Berduaan dalam kesunyian bersama Ayah Calvin menjadi awkward moment buat Bunda Manda. Menyetel musik mungkin bukan ide buruk. Baru saja tangannya meraba smartphone di saku baju tidurnya, Ayah Calvin lebih dulu mengeluarkan iPod. Memutarkan sebuah lagu.
Lihat awan di sana
Berarak mengikutiku
Pasti dia pun tahu
Ingin aku lewati
Lembah hidup yang tak indah
Namun harus kujalani
Berdua denganmu
Pasti lebih baik
Aku yakin itu
Bila sendiri
Hati bagai langit
Berselimut kabut
Lihat awan di sana
Berarak mengikutiku
Pasti dia pun tahu
Ingin aku lewati
Lembah hidup yang tak indah
Namun harus kujalani
Berdua denganmu
Pasti lebih baik
Aku yakin itu
Bila sendiri
Hati bagai langit
Berselimut kabut
Lihatlah awan di sana
Berarak mengikutiku
Pasti dia pun tahu
Ingin aku lewati
Lembah hidup yang tak indah
Namun harus kujalani
Berdua denganmu
Pasti lebih baik
Aku yakin itu
Bila sendiri
Hati bagai langit
Berselimut kabut
Berdua denganmu
Pasti lebih baik
Aku yakin itu
Bila sendiri
Hati bagai langit
Berselimut kabut (Acha Septriasa-Berdua Lebih Baik).
Wajah Bunda Manda merah padam. Pertama, Ayah Calvin selalu tahu isi kepalanya. Kedua, lagu itu representatif dengan keadaan mereka sekarang ini. Ketiga, Ayah Calvin meliriknya sejak tadi.
"Kuharap pesonaku belum memudar. Kau takkan berpaling pada jewelry sibling, kan?" bisiknya, tersenyum maut pada sang istri.
Waktunya memblender bumbu untuk masakan berikutnya. Bunda Manda sedikit terselamatkan dengan bisingnya raungan blender. Meski begitu, samar dapat dia dengar Ayah Calvin bersuara.