Sesaat Ayah Calvin dan Bunda Alea saling tatap. Saling mengungkapkan pikiran bagaimana cara membujuk yang terbaik.
"Tahun lalu, Ayah pernah larang Jose camping di dekat danau. Masih ingat nggak alasannya apa?"
"Banyak hewan buas di sana."
"Apa Ayah jahat? Apa Ayah nggak sayang lagi karena melarang Jose?"
"Nggak. Ayah baik banget. Ayah tetap sayang sama Jose."
"Sama kayak Dokter Tian. Jose dilarang main basket biar darah di dalam tubuh itu tetap stabil. Biar nggak terjadi apa-apa."
Perkataan Ayahnya membuat Jose merenung. Benarkah begitu? Sesuatu telah terjadi pada darahnya. Kelainan darah yang hampir mirip dengan sang ayah.
"Ayah kamu benar, Sayang. Melarang itu bukan berarti nggak sayang lagi. Tapi demi kebaikan..." kata Bunda Alea membenarkan.
Dan...Jose pun percaya. Ia tak lagi mengeluhkan larangan main basket seumur hidup.
Tiba di halaman depan, mereka surut langkah. Langit memerah. Berkas-berkas sinar keemasan pertanda sore resah dan ingin menyerah. Bulan menggantikan, siap mengalah. Bila bulan bertukar posisi dengan matahari dengan pancaran cahaya baru, Jose justru lelah.
Kelelahan, Jose rebah di sofa. Ayah Calvin dan Bunda Alea saling sikut. Mereka bergantian memandangi wajah permata hati satu-satunya itu.