"Aku memang tidak bisa memenuhi harapanmu, Sivia. Tapi, bukan berarti aku meninggalkanmu. Justru aku ingin mengajakmu tinggal di Bali. Segera setelah urusan kita selesai. Kita akan bersatu, dan tinggal di sana."
Hening. Keheningan yang luar biasa menyesakkan. Air bening mengambang di pelupuk mata Sivia.
"Kenapa harus tinggal di Bali, Calvin?"
"Kau tahu...kota ini sudah terlalu padat dan memuakkan. Keseringan main politik identitas. Tidak baik untuk minoritas seperti kita, Sivia."
Sivia mengangguk paham. Pulau itu pun tempat impiannya. Tak terpikirkan Ayah Calvin akan menawarinya untuk membangun keluarga di Pulau Dewata.
"Calvin, kenapa kita berbeda?" isak Sivia.
Mendengar itu, Ayah Calvin terpagut pilu. Ia menarik putus kalungnya, menatap Sivia hampa. Ada luka di mata itu.
"Sebuah kenyataan..."
Mata Ayah Calvin berembun bening. Hidungnya berdarah. Sivia menjatuhkan diri dalam pelukan pria yang dicintainya.
** Â Â
Kisah yang dituturkan Ayah Calvin menggoreskan luka besar di hati Jose. Dadanya serasa dirobek pisau kesedihan.