong ke asuransi lain. Hal itu, juga diklaim sepihak sebagai bentuk dari pada penyelamatan polis. Statement di Direktur Utama perseroan itu, atas restrukturisasi polis sebagai bentuk penyelamatan polis ,tidak benar,  menurut penulis klaim sepihak itu menyesatkan terhadap seluruh Nasabah Polis BUMN. Karena pada realisasinya tidak seperti itu, yang terjadi adalah sebuah bentuk pemasaran polis baru (closing polis) yang menjalankan praktek Churning Twissting polis asuransi diboyong ke asuransi lain. Dimana, yang diawali pembatalan polis secara sepihak pada tahun 2020, oleh karenanya, Nilai Uang Polis Nasabah hanya diakui sebatas Nilai Tunai saja, manfaat polis asuransi pada polis sebelumnya telah dihilangkan. Dimana, praktek Churning Twissting polis itu dilarang  oleh Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SE-OJK) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Pemasaran Produk Asuransi.

Dimana peranan AAJI, Ketika Perusahaan Asuransi Gagal Bayar ?

Dok.Pri
Dok.Pri
Berdasarkan Siaran PERS AAJI Tahun 2020, bahwa peranan dari AAJI (Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia) adalah AAJI memiliki kewenangan dalam penyusunan standar etika usaha dan tata perilaku (code of conduct), pembentukan profil risiko dan tabel mortalita serta pelaksanaan dan penetapan sertifikasi keagenan. Seluruh anggota AAJI terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mengacu kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Agen asuransi wajib terdaftar di AAJI setelah dinyatakan lulus dalam ujian sertifikasi keagenan yang diselenggarakan oleh AAJI sebagai lembaga sertifikasi profesi yang terdaftar dan diakui oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Tujuan ujian sertifikasi keagenan asuransi yaitu memastikan bahwa agen asuransi memiliki kompetensi, keahlian, perhatian dan kecermatan dalam melayani atau bertransaksi dengan nasabah polis. Asuransi jiwa tidak dapat dijual atau ditawarkan oleh agen yang tidak memiliki sertifikasi keagenan asuransibaik untuk produk yang ditawarkan oleh agen perusahaan secara langsung maupun melalui kerjasama dengan bank (bancassurance).


Penulis sebagai praktisi asuransi, melakukan penelitian dan analisisnya terhadap kebijakan AAJI, bahwa pengalihan tenaga pemasaran atau Agent Asuransi ke perusahaan asuransi lain harus memperhatikan kepentingan perusahaan asuransi yang ditinggalkan. Jika menyebabkan penurunan income Premi perusahaan menjadi kolaps itu tidak diperkenankan dilakukan bedol desa agent asuransi berpindah pada tempat yang baru. Perpindahan tenaga pemasaran agent asuransi hanya dapat dilakukan secara individual/personal, tentu memperhatikan dari pada tenggang waktu yang diberikan untuk bisa berpindah berkarir ditempat yang baru dan telah clear dengan perusahaan asuransi yang ditinggalkannya. Perpindahan tenaga pemasaran yang dilakukan secara kelompok (kolektif) yang dilakukan oleh sebuah korporasi itu disebut dengan tindakan bedol desa itu seharusnya tidak diberikan ijin oleh AAJI, apalagi diberikan persetujuan secara resmi, dan ada jejak bukti dokumen autentiknya. Biasanya, perpindahan tenaga pemasaran agent asuransi ke perusahaan asuransi lain, itu harus melalui proses tahapan, ada masa tunggunya selama 6 (enam) bulan dari non-aktif diperusahaan sebelumnya. Dan  telah menyelesaikan seluruh kewajiban diperusahaan yang ditinggalkannya, juga mendapatkan surat pengalaman kerja /surat referensi kerja dari perusahaan sebelumnya, menandatangi pakta integritas sebagai Agent asuransi, tidak akan melakukan kecurangan "pemasaran polis praktek Churning Twissting"  atau tindakan yang mengalihkan portofolio pertanggungan asuransi dari perusahaan sebelumnya untuk dibawa ke perusahaan asuransi yang baru. Jika melanggar dari ketentuan dan kode etik profesi Agent Asuransi maka ada sanksi yang sangat berat sudah menantinya, pertama akan diblacklist namanya di AAJI (Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia), tidak bisa memasarkan/ menjual produk asuransi kepada perusahaan yang diwakilinya.
Sebagai informasi, diketahui sebelumnya, bahwa diduga ada sejumlah tenaga pemasaran agent asuransi ber- plat merah yang bermigrasi sebanyak 882 Orang ke perusahaan asuransi lain. Hal ini, telah dilakukan bedol desa ke asuransi lain yang menyebabkan perusahaan asuransi yang ditinggalkannya itu, mengalami gagal bayar asuransi, kebangkrutan dan tidak memiliki pendapat dari income premi  lagi, bahkan terancam dilikuidasi pada tahun 2023 ini.

