Door man membuka pintu restorn ditingkahi senyum ramah. Dokter Tian membalas sekedarnya, kemudian berjalan ke meja 21. Tuan Effendi duduk menunggu, ditemani segelas cappucino favoritnya.
"Ah, ternyata Anda sudah pesan duluan." Dokter Tian angkat bicara.
"Tadinya mau saya pesankan, tapi saya tak tahu minuman kesukaan Anda. Saya takut salah."
Buku menu dibolak-balik. Tangan terangkat memanggil waiters. Setelah memesan dua porsi tenderloin steak, Dokter Tian melayangkan pertanyaan.
"Langsung saja ya. Mengapa Anda begitu perhatian pada Calvin? Kalau tidak kenal sebelumnya, saya sudah yakin kalau Anda ayahnya."
"Saya kesepian. Calvin telah saya anggap seperti anak sendiri. Tujuan saya pulang ke Indonesia untuk mencari anak kandung saya. Tapi, sejak kenal Calvin, saya melupakan niat awal itu."
Dokter Tian tertegun. Sesuatu melintas di pikirannya.
"Tidakkah Anda menyadari kemungkinan lain?" tanyanya pelann.
Tuan Effendi menaikkan alisnya. "Kemungkinan apa?"
"Bahwa Anda telah menemukan potongan jiwa yang Anda cari."
** Â Â