He's My Everything
Pisau di tangannya terlempar. Secepat kilat Jose merenggut kerah baju penyerang ayahnya. Siapa pun pria bermasker hitam itu, jangan harap ia akan mendapat maaf.
"KAU MENYERANG AYAHKU!" teriak Jose.
"KAU MEMBUATNYA TERLUKA!"
Kemarahan menyebar seperti racun di tubuh Jose. Tidak, dia tidak akan tenang sebelum pria bermasker hitam ini mendapat ganjaran atas kejahatannya. Sesaat Jose melupakan tubuh rapuh bersimbah darah yang tersungkur di tanah.
Status sebagai aktivis toleransi membuat Jose mengharamkan tangannya atas pukulan dan bentuk kekerasan lainnya. Namun, kali ini situasi menguji komitmen. Kepalan tangan Jose berhasil merobohkan pria biadab itu. Amarah menjadikan serangannya puluhan kali lipat lebih menyakitkan.
Setelah penyerang ayahnya tumbang, Jose mengangkat tubuh Ayah Calvin. Ia sedikit kesusahan karena tubuh Ayah Calvin lebih tinggi dan lebih berat darinya. Dibawanya tubuh dengan darah mengucur dari punggung itu ke mobil.
Fortuner silver itu meluncur keluar garasi. Nyaris saja menindas pria penjahat yang masih terkapar. Persetan dengan penghuni kompleks. Segera saja pria bermata sipit itu memacu mobilnya dalam kecepatan tinggi.
Relativitas waktu berkelindan dengan relativitas kecepatan. Walau angka di spedometer telah merangkak ke 120, Jose merasa mobilnya selambat siput. Tak segan ia membunyikan klakson berkali-kali saat Fortuner-nya terjebak macet. Perlukah mobil ini dipasangi lampu menyilaukan seperti yang terpasang pada ambulans?
Gelombang kemarahan menghempas pantai hati. Ia marah, marah pada banyak hal. Marah pada dunia bisnis yang kejam, marah pada pria bermasker hitam, marah pada pisau yang menukik menghujam punggung Ayah Calvin, marah pada pengguna jalan yang tak berempati, dan marah pada diri sendiri. Dirinya yang gagal menjaga Ayah Calvin.