Pemerintah-RI Absent, Ketika Perusahaan Asuransi Banyak Mengalami Gagal Bayar ?

Dikutip dari halaman resmi website https://investor.id Berjudul Menkeu-RI : PMN Rp 20 Triliun BPUI, Bukan Untuk Selesaikan Jiwasraya. Bahwa Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan bahwa Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp 20 triliun kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) tahun 2021, bukan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Ia mengatakan kasus ini sudah ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) akan tetap diselesaikan melalui jalur hukum.

Penulis sebagai praktisi asuransi, berpandangan bahwa statement Mentri Negara itu sebagai wakil dari Pemerintah Republik Indonesia seperti cuci tangan terhadap persoalan yang mendera beberapa perusahaan asuransi jiwa di Indonesia, khususnya terhadap perusahaan asuransi jiwa milik Negara. Dimana, asuransi jiwa itu yang sedang mengalami tekanan likuiditas dan berlanjut menjadi gagal bayar polis asuransi. Penulis tidak bisa melihat apakah pernyataan Mentri Negara itu sedang mewakili suara pribadinya atau sedang mewakili kapasitasnya sebagai Pemerintah. Hal ini, yang belum terkonfirmasi secara langsung atas statement tersebut diruang publik. Salah satu faktor penyebab penurunan keuangan atau tekanan likuiditas adalah akibat dampak negatif pandemi Covid-19 yang melemahkan sistem perekonomian nasional dan sistem ekonomi internasional. Dimana, telah masuk kepada jurang resesi ekonomi dunia ditambah kondisi distrust publik adanya krisis kepercayaan berasuransi dimasyarakat. Padahal Undang-Undang No.2 Tahun 1992 tentang Usaha Asuransi Juncto UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Pasal (15) berbunyi; Pengendali wajib ikut bertanggung jawab atas kerugian Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang disebabkan oleh Pihak dalam pengendaliannya.

Lebih lanjutnya, Pemerintah telah lalai terhadap perlindungan konsumen polis asuransi. Khususnya pada seluruh Nasabah Polis Asuransi Negara dalam menghadapi dampak terburuk dari pandemi Covid-19 yang menyebabkan penurunan tingkat melemahnya ekonomi dunia. Dimana, yang berakibat fatal banyak perusahaan asuransi tumbang berguguran, dan ada yang disebabkan oleh kejahatan yang sengaja untuk ditumbangkan oleh oknum pejabat Negara. Sehingga perusahaan asuransi jiwa milik Negara itu menjadi terancam dilikuidasi sampai batas tahun 2023 ini. Padahal Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, Pasal 53, Perlindungan Pemegang Polis, Tertanggung, Atau Peserta, Ayat (1) Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah wajib menjadi peserta program penjaminan polis.(2) Penyelenggaraan program penjaminan polis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan undang-undang. (3) Pada saat program penjaminan polis berlaku berdasarkan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2),ketentuan mengenai Dana Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf "d", dan Pasal 20 dinyatakan tidak berlaku untuk Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah. (4) Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang-undang ini diundangkan.


