Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lelah ini Milikku dan Milikmu

19 April 2020   06:50 Diperbarui: 19 April 2020   06:59 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya, dirinya ayah gagal. Menjaga putrinya saja tak becus. Perasaan menjadi ayah gagal ini lebih menghancurkan dari pada penyakit kekentalan darah.

Calvin Wan ayah gagal. Bayang-bayang itu terus saja merendahkannya. Menyoraki kegagalannya sebagai ayah. Terpukul Ayah Calvin, amat terpukul.

Sisa malam itu terlewati dalam kegagalan yang bertumpuk. Ayah Calvin tak dapat memejamkan mata. Satu-dua jam sekali, Silvi bangun dan menuntut luka. Silvi seperti dikuasai virus tantrum. Tahulah dia kalau Silvi bisa mengamuk dan tak stabil kapan saja.

"Kenapa Ayah meninggalkanku?" Silvi meraung frustasi pada kali kedua amukannya.

"Kemana Ayah di hari wisuda TK? Kemana Ayah saat hari pertama masuk SD? Dimana Ayah ketika semua teman sekelasku mengambil rapor bersama ayahnya?"

Rentetan kalimat itu terhambur dari bibir Silvi dengan penuh emosi. Menusuk ulu hati sang ayah. Menindih hati ayah baik hati itu dengan sesal.

"Kenapa Ayah baru datang sekarang?"

Sudah terlambatkah dirinya? Ayah gagal. Ayah yang tidak tepat waktu.

Raga Ayah Calvin tak pernah mendampingi Silvi di hari-hari spesialnya. Sang pria musim dingin melewatkan masa golden age putrinya. Ia biarkan Silvi bertumbuh tanpa figur ayah. Silvi lelah menanti Ayahnya. Ayah Calvin lelah menanti pengakuan Bunda Manda. Sesungguhnya, lelah ini milik mereka semua.

Ayah Calvin menundukkan pandang. Menatapi kedua kaki Silvi yang ditutupi selimut. Kaki yang sebenarnya cantik dan berkulit indah. Sayangnya, kulit itu terlalu sering dilukai. Anaknya yang cantik tak boleh terluka lagi.

Pukul empat pagi, Ayah Calvin menyudahi tidurnya. Dia kecup kening Silvi penuh kasih. Beranjak meninggalkan kamar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun