-Semesta Tuan Effendi-
Berhari-hari Tuan Effendi menanti di lantai 27. Sempat terpikir olehnya untuk pindah apartemen, dari penthouse di lantai 33 ke lantai 27 agar lebih dekat. Nyatanya, unit di lantai 27 terisi penuh.
Tak sebersit pun niatnya keluar apartemen. Jika tiba waktu makan, ia cukup menggunakan jasa pesan antar. Begitu pun saat membeli sesuatu. Waktunya full di apartemen ini, hanya untuk menunggu Calvin.
Calvin, sepentingkah itukah dirinya? Sampai-sampai pengusaha sukses seperti Tuan Effendi menyisihkan banyak waktu demi bertemu dengannya. Akan tetapi, Calvin tak sadar sedang ditunggu.
Petang ini, penantian Tuan Effendi tak sia-sia. Dia lelah berjalan dari satu pintu ke pintu lainnya. Alhasil ia menjatuhkan diri di samping pintu bernomor 99. Kepalanya tersandar ke dinding. Semenit. Tiga menit. Lima menit, Tuan Effendi jatuh tertidur.
Calvin tiba beberapa menit berselang. Ia kaget mendapati pria yang dua kali ditemuinya terlelap di samping pintu apartemennya. Pelan ia bangunkan Tuan Effendi.
"Astaga...Calvin, akhirnya saya ketemu kamu juga."
Mata Tuan Effendi berbinar bahagia. Senyuman terbit di sudut wajah Calvin. Batinnya menyimpan tanda tanya.
"Oh ya, dari pertama bertemu, saya belum menyebutkan nama. Saya Effendi."
"Silakan masuk, Pak Effendi."
Kunci dibuka dengan kartu plastik. Pintu mengayun membuka, memperlihatkan kilasan ruang tamu mungil. Apartemen Calvin cukup rapi. Hanya ada sedikit perabotan di sana. Sofa berwarna coklat, meja kaca berkaki ramping, televisi LED, kulkas, dan dispenser. Sebuah peti pendek terbuat dari kayu meranti berdiri di sudut. Huruf "R" terukir di tutupnya. Dinding begitu polos, hanya tertutupi wallpaper. Tak nampak foto keluarga.