"Alea...dingin."
Mata Alea membulat cemas. Ia beringsut bangkit dari posisi tidurnya, cepat meraih remote AC. Mengecilkan fan, menaikkan temperatur. Lembut membelai rambut pria tampan orientalis yang berbaring di sampingnya.
"Masih terasa dingin, Sayang? Aku sudah mengatur suhunya..." kata Alea halus.
Calvin merapatkan selimutnya. Satu tangannya yang lain menggenggam erat tangan Alea.
"Maafkan aku, Alea. Aku membuatmu terbangun tengah malam begini hanya karena..."
Tes.
Darah segar menetes dari hidung Calvin. Makin banyak, makin banyak, makin banyak darah mengalir. Tidak, ini tidak bisa dibiarkan.
Kunci mobil di atas nakas berpindah ke tangan Alea. Susah payah dibujuknya Calvin untuk pergi ke rumah sakit. Membujuk cinta pertamanya sesulit mendirikan Menara Eiffel dalam semalam.
"Nope, aku tidak mau. Aku baik-baik saja, Alea. I'm fine..." tolak Calvin lirih.
"You're fine? Dengan darah sebanyak itu?" bantah Alea.
"Aku..."
Kata-katanya terpotong. Calvin terbatuk. Manik mata Alea menangkap sebercak darah lagi. Lengan Alea terentang, hendak memeluk mantan member marching band yang kini menjadi pebisnis merangkap penulis itu. Detik berikutnya, Calvin jatuh pingsan di pelukan Alea.
** Â Â
"Calvin!"
Alea terbangun seketika. Thanks God, it's only a dream, pikirnya lega. Tapi, benarkah ini hanya mimpi buruk? Mimpi dapat terlahir dari kekuatan pikiran.
Pikiran wanita cantik itu tak hentinya terpusat pada satu nama: Calvin. Jelas bukan nama yang tertera di buku nikahnya. Pemilik asli justru lolos dari ingatan.
Gelisah, Alea melirik ke sisinya. Ranjang besar itu kosong. Jose, kemanakah secret admirer yang telah menghalalkannya? Oh tidak, ceroboh sekali dia. Baru beberapa jam lalu Jose memainkan lagu secara instrumental sebagai peringatan.
"Sekali saja kau masih memikirkannya, kau takkan pernah melihatku dalam keadaan utuh, Alea." Begitu kata Jose sebelum mereka tidur.
Tengkuk Alea merinding mengingat lagu yang dimainkan Jose.
Seringkali kau lupakanku
Saat bersama teman-temanmu
Pilih aku atau teman-temanmu
Dan ku kan pergi tinggalkanmu (Maudy Ayunda-Aku Atau Temanmu).
Teman, kosa kata itu berdering di kepala Alea. Calvin hanya teman terbaiknya sejak kecil. Sedangkan Jose, ayah dari putrinya. Walau tidak mencintainya tetap saja Alea menganggap Jose bagian hidupnya yang sangat berarti. Alea dan Jose punya pengikat di antara mereka berdua: Arini.
"Arini, maafkan Bunda." sesal Alea.
Bruk!
Suara apa itu? Tergesa Alea meninggalkan kamar. Kedua kaki jenjangnya menuruni tangga. Dua anak tangga terakhir, sesuatu runtuh perlahan di hatinya.
Jose jatuh dari tangga!
Darah mengucur tanpa henti dari tubuhnya. Robeklah kedamaian malam itu. Inikah cara Jose menghukum Alea?
Luka mungkin hal biasa bagi orang normal. Tetapi bagi mereka yang kehilangan faktor pembeku darah nomor sembilan?
Alea melarikan suaminya ke rumah sakit. Kekhawatiran mengacak-acak batinnya. Cepat sekali hal itu terjadi. Dalam hitungan jam, Alea telah melukai hati dua orang. Dia melukai Jose, dia pun melukai Arini.
"Ayah...Ayah!" isak Arini, berlari kecil menjajari brankar yang didorong dua orang suster.
Gadis kecil sembilan tahun berparas cantik itu tergugu. Air matanya berjatuhan. Alea mendekap Arini tanpa kata. Ia siap, sungguh siap bila Arini menyalahkannya atas semua ini.
Galau memuncak di hati Alea dan Arini kala mereka memasuki ruang rawat VIP. Mendengar kenyataan bahwa Jose harus menjalani operasi di bagian bonggol pinggangnya.Â
Pedih hati kedua perempuan cantik beda generasi itu melihat Jose muntah-muntah hebat dan merasakan sakit luar biasa. Sesakit itukah hati Jose tiap kali Alea memikirkan Calvin?
Calvin Wan yang tak bisa terhapus dari pikiran Alea itu, kini terbaring di rumah sakit yang sama. Cairan merah yang ia muntahkan adalah darah. Ruang rawatnya yang mewah dan dingin hanya terisi sunyi. Ya, Calvin hanya sendiri. Sepi sendiri dan coba ia nikmati.
** Â
Seorang kurir mengantarkan vas kristal berisi anggrek Cattleya. Jose mengulurkan tangan, menerima vas itu. Merasakan wangi Cattleya membelai lembut.
Dia tahu persis siapa pengirimnya. Hanya Alea yang akan memberinya bunga anggrek Cattleya di kala sakit. Wangi bunga bagai aroma terapi. Mungkinkah ada efek placebo di dalamnya?
Jose sedih, amat sedih. Harum Cattleya mampu meredakan sakitnya, membuatnya tidak muntah lagi pagi ini. Tapi, masihkah ada artinya bila pengirimnya terus-menerus memikirkan pemilik nama lain?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI