"Enak aja. Untung aku laki-laki. Jadinya bisa nikahin Sivia." timpal Calvin, tersenyum geli.
"Rinjani aja nggak suka anjing. Dia nggak ngerti sama hobiku...rasa sayangku sama anjing."
"Selera tiap orang beda-beda, Rein."
Nyanyian Sivia mengeras. Calvin menolehkan kepala ke ruang tamu. Barulah ia tersadar. Reinhard mengedip penuh arti. Buru-buru dia membawa anjingnya pergi.
"Sorry, Princess...kamu kesal ya, aku cuekin?" ujar Calvin lembut sambil mengelus rambut Sivia.
"Udah tau nanya!"
Sepasang suara barithon dan mezosopran memberi salam. Mereka berdua turun ke halaman. Ternyata Adica dan Rossie. Sivia menatap waswas ke arah piring bertutup serbet makan yang dibawa si florist cantik. Calvin mempersilakan mereka masuk.
Tepat ketika mereka sampai di ruang tamu, hujan mencium langit. Udara dingin mengepung tanpa kenal kasihan. To the point saja Rossie meminta Calvin dan Sivia mencicipi makanannya.
"Harus sekarang?" elak Sivia berusaha menghindar.
"Iya...cobain dong." bujuk Rossie.
Calvin dan Sivia mencicipinya. Raut wajah mereka berlainan. Sivia memasang ekspresi jijik. Senyum menghiasi wajah tampan Calvin selama ia memakannya.