Pintu balkon berderit terbuka. Jose berjalan masuk. Satu tangannya membawa segelas air putih dan beberapa butir obat. Melihat itu, sontak Ayah Calvin menepuk dahinya.
"Ayah belum minum obat...pasti Ayah lupa." Jose mengingatkan.
"Iya, Ayah lupa. Terima kasih, Sayang."
Sejenak Ayah Calvin ragu. Haruskah ia minum di depan Jose? Ayah macam apa dia? Mengajari anaknya ibadah, tetapi ia sendiri tak mampu melakukannya?
"Ayo diminum, Ayah. Biar Ayah cepat sembuh."
Kata-kata Jose memutus keraguan. Ayah Calvin menghabiskan obatnya dalam satu tegukan. Kelegaan menghiasi wajah tampan Jose.
"Ayah kenapa sedih? Dua minggu lagi kan hari raya..." selidik Jose heran.
Sang ayah terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Jose berjalan memutari balkon, memasang pose berpikir. Jarinya tersilang di atas kening. Lucu sekali ekspresinya.
"Biar Jose tebak. Ayah pasti sedih karena nggak jadi pergi sama Paman Adica." terkanya.
"Bukan, bukan karena itu." bantah Ayah Calvin.
Kembali Jose berpikir. Dia berusaha keras memahami Ayahnya.