Aku Cuma ingin jadi
Terbaik untukmu (Tangga-Terbaik Untukmu).
** Â Â
Dalam satu gerakan cepat, Adica merebut pisau dari tangan Gabriel. Dibantingnya pisau ke meja.
"Apa maksudmu, Gabriel Purnama Sutanto? Mau merebut belahan jiwaku?" tanyanya, angkuh dan dingin.
Tidak, sama sekali tak ada niatan begitu. Gabriel tertunduk dalam. Bibirnya terkatup rapat tanpa suara. Adica memberinya tatapan intimidatif.
"Kau tahu? Di sini apa tugasmu? Apakah memasak dengan cinta untuk Syifa bagian dari tugas?"
Syifa memegang erat pergelangan tangan Adica. Berbisik menyabarkan. Sakit rasanya jadi Gabriel. Ketulusan disalahpahami. Sebagai wanita, perasaan Syifa jauh lebih peka. Dia tahu, Gabriel tulus melakukan itu untuknya. Kini terungkap sudah alasan Gabriel datang dua jam lebih awal setiap pagi. Semata demi memasakkan sesuatu untuknya.
"Syifa, bagaimana aku bisa sabar? Dia sudah kelewatan!" Nada suara si penyiar Refrain naik satu oktaf.
"Jangan salahkan Gabriel! Dia hanya bermaksud baik! Dia memahami keinginanku yang rindu masakan rumah! Memangnya siapa yang bisa membuatkannya untukku tiap hari?! Abi sakit, Ummi sibuk, kau tak bisa masak!"
Tiga kata terakhir serasa menyudutkan pemuda orientalis itu. Dia tidak bisa memasak. Itu benar. Sebab, baginya memasak masih jadi pekerjaan aneh untuk pria. Sebuah pandangan konservatif.