Menurut penulis, meskipun, kini akhirnya Pemerintah Republik Indonesia, telah secara resmi membentuk Lembaga Penjaminan Polis Asuransi (LPPA) satu atap dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Hal itu, sebagai wujud dari pada bentuk tanggungjawab Negara, itu sudah sangat terlambat selama 9 (sembilan) tahun lebih sejak tahun 2014 yang telah diamanatkan tanggung jawabnya oleh UU-Perasuransian. Dimana, melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan Penguatan Sektor Keuangan (RUU-P2SK), yang telah disahkan oleh DPR-RI sebelumnya. Akan tetapi, itu tidak akan menyelesaikan permasalah mendasar yang terjadi sekarang ini pada sektor jasa keuangan non-bank khususnya asuransi jiwa, karena akan diberlakukan mengatur kedepan, jadi percuma saja pada saat ini yang sudah menjadi isue besar Nasional, kasus gagal bayar asuransi tidak tercover oleh Lembaga Penjaminan Polis Asuransi. Seharusnya, Pemerintah Republik Indonesia lebih bijaksana dan mau jujur mengakui kelalaiannya, atas ketidak siapan dalam menghadapi badai resesi ekonomi dunia, yang membuat bangkrut beberapa perusahaan asuransi tumbang. Pada akhirnya, persoalan itu yang membelit industri perasuransian Nasional tidak terselesaikan dengan baik.

Pemerintah Terkesan Tidak Konsisten Dalam Menyelesaikan Persoalan Perasuransian Nasional ?

Penulis sebagai praktisi asuransi sangat menyayangkan, sikap Pemerintah Republik Indonesia yang terkesan tidak komitment dalam menjalankan sebuah perjanjian hukum perdata (Dokumen Polis Negara). Dimana, pada hari ini telah timbul wanprestasi Negara terhadap cidera janji polis manfaat masadepan, yang telah diubah secara sepihak oleh onkum pejabat Negara, yang mengatasnamakan sebagai bentuk dari penyehatan keuangan dan penyelamatan polis berbalut Restrukturisasi Liabilitas Terhadap Utang Negara. Hal itu secara sengaja, melalui proses penawaran intimidasinya, pengaburan fakta-fakta, melalui framing dimedia sedemikian rupa masifnya, dan sulit menerima masukan dari masyarakat. Dimana, praktek restrukturisasi liabilitas terhadap utang itu telah dikurangi Utang Negara kepada seluruh Nasabah Polis sebesar 40 persen, berkedok Restrukturisasi.

Untuk apa diadakannya Program Restrukturisasi Liabilitas dan Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan Jiwasraya (RPKPJ), jika pada akhirnya tidak dijalankan dengan jujur oleh Direksi BUMN dan Mentri Negara. Padahal, jika Pemerintah punya keberanian sejati secara resmi, untuk  mengumumkan  pembubaran/likuidasi terhadap BUMN PT Asuransi Jiwasraya (PERSERO) itu akan lebih terhormat cara penyelesaiannya.Toh itu, memiliki tujuan yang sama tidak ada yang beda, yang pada akhirnya berujung pembubaran/likuidasi terhadap perseroan tersebut. Cuman penyelesaian pembayaran klaim yang sekarang tengah berjalan itu melalui haircut dan cicilannya, tidak secara terhormat penyelesaian klaim asuransi seperti itu. Dimana, telah melalui cara-cara seperti premanisme restrukturisasi liabilitas terhadap utang Negara yang dihaircut sebesar Rp 23,8 triliun.

Akan sangat berbeda, jika Pemerintah Republik Indonesia sejak awal secara resmi Umumkan untuk likuidasi BUMN PT Asuransi Jiwasraya (PERSERO). Hal ini, Justru kepentingan Pemegang Polis akan terlindungi, dan selamat dari pembobolan uang polisnya tersebut. Dimana, yang dilakukan oleh Oknum pejabat Negara itu, yang berkedok program restrukturisasi polis. Begitupun, kepastian terhadap hak-haknya para Pensiunan Mantan Pegawai BUMN sebanyak 2,200 orang akan mendapatkan haknya Jaminan pensiunan selama seumur hidup sesuai UU-Dana Pensiun. Demikian pula, para Pegawai BUMN sebanyak 1,200 Orang meski di lakukan PHK secara sepihak akan mendapatkan  jaminan haknya sesuai UU-Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, dan bagi Mitra Kerja BUMN itu sebanyak 10,000 orang juga pasti akan terlindungi haknya, royalty pensiun DPLK, tentunya pasti tidak akan kehilangan sumber mata pencaharian hingga sampai hari ini. (Red.fnkjgroup/13/03/23).

Penulis adalah Praktisi Asuransi & KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi) | Email: latinse3@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun