"Alea...dingin."
Mata Alea membulat cemas. Ia beringsut bangkit dari posisi tidurnya, cepat meraih remote AC. Mengecilkan fan, menaikkan temperatur. Lembut membelai rambut pria tampan orientalis yang berbaring di sampingnya.
"Masih terasa dingin, Sayang? Aku sudah mengatur suhunya..." kata Alea halus.
Calvin merapatkan selimutnya. Satu tangannya yang lain menggenggam erat tangan Alea.
"Maafkan aku, Alea. Aku membuatmu terbangun tengah malam begini hanya karena..."
Tes.
Darah segar menetes dari hidung Calvin. Makin banyak, makin banyak, makin banyak darah mengalir. Tidak, ini tidak bisa dibiarkan.
Kunci mobil di atas nakas berpindah ke tangan Alea. Susah payah dibujuknya Calvin untuk pergi ke rumah sakit. Membujuk cinta pertamanya sesulit mendirikan Menara Eiffel dalam semalam.
"Nope, aku tidak mau. Aku baik-baik saja, Alea. I'm fine..." tolak Calvin lirih.
"You're fine? Dengan darah sebanyak itu?" bantah Alea.