Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Malaikat, Lily, Cattleya] Balada Manusia Bandara

25 September 2019   06:00 Diperbarui: 25 September 2019   06:14 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Balada Manusia Bandara

Shit!

Rasanya aku ingin membuang benda jelek ini. Haruskah aku habiskan sisa hidup dengan duduk di atasnya? Apakah hidupku semenyedihkan itu?


Andai saja penyakit Hemofilia tidak menggerogotiku sejak lahir. Sering aku bertanya pada Tuhan. Mengapa Dia titipkan penyakit ini ke tubuhku? Mengapa Dia buat darahku sulit membeku? Mengapa Dia perparah penderitaanku tiap kali aku terluka?

Garis takdir menjadikanku berbeda sedari kecil. Aku, Jose Gabriel Diaz, memang berbeda. Kata Mama-Papaku, aku anak spesial.

Anak spesial? Apa bagusnya menjadi spesial karena penyakit genetik? Penyakit ini membuatku tidak berguna.

Masih segar dalam ingatanku. Waktu kecil, aku jadi satu-satunya anak yang diantar orang tuaku sampai kelas 1 Junior High School. Aku harus sembunyi-sembunyi saat belajar naik sepeda. Kubujuk teman sebangku agar mau mengajariku dengan imbalan es krim, sepuluh batang Silver Queen, bubble tea, dan makaroni panggang. Berstatus anak pengusaha sukses memudahkanku membeli makanan apa pun yang kuinginkan.

Bicara soal makanan, penyakit sialan ini pun merampas kebebasanku. Pernah aku ditertawakan teman-teman sekelas gegara membawa bekal dari rumah. Mamaku berkeras melarangku makan di luar. Makanan di luar belum tentu higienis, begitu katanya. Nanti kamu bisa keracunan atau lambungmu berdarah, lanjutnya. Menurutku, alasan itu mengada-ada. Aku sedih dan marah saat mereka membullyku. Hanya dua anak di kelas itu yang tidak ikut tertawa: Calvin dan Alea.

Calvin dan Alea, dua malaikat hidupku. Mereka mewarnai hari-hari monokromku menjadi berpelangi. Mereka yakinkan aku, kalau penyintas Hemofilia masih bisa optimis menatap masa depan. Kutemukan bintik cerah di kaki langit kehidupanku selama bersama mereka.

Semangat hidupku kembali meroket. Ingin kutaklukkan penyakit ini. Agar kubuktikan pada dunia bahwa aku bisa hidup normal bersama Hemofilia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun