Sakit, sakit sekali menatapi buah hatinya mencurahi ayah lain dengan berupa-rupa perhatian. Sementara itu, pemilik asli terabaikan. Pikiran negatif tumbuh liar di kepala Tuan Effendi. Mungkinkah Calvin dendam padanya? Mungkinkah Calvin sengaja membalas pedih hatinya karena ditelantarkan begitu lama?
"Calvin bukan orang yang pendendam. Percayalah."
Sebuah suara barithon merobek tirai kesedihan. Dokter Tian datang membawa dua gelas cappucino.
Tuan Effendi pelan mengucap terima kasih. Menyesap minuman favoritnya.
"Hatinya terbagi. Potongan hatinya yang pertama dia berikan untuk Assegaf, yang kedua untuk Anda. Assegaf datang lebih dulu dalam hidupnya. Anda harus mengerti."
"Lalu, kapan dia mengerti saya?"
Dokter Tian mengangkat bahu. Hanya waktu yang mampu menjawab. Urusan ini tak semudah mengirimkan DM di Instagram. Terlalu runyam, terlalu banyak pertimbangan, dan terlalu dalam memakai hati.
Tak lama, Adica dan Revan bergabung dengan mereka. Adica bertolak pinggang dengan angkuh saat menatap CCTV.
"Si Calvin punya Kutukan Imperius atau Patronus ya? Kok Abi bisa lengket banget sama dia?"
Revan tertawa. Dipukulnya pelan punggung Adica.
"Yeeee, memangnya kita di dunia sihir ciptaannya J. K. Rowling?" komentarnya.