Silvi takjub mendengarnya. Dimintanya Ayah Calvin bercerita tentang pria bernama Thamrin itu.
"Opa Thamrin sering membantu orang menerbitkan buku. Beliau juga mengajari banyak orang menulis. Opa Thamrin selalu menulis cerita di Hari Minggu."
"Cerita di Hari Minggu? Ayah, Silvi mau dibacain ceritanya."
Sesaat Ayah Calvin mengutak-atik tab berlogo apelnya. Lalu dia mulai membacakan cerita.
"Satu Es Krim R, cerita Minggu Pagi 26. R menepok-nepok jidat yang bak tanggul dengan dua lembar foto ukuran 10 R. Kadang berkacak pinggang. Sesekali menghembuskan nafas. Dan lebih banyak menghentak-hentakkan kakinya ke bumi."
Suara Ayah Calvin lembut dan empuk. Silvi menikmatinya. Seperti juga Ayah Calvin yang menikmati kegiatannya mengurus gadis kecil. Wajar, karena Ayah Calvin tak punya anak perempuan.
"Tak ada hasil. Makhluk misterius itu sudah menghilang dalam kerumuman dan bersliwerannya Dago pada minggu pagi yang cerah itu. Kalau ia berhalo-halo misalnya melalui pengeras suara dari OB Van radio..."
Cerita terpotong. Ayah Calvin terbatuk. Darah segar tumpah dari rongga hidungnya. Ia terbatuk lagi, lalu meninggalkan Silvi.
Benar kata Gabriel, pikir Silvi cemas. Kini dia memaklumi betapa khawatir sepupunya tiap kali ditinggal-tinggal. Ayah Calvin meninggalkan Silvi untuk muntah.
Tak lama, Ayah Calvin kembali dengan wajah pucat. Noda darah tersisa di sudut bibirnya. Silvi sedih, sedih sekali.
"Ayah kenapa? Ayah jangan sakit terus...!" isaknya.