Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[3 Pria, 3 Cinta, 3 Luka] Hijab, Hati yang Memeluk Luka

12 Februari 2019   06:00 Diperbarui: 12 Februari 2019   05:59 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup berpindah-pindah nampaknya telah menjadi kebiasaan. Sama normalnya seperti berganti pakaian. Hanya satu alasannya menjadi nomaden: memeluk cinta. Cinta itu mewujud berupa kehadiran seorang anak.

Keinginannya mencari sang permata hati lesap. Arah hatinya berubah seketika. Kini dia hanya ingin dekat dengan Calvin. Perkenalan dengan Calvin membuatnya melupakan tujuan utama.

Seiring berjalannya waktu, Tuan Effendi betah tinggal di villa. Ia mempekerjakan wanita pesisir untuk mengurus villanya. Pengusaha kesepian itu tak canggung berbaur dengan komunitas nelayan. Pintu villa selalu terbuka untuk anak-anak nelayan yang ingin bermain dan belajar.

Koleksi buku milik Tuan Effendi sangat banyak. Ia berinisiatif membuat taman bacaan kecil di samping villa. Setelah idenya terealisir, villanya tak pernah sepi. Anak-anak nelayan terbantu dengan hadirnya taman bacaan itu.

Siang merangkul sore. Tepat pukul tiga, Calvin datang ke villa. Dia telah berjanji untuk menemani Tuan Effendi menulis cerita bersama anak-anak. Satu lagi inovasi literasi gebrakan Tuan Effendi. Gerakannya ia namakan Sore Menulis Cerita. Anak-anak nelayan di taman bacaan tak hanya membaca banyak buku, tetapi juga melatih imajinasi mereka dengan menulis cerita.

Senyum merekah di wajah Tuan Effendi saat Calvin datang. Anak-anak pun tak kalah excited. Mereka memanggil Calvin Kakak Malaikat. Dengan sabar, Calvin dan Tuan Effendi mengajari anak-anak nelayan itu menulis.

"Saya senang kamu mau membantu mereka, My Dear Calvin." ungkap Tuan Effendi tulus.

"Iya. Saya suka anak-anak. Rasanya seperti punya adik." sahut Calvin bahagia.

Meski bahagia, wajah piasnya tak dapat tersamarkan. Kecemasan bangkit lagi di hati Tuan Effendi.

"Calvin, kamu tidak apa-apa?"

"Mengapa semua orang selalu bertanya begitu? Seakan saya terlalu lemah."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun