Disamping itu juga patut dipertanyakan ketidak seriusan Pemerintah RI selama ini dalam membenahi industri perasuransian tanah air, bagaimana PUJK mampu berkembang dan bersaing dikancah internasional.
Pemerintah sendiri alpa yang tidak segera merealisasikan badan penjaminan polis asuransi jiwa, karena belum dibentuknya Lembaga Penjamin Polis (LPP), sebagaimana pada sektor perbankan yang lebih dulu dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Bagaimana amanat dari Undang-Undang Perasuransian (UUP) Nomor 40 Tahun 2014, Pasal 53 ayat 1, 2 dan 4. Perintah dari UUP itu, seharusnya bisa dieksekusi saat itu pada tahun 2014, ternyata molor waktunya hingga hari ini tahun 2022.
Pemerintah telah lalai dan mengabaikan kepentingan yang menyangkut rakyat, tidak ada antisipasinya untuk memberikan perlindungan terhadap kerugian masyarakat terhadap penempatan uangnya kepada negara, mereka menitipkan uangnya untuk membangun negeri, justru malah diabiakan begitu saja, telah terjadi kehancuran pada industri perasuransian lokal yang didramtisir oleh oknum pejabat negara, akibatnya krisis distrust publik dan timbul gagal bayar tidak terhindarkan.
Padahal kesempatan waktunya cukup, untuk membentuk LPP, maksimal 3 (tiga) tahun sejak UUP dilahirkan berarti sampai tahun 2017 batas akhirnya, namun faktanya hingga tahun 2022 ini belum terbentuk LPP.
Hal ini tentu menimbulkan ketidak pastian hukum, menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah atas perlindungan asuransi dan bisa menjadi celah negative bagi pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkan kekosongan tersebut.Â
Dan situasi ini sangat berbahaya karena acamannya pasti akan berdampak negative yang bisa berpotensi merugikan kepentingan masyarakat banyak, yang lebih dulu telah membeli polis, dengan kontrak panjang, ataupun kontrak polis pendek, hingga seumur hidup, bagaimana nasib pensiunan yang dikelola oleh PUJK ini.
Hal ini menjadi sorotan dunia perasuransian baik nasional maupun internasional akan pentingnya LPP untuk menjawab tantangan ketidak pastian itu, Â sebagai bagian penting penjaminan itu merupakan representasi dari negara.
Penulis mengamati, mempelajari serta menelusuri implementasi restrukrurisasi polis yang dijalankan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), di ketahui penyelamatan pemegang polis model restrukturisasi yang dibangun dalam bentuk dokumen proposal RPK (Rencana Penyehatan Keuangan) sepertinya tidak dijalankan sebagaimana mestinya pada industri perasuransian nasional.Â
Sebagai referensinya penulis saat ini adalah model restrukturisasi pada sektor perbankan yang sudah beberapa kali lebih dulu menjalankan praktek restrukturisasi kredit bagi debiturnya.
Hal ini menjadi salah satu barometer untuk tingkat keberhasilan di sektor perbankan sudah berhasil menyelamatkan keuangan perbankan, menurunkan tingkat tingginya NPL diperbankan juga bagi debiturnya terhindar macet, yang dijalankan sangat rapih, profesional dan tidak membuat kegaduhan publik.