"Bukan begitu, Sayang. Kamu sakit. Harus diberi perhatian ekstra."
Ingin Calvin membantah, tetapi ia tak terlatih untuk mengungkapkannya terang-terangan. Istilah to the point tidak pernah tercantum dalam kamus hidupnya.
** Â Â
-Semesta Dokter Tian-
"Saya sudah sampai. Meja no. 21 kan?"
Dokter Tian tersenyum puas membaca pesan Whatsapp itu. Diraihnya kunci mobil dari atas nakas. Langkah kakinya menginjak tangga granit ketika Nyonya Dinda mencengkeram kuat tangannya.
"Mau kemana kau, Tian?" sergahnya kasar.
"Ketemu teman. Sudahlah, Dinda. Lepaskan tanganmu. Ini penting."
Nyonya Dinda tersenyum sinis. "Lebih penting mana? Melayat ke rumah keluarga atau bertemu temanmu?"
Kesabaran Dokter Tian mencapai titik nadir. Pelan tapi penuh kekuatan, dilepasnya tangan sang istri. Sudah habis dayanya untuk menghadapi Nyonya Dinda.
Teriakan marah Nyonya Dinda tak digubrisnya. Ia lajukan mobilnya secepat mungkin.