"Calisa, kenapa kau menangis?"
Ayah Calvin bangkit perlahan-lahan. Ia bersiap menghapus kristal bening yang membasahi wajah cantik itu. Namun Bunda Calisa memalingkan wajah.
"Pak direktur, mengapa kita berbeda?" isaknya tertahan.
"Sebuah kenyataan, Calisa. Tapi itu takkan mengubah keadaan. Saya tidak akan pergi lagi, begitu juga kamu."
Sesaat keduanya saling pandang. Romantis sekali. Direktur yayasan dan guru cantik saling mencinta. Belum pernah mata Ayah Calvin bersinar secerah itu. Bukan, bukan sinar mata seorang ayah. Itu sinar mata seorang pria dewasa yang mencintai wanitanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H