BMW putih itu mendaki perbukitan. Tikungan-tikungan terjal dilewati. Ruas jalan penuh liku. Beberapa batu besar terlempar ke tengah jalan, entah sengaja ditaruh oleh pengguna jalan nakal atau bagaimana. Hamparan bunga mawar, lily putih, melati, anggrek bulan, peperomia, aster, canna, alamanda, bougenville, dan tulip memanjakan pandangan mata. Seperti inikah surga yang tersedia di akhirat nanti?
Ketika melewati danau, Jose merasakan sakit di kepalanya. Ayah Calvin cepat tanggap. Obat painkiller itu sekejap telah pindah ke tenggorokan.
"Ayah...obatnya pahit." erang Jose, terbatuk setelah menelan obatnya.
"Semua obat tidak enak, Sayang. Tenang...kamu tidak sendiri." Ayah Calvin berkata menguatkan.
Mereka tiba di villa. Kebun teh terhampar indah di belakang villa mewah bercat putih itu. Telah lama Ayah Calvin tak mengajak Jose ke villanya.
Jose menikmati, sangat menikmati detik demi detik waktu bersama sang ayah. Tiap foto dari kamera mirrorless itu, pelukan hangat itu, ciuman hangat di kening itu, dan potongan-potongan tart karamel yang disuapkan dengan penuh kasih itu, ia sangat menikmati dan mensyukurinya.
"Ayah..." lirih Jose.
"Iya, Sayang?"
"Ini bukan pelukan terakhir, kan?"
Sekali lagi Ayah Calvin merengkuh anak itu. Mengabaikan tatapan heran turis yang lalu-lalang di sekitar kebun teh.
"Bukan, Sayang."