Jadi model restrukturisasi polis yang diklaim sepihak oleh ketua TIM Restrukturisasi PUJK yang juga sebagai Direktur Utama PUJK pada saat itu, dalam surat proposalnya restrukturisasi polis kepada seluruh nasabah polis, ternyata faktanya bukan menerapkan model restrukturisasi, melainkan praktek pemasaran asuransi tukar guling polis lama yang dibelikan polis baru pada perusahaan yang sama dengan menggunakan nilai tunai pada polis sebelumnya, setelah dilakukan cutoffpolis.
Jadi mengadopsi pada pemasaran produk asuransi jiwa, tetapi lebih tepatnya kepada praktek-praktek pemasaran asuransi, yang menjalankan Praktek Churning, Twissting, untuk mengganti polis lama kedalam polis baru, dengan mengubah spesifikasi produk, mengubah spesifikasi manfaat, dan mengubah perjanjian klausa baku, dari isi polis yang lama merujuk adanya perubahan pada polis (New Agreement).
Pemasaran polis asuransi jiwa dengan menerapkan praktek Churning, Twissting atau Poolling ini dilarang, yang bertentangan dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 19/SEOJK.05/2020 tentang saluran pemasaran produk asuransi. Dikarenakan dapat berpotensi merugikan kedua belah pihak baik itu nasabah polis asuransi maupun perusahaan (PUJK) sebagai penanggungnya.
Biasanya diawali dengan adanya pembatalan perjanjian polis secara sepihak oleh PUJK.Resikonya akan berdampak buruk secara income perseroan menjadi zero income premi dan juga berdampak fatal bagi nasabah polis akan kenghilangkan benefit polis secara permanen khususnya proteksi asuransi menjadi non-aktif. Hal ini dibuktikan adanya cutoffpolis secara sepihak yang dilakukan oleh PUJK per 31 desember 2020.
Tindakan sepihak itu diketahui tanpa terlebih dulu diajukan ke pengadilan negeri (PN), karena harus melalui proses putusan Hakim Pengadilan KUHP Pasal 1266. Tanpa didahului adanya putusan dari hakim pengadilan maka manajemen PUJK telah menyalahai aturannya, sehingga pembatalan polis secara sepihak merupakan tindakan illegal tidak sah yang melawan hukum, apa lagi dilakukan secara sembrono, arogansi dan ugal-ugalan dalam menjalankan opersional perusahaan mengabaikan tata kelola dan prinsip GCG (Good Corporate Governoen).
 _"Usulan Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) dijadikan pedoman dasar, untuk memperbaiki kondisi keuangan perusahaan asuransi jiwa sebagai Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), yang seharusnya bisa dijalankan sebagaimana tujuan RPK tersebut. Jadi kalau pihak manajemen PUJK mengklaim secara sepihak sebagai praktek restrukturisasi polis, dapat dipastikan itu bentuk pembohongan publik yang menyesatkan pemegang polis, dan harus bisa membuktikan referensi sumbernya."_
Pengertian restrukturisasi polis yang penulis pahami adalah sebagaimana restrukturisasi kredit debitur yang lebih dulu diterapkan pada sektor perbankan yang selama ini telah dijalankan dengan rapih. Apakah bank yang menawarkan restrukturisasi kredit harus dibubarkan dulu dikembalikan lisensinya ke OJK, lalu nasabah pinjamannya dipindah ke bank lain sebagai suatu syarat masuk adanya restrukturisasi kredit tentu tidak seperti itu bukan ?! Â (Red.fnkjgroup 23/05/2022)
Profesi Penulis adalah Consultant Adviser Ritel dan Korporat | Mantan Unit Manajer Jiwasraya |Pemegang Polis Jiwasraya| Anggota PPWI | Email: latinse3@gmail.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI